47

11K 2.1K 395
                                    

Mata Haechan terbuka dengan susah payah di sore hari ini. Setelah seharian begadang buat memaksa dirinya sendiri melanjutkan skripsi yang akhir-akhir ini ga tersentuh sama sekali, Haechan baru aja tidur jam 8 pagi dan baru terbangun lagi di jam yang hampir menunjukkan jam setengah enam sore.

Udah tidur segitu lama pun, mata Haechan masih terasa berat dan badannya masih terasa lemas. Haechan bahkan ga ingat kapan terakhir kali dia bisa tidur dengan nyenyak dan berkualitas.

Akhir-akhir hidupnya kacau, termasuk semua hal yang ada di dalamnya.

Dengan helaan nafas berat, Haechan akhirnya memilih buat mengambil posisi duduk di kasurnya.

Rasa pusing itu lagi-lagi menyerang kepalanya sampai tangan Haechan secara refleks menjambak rambutnya sendiri. Rasanya benar-benar sakit sampai pandangan Haechan jadi berkunang-kunang sekarang.

Ringisan yang terdengar jelas menguar dari bibir Haechan setelahnya. Sialnya, bukan cuman kepalanya yang terasa sakit, tapi perutnya juga.

Perutnya masih kosong. Terakhir kali dia makan kemarin siang. Itu pun cuman makan sedikit karena dia sama sekali ga berselera.

Haechan sebenarnya benci jadi lemah kayak gini, tapi gatau kenapa dia bahkan ga bisa bangkit dari keterpurukannya sekarang.

Dengan tangan gemetar, Haechan meraih hpnya dan mencoba menelpon nomor Rain yang selalu ga aktif itu. Dan ya... panggilannya kali ini disambut lagi dengan suara operator.

Haechan menutup matanya erat-erat, mencoba buat mengenyahkan rasa pusing yang mendera kepalanya sekarang.

Dengan susah payah, Haechan beranjak duduk dan menolehkan kepala ke arah cermin yang berdiri di sisi dinding sana.

Penampilannya benar-benar menyedihkan. Dengan mata bengkak dan menghitam, rambut yang mulai panjang dan juga pipinya yang terlihat lebih tirus.

Haechan mengambil nafas dalam-dalam dan merasakan nyeri di dadanya. Bahkan sekarang bernafas pun rasanya susah. Kurang miris apa lagi hidupnya?

Cowok itu mencoba bangkit dari kasurnya dengan susah payah. Walaupun sempat limbung, Haechan akhirnya berhasil berdiri dengan kedua kakinya yang juga gemetar sekarang.

Dengan langkah tertatih, Haechan berjalan ke arah pintu kamarnya dan langsung membuka pintu kamar yang akhir-akhir ini jarang dia buka itu.

Keheningan yang pertama kali menyambut Haechan begitu pintu kamarnya terbuka lebar.

Haechan gatau kemana perginya Jeno, Jaemin dan juga Renjun di hari minggu sore ini. Tapi Haechan bersyukur karena dia ga harus berhadapan sama mereka.

Sambil menahan rasa nyeri di dada, perut dan juga kepala, Haechan memaksakan langkahnya ke arah pintu utama apartemen.

Tujuannya cuman satu sekarang, yaitu ketemu Rain yang benar-benar dia kangenin.



🎬


Ting! Tong!!

Bunyi bel apartemen yang udah berkali-kali itu sukses ngeganggu Rain yang lagi berfokus ke kerjaannya. Dengan helaan nafas berat, akhirnya Rain beranjak dari meja kerjanya dan melangkah ke arah pintu utama.

Sebelum benar-benar ngebukain pintu buat tamu yang datang di sore ini, Rain milih buat ngecek ke layar interkomnya lebih dulu. Matanya langsung melenar begitu melihat sosok ga asing yang berdiri di depan kamera interkomnya.

Rain mendadak jadi ragu buat membukakan pintunya karena nyatanya dia sama sekali ga siap buat bertemu lagi sama Haechan.

Rain belum benar-benar bisa menghapus cowok itu dan menata lagi hatinya.

[II] Groove :: Lee Haechan✔Where stories live. Discover now