56

15.7K 2.2K 443
                                    

Karena banyak yang komen chapter ini kosong alian gaada isinya, jadi gue memutuskan buat publish ulang.

Kalo masih kosong langsung komen yaaaw!

Enjoy!





















"Lee Haechan!"

Haechan tersentak di tempat begitu mendengar seruan tertahan dari Jeno sekaligus jentikan jari tepat di depan matanya itu. Matanya yang melebar kaget menatap linglung ke arah Jeno, membuat Jeno menghela napas dalam diam karena sadar kalo Haechan sama sekali ga menyimak gimana rapat berjalan tadi.

"Kenapa lagi kali ini, sih? Bukannya kemaren-kemaren lo udah baik-baik aja?" Tanya Jeno sambil ngerapihin beberapa kertas di hadapannya.

Haechan menggeleng pelan, kemudian mengedarkan pandangan ke sekeliling dan sadar kalo rapat yang mereka gelar semenjak 2 jam yang lalu ternyata udah selesai gatau sejak kapan. Haechan emang ga menyimak gimana jalannya rapat tadi, dia jujur. Pikirannya melalang buana kemana-mana dan didominasi oleh Rain. Gatau kenapa setiap kali mengingat wajah cewek Son itu, perasaan menyesakkan dan juga penyesalan selalu singgah ke dalam hati Haechan, ngebuat Haechan merasa agak sedikit kewalahan menghadapi perasaannya sendiri.

"Gue mau balik. Lo gimana?" Pertanyaan Jeno ini berhasil ngebuat Haechan nengok lagi ke arahnya.

Beberapa detik terdiam dengan mata menatap kosong ke Jeno, Haechan akhirnya menggeleng pelan dan beralih menyandang tasnya di sebelah bahu, "gue ada urusan." Katanya sambil mengecek jam di tangan kirinya.

Tanpa menunggu respon Jeno, Haechan langsung berdiri dan melangkah keluar dari sekre BEM. Tapi baru aja tangannya bergerak membuka pintu ruangan, gerakannya langsung terhenti gitu aja begitu melihat Amora ada di balik pintu, mau masuk ke dalam ruangan.

"E—eh." Suara Amora terdengar kikuk dan tercekat, ada senyuman canggung yang kemudian terbit di bibirnya, "sorry ngagetin." Lanjutnya dan langsung menyingkir dari depan pintu, ngasih akses buat Haechan keluar dari ruangan.

Haechan terdiam beberapa detik begitu matanya bersitatap sama mata jernih Amora, tapi kemudian satu senyuman tipis yang terkesan pias terukir di bibirnya seiring dengan kepalanya yang bergerak mengangguk, "gapapa. Gue duluan." Setelahnya Haechan kembali melangkah melewati Amora buat keluar ruangan, tanpa tau kalo sepasang mata cantik itu selalu mengikuti pergerakannya sampai punggungnya menghilang di balik koridor.

Haechan mengecek lagi jam di tangan kirinya, langkahnya dipercepat begitu melihat kalo sekarang udah hampir jam setengah 5. Jalanan pasti macet karena sekarang adalah jam pulang kantor dan Haechan harus sampai ke tempat tujuannya sebelum jam 5, atau orang yang dicarinya bakalan pulang duluan dan mereka berakhir ga ketemu.

Embusan napas panjang keluar dari sela bibir Haechan begitu mobilnya berhasil keluar dari area kampus. Benar aja, jalanan macet, bunyi klakson terdengar dimana-mana begitu Haechan melajukan pelan mobilnya di jalanan padat ibu kota. Bibirnya mencebik pelan, dengan punggungnya yang kemudian beralih menyandar di sandaran empuk jok. Jari-jarinya mengetuk setir, mengusir rasa bosan menunggu jalanan kembali lancar lagi. Rasanya Haechan mau marah, tapi gatau mau marah ke siapa mengingat kemacetan kayak gini adalah hal yang lumrah di jalanan ibu kota.

Berkali-kali embusan napas panjang yang ga sabaran keluar dari sela bibir Haechan, seiring dengan mobilnya yang beringsut bergerak mengikuti alur kemacetan hari ini. Dalam hati dia banyak berdoa, semoga aja Rain ga pulang duluan hari ini. Semoga aja dia bisa ketemu sama cewek cantik pemilik hatinya itu. Iya, semoga aja.

[II] Groove :: Lee Haechan✔Where stories live. Discover now