46. Panas

21.6K 1.3K 78
                                    

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤHakim mengembuskan napas panjang

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Hakim mengembuskan napas panjang. Dia merasa sangat lega. Jawaban Asya semalam membuat bebannya hilang, dia bisa tenang sekarang. Asya akan selalu ada di sampingnya. Selain itu, Hakim juga semakin bahagia dengan kabar Asya yang kembali hamil. Tadi setelah makan siang, Hakim dan Asya pergi ke dokter untuk memastikan jika Asya benar-benar hamil atau tidak, dan ternyata jawabannya iya. Tiga minggu, itu kata Rahma.

Sejujurnya, Hakim juga khawatir, dia tahu hamil tidak mudah, apalagi melahirkan. Hakim awalnya sempat tidak ingin melihat Asya kembali hamil, tapi perkataan Asya tentang operasi caesar membuatnya berubah pikiran. Dan Hakim hanya bergurau saat mengatakan tentang hamil setiap tahun, dia tidak setega itu. Baiklah, mungkin ini akan menjadi yang terakhir untuk Asya, karena setelah ini Hakim akan memaksa Asya untuk memakai kontrasepsi jangka panjang. Bukan menolak rezeki, tapi Hakim lebih takut dengan efek samping dari semua proses hamil sampai melahirkan.

"Maaf ya, Ayah buat Bunda hamil lagi." Ucap Hakim yang sedang memangku Hasan,

Keluarga kecil itu sedang menikmati cemilan sore yang dibuat Asya.

"Kenapa harus minta maaf sih? Kesannya kaya Ayah ga mau tanggung jawab abis hamilin anak orang."
"Bukan gitu, Bun. Ayah cuma ngeri aja pas ingat kamu melahirkan Hasan."
"Kan kita udah setuju buat operasi."
"Ya iya cuma.."
"Udahlah, Ayah ni makin hari kok makin bawel sih?"
"Iya maaf."

Hakim tidak bersuara lagi. Ibu hamil ini sangat sensitif belakangan ini, Hakim kira Asya akan datang bulan, karena memang jadwalnya, eh ternyata malah jadi.

"Bunda jadi kan ikut kajian? Temani Ayah ya." Tanya Hakim setelah lama diam,
"Iya."
"Terima kasih,"
"Hm."

"Yayah yahh.." celoteh Hasan membuat Hakim gemas,
"Bunda, coba bilang Bun da." Ucap Hakim mengajarkan,

"Da da."
"Pintar sekali anak Ayah." Puji Hakim sambil menciumi wajah Hasan membuat Hasan terkikik geli,

"Ayo nak kita mandi, sebelum makin sore." Ucap Asya hendak mengambil Hasan dari pangkuan Hakim,
"Ayah saja yang mandikan, Bunda juga mandi dan siap-siap, setelah maghrib kita langsung pergi ke masjid." Ucap Hakim, Asya mengangguk,

Mereka naik ke lantai dua, Asya masuk ke kamar mereka. Sedangkan Hakim masuk ke ruangan lain yang dijadikan kamar untuk Hasan, perlengkapan Hasan sudah dipindahkan semua ke ruangan ini, walaupun Hasan masih tidur bersama Asya dan Hakim.

Setelah selesai, Hakim masuk ke kamarnya dengan Hasan yang sudah wangi. Hakim sudah terbiasa memandikan Hasan sejak bayi itu berumur dua bulan.

"Yah, pake baju apa? Sarungan?" Tanya Asya saat keluar dari kamar mandi sudah siap dengan abayanya.

"Kasual aja, Bun. Malem ini isi kajian anak muda, ustadz yang lain juga kasual."

Asya mengangguk, membiarkan Hakim mandi dan menududukkan Hasan di kasur. Sedangkan Asya menyiapkan baju untuk Hakim, kaos putih dan kemeja putih dengan celana panjang hitam. Setelahnya Asya menyiapkan perlengkapan Hasan, hanya untuk jaga-jaga, tidak lupa asi yang sudah disiapkan di dalam dot.

Hakim Donde viven las historias. Descúbrelo ahora