60

12K 2.1K 198
                                    

Udah tiga hari semenjak Haechan ga sadarkan diri. Keadaannya udah semakin membaik, tapi belum ada tanda-tanda cowok bermarga Lee itu bakalan bangun dari tidur panjangnya. Selama 3 hari ini, Rain selalu menyempatkan diri buat menjenguk Haechan sepulang kerja. Rain ga bisa ngambil cuti beberapa hari buat ngejagain Haechan sepenuhnya, jadi sebisa mungkin dia tetap berkunjung walaupun sebentar.

Di sore hari yang lumayan mendung ini, kaki Rain melangkah menyusuri koridor rumah sakit yang jauh dari kata sepi. Dengan sebelah tangan menggenggam bucket lili putih dan sebelah lagi menggenggam plastik berisi makanan, Rain sesekali membungkuk menyapa perawat yang berpapasan dengannya. Rain masih bisa tersenyum, tapi senyuman itu bahkan ga sampai ke matanya. Rain masih bisa menyelesaikan pekerjaannya di kantor, tapi bahkan fokusnya harus berkali-kali teralihkan karena memikirkan Haechan.

Kaki Rain berhenti melangkah tepat di depan pintu bercat putih yang lebih dari seminggu ini selalu dikunjunginya. Sebelum memasuki ruangan itu, Rain mengambil nafas dalam-dalam dan menatap bunga lili putih di tangannya. Ada senyuman pias yang terukir di bibirnya begitu kepalanya kembali terangkat dan tangannya akhirnya menggeser pelan pintu ruangan itu.

Wangi khas dari pengharum ruangan langsung menyambut begitu Rain melangkah pelan masuk ke dalam. Kedatangan Rain kali ini, ga luput dari perhatian seseorang. Seseorang yang lagi-lagi Rain lihat duduk di sofa ruangan, dengan beberapa kertas berkas dan juga laptop di atas meja kaca.

"Sore, Pa." Sapanya hangat dengan senyuman di bibir, kakinya melangkah ke arah papa Lee yang terduduk di sofa dengan kaca mata yang bertengger di hidung.

"Oh, sore, Rainna."

Rain naro bungkusan makanan di tangannya ke samping laptop yang masih menyala dan menampilkan laporan keuangan itu, "makan dulu, Pa. Jangan dipaksa." Setelahnya, Rain langsung melangkah mendekat ke ranjang Haechan. Dia bahkan memilih berpura-pura gatau dengan papa Lee yang ga melepas perhatian darinya.

Semenjak tiga hari yang lalu, papa Lee emang menjaga Haechan di sini, itu alasan lain kenapa Rain ga bisa dengan penuh menjaga Haechan. Rain rasa, Haechan lebih membutuhkan papanya di sampingnya buat cepat tersadar dari tidur panjang.

"Kamu udah makan, Rainna?"

Rain yang lagi mengeluarkan bunga yang udah mengering dari vas langsung menoleh dan mengangguk, "udah kok. Papa makan aja." Walau masih merasa agak canggung begitu berhadapan dengan papa Lee, Rain tetap memaksakan diri dan mencoba mengusir kecanggungan itu. Kalo Rain terus-terusan menghindar, yang ada dia ga bakal ketemu sama Haechan.

Gaada konversasi spesial di antara papa Lee dan Rain semenjak mereka ketemu lagi tiga hari yang lalu. Walaupun papa Lee udah menggoreskan luka dalam di hati mamanya, tapi Rain memilih buat memaafkan. Karena kalo dipikir-pikir lagi, menjadi seorang pendendam itu ga baik. Setiap manusia pasti melakukan kesalahan dan setiap manusia juga patut dimaafkan atas kesalahannya itu. Menurut Rain, masa lalu itu cuman sekedar hal yang udah berlalu, gaada yang perlu diungkit-ungkit lagi. Lagi pula setiap orang bisa berubah menjadi baik seiring berjalannya waktu dan Rain percaya kalo itu juga terjadi kepala papa Lee.

Setelah mengganti bunga di vas yang terletak di nakas, Rain menempati kursi yang ada di samping ranjang. Matanya memerhatikan Haechan yang masih tertidur dengan tenang. Seolah kebisingan yang ada di ruangan ga mengusik dia buat bangun. Seolah percakapan-percakapan orang-orang yang mengkhawatirkan dia ga berarti apa-apa.

Luka-luka di muka Haechan udah mulai mengering, begitu juga dengan yang ada di lengannya. Tapi meskipun begitu, dia tetap belum mau bangun.

Dengan hati-hati, Rain membetulkan posisi selimut Haechan. Kemudian tangannya bergerak menggenggam lembut tangan yang masih terasa lebih dingin itu, "hai Haechan." Sapa Rain, kayak hari-hari sebelumnya. "Masih belom mau bangun ya? Padahal ada banyak yang nungguin di sini." Rain menghela nafas pelan, matanya menatap lurus ke arah mata yang dibingkai bulu mata panjang itu.

[II] Groove :: Lee Haechan✔Where stories live. Discover now