PART 44

45.1K 3.3K 242
                                    

"Lo gimana sih?!" Sentak Adara saat mereka berada di luar kamar Vanya. "Kenapa malah bahas mereka sama Vanya?"

"Gue cuma mau ngasih tahu ke Vanya kalau lo tega ngucilin mereka."

"Kecil banget otak lo. Katanya anak beasiswa di Inter school, tapi kok ngurus masalah kayak gini goblok? Untung gue cepet kesininya. Kalo nggak, lo mau bunuh Vanya, hah??"

"Kenapa lo selalu berpikiran buruk ke gue?"

"Masih bisa lo tanya gitu?"

"Ya gue cuma mau sadarin Vanya biar dia gak takut lagi sama temen-temennya Gavin, salah? Kalo gak dipaksa gini, Vanya bakal terus kepikiran. Yang ngebuat mental dia rusak kan karena kebanyakan pikiran."

Acel menghela nafas sebentar, "Emang dimasa itu Vanya sulit banget. Tapi mau gak mau kita harus maju, Dar. Memaksakan Vanya ingat memori itu nggak sepenuhnya salah. Mungkin dengan begitu Vanya bisa sembuh? Gak takut lagi? Lebih berani sama mereka?"

"Gue ngerti maksud lo, tapi pelan-pelan kek. Baru ini Vanya bisa tenang. Makan tenang, tidur tenang, beraktivitas tenang. Lo gak tahu aja dia sempet sesak nafas karena terus-terusan kepikiran Elen sama para cowok brengsek itu. Kepulangan Elen sekarang tuh ngaruh banget dan lo datang-datang malah ngebuat dia kepikiran lagi."

Hening, mereka sibuk dengan opini masing-masing. Acel tidak mau kalah dan Adara lelah menyuruh Acel sabar.

Sebetulnya apa yang Acel lakukan itu ada benarnya. Tanpa paksaan, Vanya akan terus bergulat dengan memori buruk. Obat yang diberikan oleh psikiater juga gak bisa terus-terusan di konsumsi kan?

Terlalu banyak mengonsumsi obat itu berbahaya. Walaupun memang sudah ditakar oleh orang yang lebih ahli, namun tetap saja jika terus-terusan mengonsumsi tidak akan membuat tubuh menjadi baik.

Lagi pula, psikiater Vanya sendiri yang menyuruh Vanya lebih terbuka dengan dunia lama. Bisa jadi, itu salah satu cara agar Vanya mampu berdamai dengan masa lalu. Berat, tapi siapa tahu bisa membuat Vanya pulih.

"Lain kali kalo dibolehin Tante Clara ketemu sama Vanya, jangan bahas soal Gavin sama temen-temennya dulu. Ada waktunya buat kita semua ngebahas mereka," Ucap Adara pelan.

"Kalo itu mau lo, oke gue ikutin. Cuma jangan lama-lama, Dar. Waktu juga punya masa," Sahut Acel lembut.

"Ya udah, lo balik sana," Usir Adara tidak serius. Dia hanya bercanda namun memang nada bicaranya terdengar ketus.

"Dih, lo ngusir gue?" Sahut Acel berkerut kening.

"Mau ngapain lagi anjir? Vanya lagi istirahat, lo gak ada niat bangunin dia kan?"

"Enggak sih, eh kan tadi gue disuruh makan siang dulu. Kalo lo mau duluan balik ya sana balik aja," Ucap Acel lalu pergi turun ke lantai bawah.

Adara menatap datar punggung Acel yang semakin lama semakin lenyap dengan tangga. Acel, sebenarnya apa yang perempuan itu pikirkan?

Keunikan Acel membuatnya berpikir dua kali lipat. Adara tahu Acel itu baik. Sebelum masuk ke dalam dunia Vanya, mereka pernah bermain bersama di Bali, yang waktu nemenin Juna ketemu pacar LDR-nya itu. Semua baik-baik aja, gak ada tuh Acel yang berniat jahat atau rese.

Namun entah mengapa, Adara sangat kesal dengan apa yang perempuan itu lakukan di permasalahan ini. Mungkin benar, kalau kita memaksa Vanya bertemu dengan mereka semua akan segera terselesaikan. Hanya, Adara tak sanggup kalau Vanya kumat lagi.

Oh iya, ngomong-ngomong soal Vanya. Elen kemana? Adara baru sadar tadi di kamar gak ada Elen.

•••••

HER LIFE (OTW TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang