PART 54

30.7K 3.1K 1.1K
                                    

"Vanya, gimana? Udah siap sidang? Apa mau diwakili aja?" Tanya Ayumi duduk di kursi makan sebelah Vanya.

Saat ini keluarga itu sedang melakukan sarapan bersama tanpa Elen. Bukan gak diajak sarapan, tapi anak itu susah sekali bangunnya. Vanya juga gak tega kalau harus memaksa Elen agar segera bangun dan ikut sarapan.

"Morniggg, Mama," Adara dan Acel datang berbarengan. Sudah beberapa hari ini mereka tinggal bareng di apartemen. Awas aja ada yang mikir lesbi. Acel hanya ingin menemani Adara selama dia masih di Jakarta.

"Morning juga, Sayang," Clara mencium kedua pipi Adara yang berada di sisinya. "Jadi beli nanti sayang?"

Adara mengangguk, "Iya, Ma. Habis sidang aku langsung balik."

"Dihari itu juga?"

"Iya, maaf gak bisa antar Mama sama yang lain ke Australi."

"Gak apa-apa, semangat kerjanya ya? Kalau ada sesuatu kabari Mama atau Papa aja."

"Siap!!!" Adara duduk di kursi makan yang kosong.

"Acel, halo Sayang. Sini duduk," Lanjut Clara menepuk-nepuk kursi makan yang terletak di ujung meja.

"Papa gak ikut makan, Ma?" Tanya Acel takut kalau tiba-tiba Charles datang.

Clara menggeleng, "Papa lagi nemuin mereka di sel tahanan. Dia juga lagi ngurus beberapa hal yang diperlukan dalam sidang besok."

Acel terdiam, bibirnya tersenyum kecut. Sidangnya jadi ya? Di dalam hati Acel yang paling dalam, dia senang akhirnya mereka bisa merasakan hukuman sesungguhnya. Tapi, Elen gimana?

"Van, boleh kita bicara berdua?" Tanya Acel membuat semua yang berada di meja makan menoleh kearahnya.

"Bicara apa, Acel?" Tanya Vanya.

"Tentang mereka."

Paham dengan apa yang akan Acel sampaikan, Vanya mengangguk lalu berdiri pergi dari sana. Wanita itu berjalan ke arah kolam renang yang di pinggirnya terdapat gazebo untuk bersantai.

Vanya mendudukkan diri di gazebonya. Setelah merasa bisa duduk nyaman, kaki perempuan itu tergantung bebas. Ia ayunkan kaki ke sana kemari sembari menunggu kedatangan Acel.

"Kenapa?" Tanya Vanya seperti tak mau basa-basi. Padahal jarak Acel ke arah Vanya masih sekitar beberapa langkah lagi.

"Van yakin—"

"Yakin, cel," Potongnya membuat Acel meneguk saliva susah payah.

Semalam Acel sudah menelepon dirinya dan membahas tentang hal ini. Dia mengatakan kalau ingin mencabut tuntutan mereka. Sayangnya, keputusan Vanya sudah bulat. Tak ada seorangpun yang bisa menentang keputusan itu.

"Elen gimana?" Dia harus memastikan Elen bisa jauh dari Gavin. Gimanapun juga keputusan hukuman bisa sampai bertahun-tahun.

"Ikut kita ke Australia," Jawab Vanya.

Sebenarnya Vanya juga sempat memikirkan hidup Elen kedepannya kalau gak ada Gavin. Anak itu benar-benar sudah sangat nempel dengan Papanya.

"Van, yang bener aja??"

"Gavin udah daftarin Elen sekolah di sana," Pernyataan Vanya kali ini membuat kening Acel berkerut.

Sebentar, Gavin udah daftarin Elen sekolah di sana? Maksudnya? Dia dibuat bingung oleh Vanya. Mengerti kebingungan Acel, Vanya hanya menghela nafas berat.

England School adalah salah satu sekolah Internasional yang berada di Australia. Sekolah itu berdiri hasil kerjasama antara England school di Inggris dan Australian school di Australia. Di sana ada kelas khusus untuk anak yang berkebutuhan seperti Elen. Gagap, mungkin ada yang tangan atau kakinya harus diamputasi, dan segala kekurangan lain kecuali down syndrome karena itu akan ada kelasnya sendiri.

HER LIFE (OTW TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang