Chapter 26 : Rendezvous II

225 48 8
                                    

AURORA mendorong tubuh Victor yang menghimpitnya setelah beberapa saat hujan peluru mereda. Ia merasa gerah dan panas. Namun tak ingin membahasakannya secara gamblang. Bisa-bisanya, lelaki itu tidak berinisiatif sedikitpun untuk bergeser, malah bertahan menempelinya seperti magnet. Ia bertanya pada rumput di sekitar, apakah kelakuan itu layak dilakukan seorang keponakan kepada bibinya?

“Oh, maaf,” ucap Victor seolah-olah baru sadar atas ketidaknyamanannya. “Aku tidak bermaksud ...”

“Diamlah! Aku tak butuh penjelasanmu,” Aurora menyalip ketus. Tak sudi membalas pandangan bersalah Victor.

Beberapa saat kemudian, seseorang menginstruksi Victor untuk segera bergegas menuju mobil. Lelaki itu tanpa izin mencengkeram lengannya dan menyeretnya ke mobil. Bertelanjang kaki, setengah berlari, dan bersikap was-was pada serangan tak terduga. Dalam gelap, samar ia melihat para sniper masih menguncinya dan Victor sebagai target utama. Ia berlindung di balik tubuh Victor hingga tiba di dalam mobil dengan selamat.

Satu, dua, dan lima tembakan beruntun menghantam kaca mobil. Beruntung saja mobil itu berkaca anti peluru. Ia melihat sekilas Victor tersenyum mengejek para pengincarnya. Sementara di jok belakang, Dinar berbaring ketakutan di atas karpet berdebu, di area tempat kaki penumpang. Dinar tampak benar-benar manis dan penurut.

Aurora tersenyum-senyum sendiri setelah melirik Dinar di belakang hingga tak sadar Victor memandanginya, entah sejak kapan. Saat matanya bertemu dengan wajah Victor, senyum di wajahnya lenyap seketika. Ia membuang muka karena jengah. Mengutuk dalam hati. Ironisnya ia dapat melihat semut di balik horizon, tetapi kecolongan total dengan aksi harimau di sebelahnya. Belum. Belum saatnya Victor mengetahui keberadaan Dinar di dalam mobil tersebut.

Safety belt, please…” Victor memerintahnya dengan nada yang sangat lembut. Membuat siapapun tak dapat membantah. Oh! Ia masih tak percaya malam ini akan pergi kemana pun lelaki itu membawanya.

“Terima kasih,” ucap Victor lagi setelah ia memasangkan sabuk pengaman.

Mobil melaju dengan cara yang tidak ramah, spontan, dan sedikit ugal-ugalan demi mengelak dari serangan para sniper. Victor tampak mengantisipasi peluru khusus yang bisa saja digunakan para sniper untuk mengondisikan serangan. Di belakang, tampaknya Dinar sedang mengalami saat-saat yang tidak menyenangkan. Berusaha berkonsentrasi. Ia ingin sedikit menghibur Dinar melalui telepati.

Terima kasih sudah mau ikut bersamaku, Dinar.

Terima kasih juga sudah membuat kepalaku jadi bola pinball.”

Aurora berusaha menahan tawa, ia kulum senyum di balik telapak tangan. Tak ingin dua kali terpergok Victor sedang senyam-senyum sendiri seperti orang gila. “Bersabarlah. Kalau kau menuruti kata-kataku, hidup dan keselamatanmu akan aku jamin.”

Hah. Bagaimana kau tahu mereka akan menerimaku? Aku akan disisihkan. Mereka semua takut aku membaca pikiran mereka, membongkar rahasia-rahasia besar mereka.

Ya, itulah tugasmu. Aku ingin kau membaca pikiran Victor. Katakan! Apa yang sedang dia pikirkan?

Aurora tahu bahwa saat ini Dinar sedang mengutuknya habis-habisan. Dinar pasti merasa bahwa dirinya sedang dimanfaatkan dan diancam. Tetapi Aurora tak punya pilihan, ia butuh Dinar. Kemampuannya tak boleh disia-siakan atau jatuh ke tangan yang salah. Suka atau tidak, kelak Victor harus menerima Dinar sebagai seorang sekutu. Sebab bila musuh mendapatkan Dinar, Victor juga yang akan rugi.

Victor … keponakan bejatmu itu sedang memikirkan cara bagaimana melepaskan tubuhmu dari cengkeraman gaun stellarium itu.”

Aurora melirik Victor, lelaki itu tampak sedang fokus mengemudi ke arah pintu gerbang mansion. “Benarkah begitu?

ANASTASIS : Beyond The Horizon (Rewrite in Process)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang