PART 52

36.1K 2.9K 367
                                    

Warning🚫

Kalau ada kesalahan dalam sidang hukum, tolong koreksinya. Aku sudah dan sedang berusaha semaksimal mungkin mencari informasi tentang sidang.

••••••

5 jam berlalu dan mereka telah menyelesaikan kontrol dengan dokter masing-masing. Pertama tadi Gavin dan Elen mengantar Vanya ke tempat dokter Meera. Kata Meera, untuk pertama kali korban dan pelaku bertemu memang akan berefek banyak. Namun sesuai hasil pengamatannya mengenai hal itu, menurut Meera tak begitu memperburuk suasana hati Vanya. Bahkan untuk menenangkan Vanya saja, Clara tidak berikan obat antidepresan yang Meera resepkan minggu lalu.

Lalu yang kedua, Gavin dan Vanya gantian mengantar Elen terapi di RSIJ tempat praktik dokter Chelsea. Lumayan jauh, tapi mereka sangat menikmati perjalanan. Elen pun mau duduk jok belakang sendiri setelah Vanya belikan coklat.

Sekarang posisi mereka berada di dalam ruangan Chelsea. Keterkejutan Chelsea melihat Gavin mengantar anaknya terapi membuat suasana sedikit canggung.

"Jangan lupa terus latihan bicara yang kata-katanya panjang, ya, Elen," Ucap Chelsea mengelus pelan pucuk kepala anak itu.

Elen yang duduk di antara Gavin dan Vanya memperlihatkan wajah sumringah. Dia mengangguk menanggapi dokternya. Dapat Chelsea lihat kebahagiaan Elen yang sebelumnya tak pernah anak itu keluarkan.

"Makasih, Se. Ayo pulang," Gavin menggendong Elen keluar dari ruangan dingin itu.

"Vin asli, lo gak sopan banget sama gue," Ucap Chelsea melongo. Memang sudah biasa Gavin kurang ajar kepadanya, tapi minimal sebagai wali pasien sopan dikit kek.

Ucapan Chelsea sengaja diabaikan oleh Gavin. Sambil menggendong Elen, dia terus berjalan sampai tertelan pintu ruangan.

Wah kurang ajar Vanya ditinggal. Perempuan itu menyelempangkan tas ke salah satu bahunya. Ia berdiri diikuti Chelsea.

"Terima kasih ya, Van udah sanggup sampai sejauh ini," Kata Chelsea salut akan lika-liku hidup Vanya. Apalagi awal ketemu Vanya dulu sangat miris. Sekarang wanita itu sudah pandai merawat diri lagi.

Bevan sudah menceritakan semua kepada Chelsea. Diposisi Vanya emang sulit. Tak semua orang bisa dan sanggup menjalankan hidup selapang dia.

Vanya mengulas senyum, "Terima kasih juga udah mau bantuin Elen. Sekarang dia mulai bisa bicara panjang."

"Santai aja adik ipar," Goda Chelsea.

Lawan bicaranya tak bereaksi apa-apa. Dia hanya mengulum bibir pertanda sedang kebingungan.

"Kalau gitu aku pamit ya. Mari dokter," Sebelum pergi Vanya membungkukkan badan sebentar, Chelsea membalasnya.

Setelah kepergian Vanya, Chelsea kembali duduk di kursi kebesarannya. Bibir yang tadi tersenyum kini memudar. Apa Gavin sanggup saat pulang ke rumah nanti?

•••••

Farel termenung di atas kasur. Kepulangannya kali ini tak disambut oleh keceriaan orang-orang rumah, walaupun mereka hanya asisten rumah tangga.

"Aden! Astaga, Bibi khawatir sama Aden. Dari mana aja? Waktu Bibi tanya Bapak, Bapak nggak mau kasih tahu."

Mendengar suara sepatu memasuki rumah, seorang asisten di rumah itu mendatangi pelaku. Air matanya mengalir melihat anak majikannya pulang setelah berminggu-minggu tak menginjakkan kaki di rumah.

"Farel baik-baik aja, Bi. Oh ya, kemarin manager pabrik udah datang ngirim dokumen?" Tanya Farel tak mau membuat asisten itu menangis lagi.

HER LIFE (OTW TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang