Chapter 30 : Übermenschen

201 50 9
                                    

“Selamat hidup kembali—” ucap seorang lelaki lewat paruh baya yang tampak sibuk menggosok sebongkah berlian berwarna biru. “—Jack.”

JACK perlahan-lahan bangkit menumpu siku, matanya berkedip berusaha menggapai seratus persen kesadaran. Ia tidak tahu berapa lama dirinya sudah pingsan tak berdaya di lantai dingin. Terakhir kali, ia ingat rasa sakit tikaman yang mencincang dagingnya secara virtual. Ia sempat berpikir bahwa kali ini adalah akhir dari hidupnya yang kelam bersama Alan. Oh, Aldebaran … apa yang sebenarnya terjadi pada anak menyebalkan itu!

“A-aku masih hidup,” ucap Jack terbata-bata, layaknya orang sedang mengigau.

“Ya, kau masih hidup.”

“Oh. Syukurlah.”

“Saudara kembar berengsek itu sama-sama berjuang agar Aldebaran tidak meninggalkan arena,” tutur si lelaki tua tanpa mengalihkan pandangan dari berlian di tangannya.

Jack menarik napas panjang, tampak bingung. “Si—siapa yang kau maksud si kembar berengsek?”

“Hm, sepertinya kau belum sadar betul—sampai-sampai tak bisa menebak siapa yang kumaksud. Si kembar—siapa lagi kalau bukan kekasih-kekasih kita!”

Jack menggeleng lemah, masih belum mendapat gambaran konkrit situasi yang telah membuatnya tumbang saat memantau operasi Ace dan Assassin di Hudson Mansion. Saat itu ia telah mendapat konfirmasi bahwa Victor sudah berhasil mengamankan Aurora beserta Ibu Malina, Elit Ace sudah berlayar dengan kapal Antonia meninggalkan Singapura, sementara anak-anak asuhnya masih harus menjalankan misi untuk mengawal Alan dan anggota keluarga Alison yang akan ikut dalam kloter kedua.

Semua orang akan berkumpul di satu tempat. Di sinilah markas baru konsorsium gabungan yang dibangun oleh Marc Roger Vanzoden, alias lelaki tua bangka tak tahu diri yang mengaku-ngaku sebagai suami Aurora. Menjijikkan sekali! Dasar pedofil! Jack sempat menyumpah serapah dalam hati.

“Tuan Marc, aku masih tidak mengerti … apa yang terjadi pada Alan?” Jack kembali menghidupkan dialog yang sangat kaku antara dirinya dan lelaki tua itu. Ia coba melupakan sedikit kejijikannya.

“Kenapa tidak kau tanyakan pada bidak-bidakmu?”

Jack berkeras dengan santun, “Kau terlihat lebih tahu banyak hal daripada bidak-bidakku. Maksudku, tentang si kembar yang telah menyelamatkan Alan.”

Lelaki tua itu tersenyum remeh menanggapinya, “Bergosip dengan manusia standar macam kau adalah penghinaan untukku, Jack. Kau hanya beruntung karena lahir sebagai keturunan yang sengaja dijaga kesucian silsilahnya. Tetapi sebenarnya, kau dan Victor, tak lebih tak kurang hanya beban saja.”

“Tuan, kalau kau tidak mau menjawabku, setidaknya jangan serang pribadiku—yang lugu ini.”

“Kalau kau tidak membiasakan diri dengan serangan personal, siap-siap saja tersisih dan jadi sampah.”

“Baiklah, aku coba. Lantas, disebut apa kelas di atas kelas manusia standar dan hina macam aku?” Jack bangkit ke posisi duduk dari atas lantai dingin. Menatap lekat sosok yang duduk tegak di hadapan sebuah meja kayu usang, menghabiskan waktunya menggosok sebongkah berlian yang beratnya sekitar dua kilogram. Sebuah berlian yang tak ternilai harganya.

“Tidak ada. Tidak dibutuhkan, meskipun ada banyak istilah yang tercipta dalam dunia literatur dengan peran-peran legendaris.”

“Aaah … Übermenschen.”

“Tanpa teori evolusi antar spesies.”

“Baiklah, aku mengerti maksudmu. Bisa dibilang, dugaanku tentang Arzu kau klarifikasi benar adanya. Aku sudah menebaknya dari dulu. Tetapi aku tak pernah mendapatkan informasi lebih. Arzu mengetahui banyak hal yang menakjubkan. Pengetahuannya yang gila bahkan pernah membuatnya berada dalam bahaya.”

ANASTASIS : Beyond The Horizon (Rewrite in Process)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang