Chapter 24 : Memoir of A Dream

177 51 5
                                    

VICTOR. Hari ini ia akan kembali menjadi sosok itu. Sosok yang setahun lalu dinyatakan mati terbunuh dan dikubur di belakang mansion. Lokasi makamnya berada di area teduh dan indah, di bawah pepohonan rindang, di sekeliling taman bunga, dan tak jauh dari suara gemericik air waduk. Kemarin ia mendapat laporan dari Violet bahwa makam tersebut dibongkar oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab. Ya, tahu sendirilah siapa orangnya!

“Pintu gerbang mansion pamanku akan terbuka otomatis dengan alat pendeteksi hologram rahasia yang berada di plat,” ia  berusaha menjelaskan kepada semua orang yang terhubung dengannya,  di manapun mereka berada. “Hologram itu sudah kuaplikasikan di plat mobilku sekarang. Aku akan berhenti tepat di depan kamera sensor. Saat pintu gerbang terbuka, kalian semua cepat masuk ke dalam. Aku tidak ingin ada yang mengular ke semak-semak. Setelah kalian semua masuk, baru aku masuk. Elit Ace, do you guys copy?”

Beberapa suara menyahut, beberapa suara bergumam, dan selebihnya bersungut kesal. Ia tidak mau tahu, segalanya harus berjalan sesuai dengan instruksi yang ia berikan.

Di Barat, matahari kian condong ke ufuk, menyebarkan rona lembayung pada awan-awan putih di lapisan langit yang tinggi. Victor, Jester, atau persetan ia dipanggil apa—akhirnya kembali menjejakkan kaki di jalan yang pernah ia tinggalkan. Ia akan bertemu dengan orang-orang yang pernah menjadi keluarganya—seandainya mereka masih sudi menganggapnya. Ia merasa insecure setiap kali menebak-nebak bagaimana respon mereka kelak saat mengetahui bahwa ia masih hidup. Bisa jadi mereka akan membenci kenyataan yang ada, seperti yang dilakukan Zeal. Jujur saja ia tetap merasa gugup meskipun sudah membawa serta delapan orang-orang andalannya. Ia tahu, daftar pembenci dan pecinta nama Victor di planet ini tidak akan pernah berkurang sama sekali.

Rain Parker, Lizardous, Edward Dewan, Marshall Alison, Judas Karamazov, Fredo Luccini, Grey Salomon, dan Sauron yang tertua. Mereka semua telah keluar dari mobil masing-masing ketika ia baru saja memarkirkan mobil di barisan paling belakang. Dari pintu masuk mansion, muncul sosok paman dan papanya menyambut para lalat tak diundang. Sam dan Rick. Satpam di pos keamanan tentunya sudah melaporkan ada infiltran masif yang masuk melalui penyensoran hologram. Wajah kedua kakak beradik Hudson itu tampak tak habis pikir dan bertanya-tanya. Bagaimana para bedebah Ace masuk dengan cara seperti itu. Tak seorangpun kecuali anggota keluarga Hudson memiliki fasilitas hologram.

In what purpose—you all—the sons of a bitch—come to my house?”

Sam Hudson mengucapkan kata sambutan seperti yang sudah ia tebak. Begitulah perangai sang paman bila tidak senang, alias ‘tidak akan pernah' senang pada teman-temannya barang sebiji pun. Sikap Sam Hudson tidak berubah dari dulu hingga sekarang. Terlebih Rain baru-baru ini melibatkan lelaki itu dalam skandal yang nyaris mempertaruhkan keutuhan rumah tangganya. Masih jadi pertanyaan besar bagaimana sang paman bisa masuk ke perangkap murahan seorang jalang yang selama ini beliau hindari setengah mati. Paman, oh, paman!

We’re coming for the feast, Sweetie,” Rain menyahut dengan nada dan senyum yang seketika membuat Sam Hudson masuk ke mode siap membunuh siapa saja.

“Sam …” Rick tampak mengantisipasi kontrol emosi sang adik yang buruk. Papanya baru saja menarik lengan pamannya ke belakang. Berusaha mengambil alih dialog. “Masuk!”

“Aku tak percaya kau mampu mengusir mereka,” Sam Hudson menggeram tertahan.

Para pejantan Ace tampak saling melempar pandang, rata-rata ekspresi mereka datar. Marshall bahkan tak henti menguap karena muak menjadi bagian dari operasi ini. Hanya satu betina saja yang geratil dan provokatif. Tidak heran, sudah bawaan lahir setiap wanita suka mempermainkan emosi dan perhatian seseorang yang disukainya. Rain, Rain!

“Kau lebih baik masuk ke dalam sekarang, Sam. Biar kudengarkan tujuan dan alasan mereka datang ke sini. Dengarkan aku! Masuk!”

“Ini rumahku, otoritasku. Kalau selangkah saja kau biarkan mereka masuk, akan kulaporkan kau ke polisi.”

ANASTASIS : Beyond The Horizon (Rewrite in Process)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang