32. Baginda Ratu

19.4K 1.5K 74
                                    

ㅤ

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Asya masih sesegukan sambil mengunyah pisang aroma yang tadi sore dia beli, jari tangannya masih berada di dalam mangkuk berisi air es. Asya dan Hakim duduk di dapur, sedangkan yang lainnya di ruang keluarga. Asya enggan bergabung karena malu, jadilah Hakim menemani Asya di dapur sambil berbuka dan mengkompres tangan Asya yang masih memerah.

"Udah dong nangisnya, emang ga malu didengar yang lain?" Ucap Hakim sambil menyusut air mata Asya,
"Justru Asya nangis karena malu hiks.."
"Iya makanya sudah nangisnya, nanti makin malu."

Asya menghiraukan ucapan Hakim, dia mengangkat tangannya, untungnya tidak bengkak atau berubah keunguan, Asya mengibas tangannya lalu melap dengan tisu, dia segera menghabiskan makannya lalu minum.

"Ayo siap-siap untuk tarawih, mau tarawih ga?" Tanya Hakim, Asya mengangguk, menyusut kasar wajahnya.

Setelah selesai makan, bunda berjalan ke dapur membawa piring kotor diikuti Laila.

"Masih sakit Sya?" Tanya bunda,
"Engga Bun." Jawab Asya pelan,

Bunda mengangguk, menatap Asya dan Hakim bergantian. Asya berdiri dan berniat untuk mencuci piring tapi ditahan Hakim,

"Ga usah, biar saya saja," ucap Hakim,

Bunda juga menahan Hakim, langsung mencuci piringnya sendiri.

"Biar Bunda aja, lagian ini piring kotor bekas kita, kalian belum makan kan, siap-siap aja sana buat ke masjid," ucap bunda diangguki Hakim,

Hakim menggandeng Asya ke kamar mereka. Hakim menarik Asya agar duduk di kasur sedangkan dia berjongkok di depannya, mengusap lagi wajah Asya yang sedikit basah.

"Saya mau kasih nasihat tapi jangan marah, jangan ngambek atau merajuk, cukup dengarkan, bisa?" Ucap Hakim lembut sambil mengusap tangan Asya pelan, Asya tidak merespon, dia menarik napas agak kuat dari hidungnya yang mampet.

"Tolong kalau saya ngomong itu didengarkan. Kalau saya tanya dijawab. Terlebih misal banyak orang di sekitar kita, jangan membuat mereka berpikir jika saya tidak mengajari kamu tentang adab dan akhlak. Asya istri yang pintar dan sholehah, pasti mengerti kan?"

Hakim mengusap lembut lengan Asya lalu mengusap wajah Asya yang bahas karena kembali menangis.

"Asya boleh merajuk atau marah sama saya, tapi ada tempatnya, ada waktunya, sayang. Saya tidak larang Asya untuk mengekspresikan apa yang Asya rasakan, hanya saja seperti yang saya bilang barusan, ada tempat dan waktunya.

"Asya sebentar lagi jadi ibu, kita akan jadi orang tua, hal yang indah tapi tidak mudah. Kita harus belajar lebih dewasa mulai dari sekarang, Asya harus menjadi lebih baik untuk diri sendiri, untuk Fufu dan untuk saya. Belajar untuk mengendalikan emosi, mengendalikan nafsu. Belajar membawa diri dengan baik apalagi sekarang ada Fufu di perut kamu."

Hakim Where stories live. Discover now