Chapter 13 : Synthetic Aphasia

267 47 2
                                    

          DINAR tiba di kediaman saat posisi matahari tegak lurus di atas kepala. Ia buka kunci rumah kayu kecil itu dengan cepat, kemudian masuk seperti bayangan ditelan malam. Namun beberapa saat kemudian ia kembali keluar dengan tergesa-gesa, teringat bahwa sekarang ia memiliki sebuah jip off road sebagai bayaran atas kerja kerasnya membantu Rick Hudson dan Aurora. Sebab belum terbiasa memiliki sesuatu yang berharga, ia sampai lupa memasukkan jip itu ke pekarangan rumah. Ia tinggalkan di pinggir jalan desa dengan kunci tercantol di dalamnya.

          “Hah, demi mendapatkanmu aku harus melewati perjalanan yang penuh bahaya, bertemu orang-orang gila!”

          Dinar menggerutu sembari memarkirkan jip itu di bawah sebuah pohon rindang di samping rumahnya. Beberapa jenak ia duduk di sana, memekuri situasi dan kondisi yang ia tinggalkan tanpa pamit dan pesan.

          “Aku tidak akan menerima pekerjaan selain jadi pawang buru di rumahku. Tidak juga jadi pengurus harimau seperti Mika dan Bayang. Aku tidak ingin terlibat dalam kehidupan yang mengelilingi Rick Hudson. Mereka semua …”

          Dinar menghempas jidatnya ke setir, berusaha mengenyahkan pengetahuan yang ia dapat dari kepala Rain Parker. Tokyo, Badai Pasifik, operasi bawah laut, hybrid warfare, apapun yang akan terjadi sesaat lagi akan mengalahkan kemunculan Aurora di hutan jati yang sangat fenomenal. Dunia akan berguncang dan gelombang tinggi akan menghempas ke segala arah. Saat ini, ia mungkin berada di tempat teraman di dunia. Tetapi rasa aman itu tidak akan bertahan lama. Awan hitam yang membubung dan angin yang berhembus kencang memberitahunya bahwa perang yang sesungguhnya dan bencana besar akan segera datang.

          Menegakkan kepala dari setir, Dinar menyesal tidak memiliki satupun cara dan kesempatan untuk memberitahu mereka yang tidak terlibat konspirasi untuk mempersiapkan diri. Paling tidak, sekarang ia harus menghubungi seseorang.

          “Aurora.”

          Harapan Dinar seketika mengecut, teringat gadis itu tak punya alat komunikasi zaman kini. Satu-satunya cara berkomunikasi dengannya adalah melalui telepati. Tetapi apakah mungkin semua itu dilakukan dari jarak jauh?

          Baru saja Ibu Malina mengangguk, menyetujui bahwa beliau akan tutup mulut atas apapun yang akan disampaikannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

          Baru saja Ibu Malina mengangguk, menyetujui bahwa beliau akan tutup mulut atas apapun yang akan disampaikannya. Yakni sebuah realitas yang tak bisa dilihat oleh mata awam. Di hadapannya, sepasang mata tua sedang memandang cemas, namun mata itu tak pernah cukup tua untuk merasa gentar. Usai melakukan teknik pernafasan yang benar beberapa kali, akhirnya ia putuskan untuk bicara.

          “Ibu tahu, 'kan, aku diincar banyak bajingan?”

          Ibu Malina mengangguk cepat. Membiarkannya meneruskan.

          “Entah siapa, tapi yang pasti mereka banyak,” Aurora kembali menarik napas, mencoba membulatkan situasi dalam sebuah analogi sederhana. “Aku tak bisa menjelaskan secara detail sekarang. Tidak ada waktu. Dengar Ibu, situasinya seperti ini: Aku mengetahui sesuatu yang A dan B ingin ketahui. A dan B bukan sekutu dan sama-sama punya dua opsi. Menangkapku atau membunuhku—itulah strategi adil dari kompetisi mereka. Kalau A menangkapku, maka B akan membunuhku. Begitu pula sebaliknya. Selain itu, aku sudah bersumpah pada C untuk menjaga pengetahuan itu demi kebaikan C. Sisanya adalah D, kaki tangan C untuk membantuku. Sampai di sini apa ibu sudah paham?”

ANASTASIS : Beyond The Horizon (Rewrite in Process)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang