PART 24

90.9K 4.7K 118
                                    

"Saya bisa aja kasih kamu kesempatan untuk memperbaiki hubungan ini. Tapi dengan Vanya? Saya rasa dia trauma bertemu denganmu."

Ucapan Ayumi benar, Gavin juga merasakan hal itu. Sekarang cara yang dia punya hanya satu, memaksa. Se-trauma apapun Vanya, mereka berdua harus punya waktu untuk berbicara.

"Nanti sore boleh saya bawa Vanya jalan-jalan?" Izin Gavin.

"Kamu yakin Vanya mau jalan-jalan sama kamu? Ngelihat mukamu tadi aja bikin Vanya takut."

"Yakin, bisa tidak bisa saya harus berkomunikasi dengan Vanya."

Ayumi mengangguk. Setelah dipikir-pikir, Gavin ada benarnya juga. Semua masalah tidak akan selesai kalau tidak dibicarakan dengan baik.

"Saya mengizinkan kamu bertemu dengan Vanya tapi nggak hari ini. Saya rasa dia belum siap ketemu sama kamu."

Ya, Gavin mengerti. Gimanapun dia udah bikin Vanya hancur. Wajar aja kalau Vanya trauma sama dia.

"Kalau Elen?" Lirih Gavin tak berani memandang mata Ayumi. "Boleh saya bertemu dengannya?"

Helaan nafas berat Ayumi dapat Gavin dengar, "Sebentar," dia kembali masuk ke dalam.

Tujuannya guna memanggil Elen. Dia merasa Elen harus bertemu dengan ayah kandungnya karena selama ini anak itu menginginkannya bukan?

Tapi, Dimana dia?

"Elen?" Di depan tv hanya ada Vanya yang masih dengan posisinya sejak tadi. Kasian melihatnya seperti ini.

"Van, kamu lihat dimana Elen?" Tanya Ayumi tak mendapag jawaban apapun dari Vanya.

Rambutnya sudah sangat berantakan. Bajunya, wajahnya, semua yang ada di diri Vanya benar-benar membuat orang yang melihatnya akan menghela nafas.

Ayumi memilih untuk kembali ke depan. Tak lupa ia bawa gombal atau yang biasa di sebut lap untuk kaki Gavin yang kotor terkena tanah.

"Ini," Ayumi menyodorkan lap tersebut.

Kening Gavin berkerut, lap?

"Bersihkan kakimu itu. Saya tidak punya tissue. Pakai seadanya saja," Gavin mengangguk. Dia pun menerima lap itu lalu membersihkan kakinya. Lumayan, setidaknya tanah basah yang menempel di kaki sudah hilang.

Setelah beres, Ayumi mengambil kembali lap tersebut. Ia taruh di dekat pintu lalu kembali mendekat ke arah Gavin.

"Elen kayaknya main," Celetuk Ayumi.

"Gimana?" Ulang Gavin tak mendengar jelas ucapan Ayumi.

"Elen gak ada di dalam. Dia kayaknya ke rumah El."

"El?" Sebentar, Gavin kayak gak asing sama nama ini.

"El itu anaknya Luna. Rumahnya deket lapangan sana. Mereka selalu main bareng dari dulu walaupun kadang Luna suka kasar sama Elen."

Gavin ingat sekarang. El adalah anak kecil yang kemarin ia temui di sekitar sini. Iya, anak kecil yang tengil dan tangannya mini itu.

"Kalau saya susul Elen boleh?" Tanya Gavin meminta izin.

"Susul aja. Jangan bikin dia nangis."

"Siap, kalau gitu saya pamit ya, Bu."

Gavin menundukkan badan sebagai tanda perpisahan. Ayumi sedikit tersenyum melihat etika Gavin kepadanya.

•••••

"Kamu lagi, kamu lagi. El gak ada di rumah! Sana pulang!" Usir Luna menatap sengit Elen.

"T-tapi, aku ma-mau ce-rita-ce-rita sa-sama k-kak El," Ucap Elen.

"Heh bocah! Asal kamu tahu ya, sekarang El sakit gara-gara kemarin main hujan di rumah kamu!"

HER LIFE (OTW TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang