Chapter 1 : Canis Lupus

887 88 16
                                    

Blora, Central Java, Indonesia.

           Prelude menuju fajar masih lama. Waktu baru memasuki pukul empat pagi di sebuah hamparan datar tepi sungai berkerikil, di sebuah lokasi di tengah hutan jati. Lima kawanan pemburu mendirikan tenda-tenda camp di tepian sungai. Dua dari mereka tertidur pulas sejak tenda pertama mulai ditegakkan. Seorang lagi baru saja tersentak dari mimpi. Kemudian beranjak dan bergabung dengan dua rekannya yang bertugas berjaga-jaga.

           Langit biru kelam di atas kepala tampak melingkungi seantero pandangan. Bintang-bintang menjatuhkan refleksi di air sungai dangkal yang mengalir lembut. Membuat biasnya bergerak ke sana sini. Di barat, bulan sabit tampak menjauh, perlahan-lahan bersembunyi di balik reranting jati yang meranggas. Tak ada suara yang mampu mengalahkan nyanyian jangkrik di malam hari. Sesekali jeritan burung hantu dan raungan ajag terdengar pula di kejauhan. Di suatu tempat di dalam hutan, entah di mana.

           RICK, sang pemburu, berdiri terpesona pada semua yang bisa ditangkap oleh inderanya. Kedatangannya menghancurkan konsentrasi dua rekan yang sedang bermeditasi ringan. Rick, kala itu tak dapat menahan lagi suaranya.

           "Wow!" ia bergerak mendekat, "Malam macam apa ini, Kawan!"

           "Selamat bergabung, Rick. Duduklah! Di sini. Atau di mana pun yang kau mau. Semua batu dan kerikil adalah kursi-kursi Tuhan. Silahkan duduk! Agar sama tinggi kita."

           "Thanks, Mika. Kata sambutanmu itu terdengar—filosofis."

           "Ah, ya, Dinar melemparku ke dunia Gibran. Aku tersesat dalam drama-dramanya. Tersesat di Iram, Kota Tiang Tinggi. Tersesat oleh pesona Amina Divine yang misterius dan bijaksana. Ah! Andai aku bisa bertemu dengan sosok macam dia. Banyak yang ingin kutanyakan."

           "Wah, wah, Mikail! Kau membuatku salut!" Rick terkekeh tak sangka akan perangai pawangnya yang mendadak belagak bijak. "Azura—semoga tenang di manapun dia berada—juga punya banyak koleksi Gibran. Kau boleh baca di mansion kalau mau."

           Dinar tampak tersenyum simpul, meliriknya.

           Rickard Hudson adalah seorang lelaki setengah nordik dengan kulit coklat terbakar matahari tropis selama puluhan tahun. Usianya menampar angka 59 dalam beberapa minggu ke depan. Berpupil mata biru. Rambut putih terangnya menangkap cahaya bintang lebih baik daripada rambut yang dimiliki dua kawannya. Rambut Mika dan Dinar sehitam bayangan malam dan keduanya terlahir dengan sebuah kemampuan abnormal. Mereka telah banyak membantu Rick dalam pekerjaannya sebagai pemburu.

           Mikail hampir berusia 40 tahun, memiliki rambut panjang yang selalu diikat tinggi atau digulung seperti tokoh ksatria di film cina lawas, berkulit sawo matang, dan bertubuh kurus jangkung. Dengan kemampuan yang dimilikinya, Mika mampu berurusan dengan semua jenis binatang, jinak ataupun liar, dia mampu berkomunikasi sebaik dia mampu melembutkan mereka menjadi sekutu. Dia menyebut bakatnya dengan istilah Zoakinesis.

           Sedangkan Dinar—si pendengar budiman terduduk tepat di sebelah Mika, seperempat abad telah membawa kemampuan lahirnya dalam membaca energi tak kasat mata dan bahasa alam. Yang lebih mengesankan, dia telah berhasil mengembangkan kemampuan itu. Dinar pendiam, tetapi diam-diam membaca pikiran. Semua orang yang mengetahui bakat telepatinya menjadi waspada. Dia bukan vampir, peri, ataupun siluman. Dia adalah Dinar—seorang anak beraura indigo.

ANASTASIS : Beyond The Horizon (Rewrite in Process)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang