PART 32

76.9K 4.5K 357
                                    

"Nyonya mau makan apa buat siang nanti?" Tanya seorang art yang ia bawa ke Singapura.

Berlin tengah duduk di sofa singel sambil menikmati pemandangan luar hotel. Moodnya pagi ini cukup acak-acakan. Apalagi suster yang memberikan obat tadi pagi memberi tahu kalau Charles dan Clara sedang dalam perjalanan menuju bandara.

"Belikan aku tiket pesawat buat hari ini," Ucap Berlin mengabaikan pertanyaan yang art-nya sampaikan.

"Maaf, jadwal nyonya pulang besok. Tiket sudah kami persiapkan sejak awal."

"Aku ingin pulang hari ini."

"Tapi..."

"Telfon Sinta, suruh dia beli tiket buat hari ini. Persetan dengan tiket yang besok."

"Baik nyonya, akan saya usahakan. Untuk makan siang, nyonya mau makan apa?"

"Cukup bawakan salad sayur."

Art itu mengangguk lalu menunduk hormat. Dia keluar dari kamar hotel Berlin yang berbintang 5 itu. Tersisa lah Berlin seorang diri di sana.

Beberapa detik pertama dia hanya diam. Namun di detik selanjutnya, Berlin merasa ada air mata yang ingin lolos.

"Kamu tahu? Anak terakhir kita rusak," Ucap Berlin melamun, masih memandang pemandangan di depan sana. Pikirannya teringat akan almarhum suaminya.

"Aku mengaku gagal menjadi seorang ibu."

Sedangkan di lobby hotel, sepasang suami istri tengah meributkan sesuatu. Bahkan sampai ada tiga pegawai hotel yang memantau mereka dari jarak enam meter.

"Kalau nggak mau pulang sekarang ya udah disini!"

"Sayang, aku mau pulang tapi jadwal kita pulang kan besok?"

"Tiket hari ini udah ada. Kalau bisa sekarang kenapa harus ditunda? Lagian udah selesai kan bicara tentang Vanya-nya? Melihat wanita itu terus-terusan rasanya seperti ingin mencakar habis-habisan!"

"Oke, oke! Kita pulang sekarang tapi nggak besok juga menemui Vanya-nya. Setidaknya kita harus kabar-kabar dengan si Gemblung."

"Kamu kenapa kayak ngelarang aku gitu sih?" Clara mengernyitkan alis. "Kalau gak mau ketemu Vanya ya udah biar aku aja yang temuin."

"Bukan gitu... Aku juga mau ketemu Vanya, dia masih putriku. T-tapi," Charles menggantungkan kalimat.

"Apa?" Sahut Clara ketus saking lamanya jeda Charles.

"Kalau Vanya nggak mau ketemu sama aku gimana?"

Clara memutar bola mata malas. Suaminya ini tidak ada effort sama sekali. Kok bisa gitu dulu dia nikah sama laki-laki yang gak ada effort kayak Charles.

"Terserah, pokoknya sekarang kita pulang. Kalau kamu masih mau nemenin Berlin disini gak apa. Aku bisa pulang sendiri," Putusnya menatap sinis sang suami.

"Nggak ada yang bilang mau nemenin Berlin, please?"

"Permisi tuan, nyonya, mobil sudah siap di depan. Apa bisa kita berangkat sekarang?" Tanya seorang supir yang ditugaskan khusus, mengurus kendaraan Charles dan Clara selama disini.

"Boleh. Semua barang udah aman kan?" Tanya Clara sambil jalan menuju keluar lobby.

"Sudah nyonya," Jawab supir yang berjalan di belakang Charles juga Clara.

Mereka pun masuk ke dalam mobil yang akan mengantar ke bandara. Dalam perjalanan, sepasang suami istri itu hanya diam sama-sama menikmati pemandangan sepanjang jalan.

Charles gengsi ingin membuka topik, lalu Clara sendiri sudah malas basa-basi dengan suaminya. Biarlah mereka seperti ini entah sampai kapan.

•••••

HER LIFE (OTW TERBIT)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt