37. Kembali Ke Pelabuhan

20.7K 1.5K 270
                                    

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤSatu bulan berlalu, Asya menjadi lebih banyak diam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Satu bulan berlalu, Asya menjadi lebih banyak diam. Mereka tetap mengobrol, hanya saat Hakim bertanya dan mengajak Asya berbicara. Setiap hari, selama satu bulan itu, Hakim juga tetap meminta maaf kepada Asya atas apa yang dia lakukan terakhir kali, dan Asya juga selalu mengatakan jika dia memaafkan Hakim, tapi itu kesalahan fatal yang berganda. Pertama, Hakim menuduh Asya atas kedatangan Sulaiman. Kedua, Hakim menuduh Asya dan bertanya kebenaran ucapan Sarah, padahal sebelumnya dia buru-buru pulang dari kantor karena dia yakin Asya tidak berbohong, tapi Hakim seakan lupa. Ketiga, Hakim bertanya hal yang diluar nalar, ayah dari anak yang dikandung Asya? Tentu saja dia tahu dia adalah ayahnya. Dan yang terakhir adalah, Hakim menampar Asya. Itu benar-benar tidak bisa dimaafkan.

Tidak ada yang bisa Asya lakukan. Pergi? Tidak, itu bukan pilihan yang bijak, Asya sedang hamil, dan Hakim suaminya, ridhanya akan selalu penting untuk Asya, dan Asya tahu jika Hakim tidak akan pernah mengizinkannya untuk itu. Tapi untuk membahasa masalah mereka sekarang, Asya juga tidak bisa. Dia sedang berusaha menyusun hatinya, menyusun apa yang harus dia lakukan kedepannya jika kemungkinan buruk di pikirannya terjadi.

Asya nenghela napas, dia bangun terlebih dahulu malam ini, dia melihat jam yang menunjukkan pukul tiga malam lebih. Asya menoleh ke samping, Hakim masih tertidur dengan tangan kanan di perut Asya. Asya bergeser lalu membangun kan Hakim untuk tahajud. Hakim langsung bangun, dia meminta maaf karena tangannya menindih perut Asya, dan menyuruh Asya untuk berwudu terlebih dahulu.

Asya tetap menjalankan kewajibannya sebagai istri, dia juga sudah kembali mengambil alih pekerjaan rumah. Asya dan Hakim juga tetap saling membangunkan untuk sholat tahajud seperti malam ini, hanya saja, rumah terasa lebih senyap dibanding sebelumnya, dan Hakim sangat sadar akan perubahan Asya, tapi dia mengerti ini semua salahnya. Hakim akan membiarkan Asya untuk menenangkan diri dan hatinya selama apa pun yang Asya mau. Selama Asya masih bersamanya.

Setelah sholat dan berdoa, Hakim langsung berbalik dan mengulurkan tangannya, Asya menyambut uluran tangan Hakim dan menciumnya, setelahnya Asya langsung membuka mukena dan kembali naik ke kasur.

Jika biasanya mereka akan mengaji sampai waktu subuh, beberapa waktu belakangan ini, Asya memilih untuk kembali tidur. Dia akan meluangkan waktu untuk mengaji di siang hari, sendirian.

"Boleh saya pegang perut kamu?" Tanya Hakim pelan, dia ikut naik ke kasur dan duduk di samping Asya yang berbaring.

Asya tidak menjawab, membuka matanya menatap Hakim,

"Saya ingin mengaji sambil memegang Fufu, boleh?" Tanya Hakim lagi,

Asya menggigit pipi bagian dalamnya, lalu mengangguk kemudian kembali memejamkan mata. Satu bulan ini, Hakim akan selalu bertanya jika akan menyentuh Asya kecuali saat bersalaman setelah sholat dan hendak pergi ke luar rumah.

Hakim bilang, dia sangat menyesal dengan apa yang dia lakukan waktu itu. Dia tidak berani untuk menyentuh Asya lagi tanpa seizin Asya. Bahkan jika dalam tidur Hakim tidak sadar memeluk Asya, maka saat bangun Hakim akan meminta maaf.

Hakim Where stories live. Discover now