Chapter 38 : Subconscious Anomaly

114 23 8
                                    

AURORA tiba di dapur kabin tanpa merasa canggung sama sekali. Meskipun tahu eksistensinya adalah magnet berdaya tarik kuat, ia tetap berusaha bersikap ala kadarnya. Melangkah ringan tanpa beban menuju lelaki botak yang baru saja hendak mengantarkan satu nampan makanan untuk Dinar.

Lelaki itu adalah Edward Dewan, si patologis.

“Untuk Dinar, kan?”Aurora mengulurkan tangannya hendak mengambil alih nampan. Lelaki botak itu terkesiap, menatap tak berkedip beberapa jenak. “Berikan padaku! Biar aku saja yang mengantarnya.”

“Eh. Baiklah,” Edward berusaha melenturkan sikapnya setelah menyerahkan nampan ke tangan Aurora. Lelaki itu membuka mulut, hendak mengatakan sesuatu untuk memecahkan suasana yang tiba-tiba kaku. Tetapi lidahnya seolah terbelit. Edward tak mengeluarkan kata sepatah pun.

Aurora bergegas dari hadapan Edward, namun langkahnya tertahan setelah melihat isi nampan. Ia cepat-cepat kembali mencegat Edward .

“Tunggu! Boleh aku minta nasi porsi ganda dan beberapa potong ayam goreng? Saus pedas juga. Sepertinya ratatouille dan sup labu ini tidak cocok dengan seleranya. Makanan di nampan ini untukku saja.”

Edward menarik napas panjang sebelum menganggukkan kepala, tampak  memahami permintaan Aurora. Setelah beberapa jenak, fungsi organ artikulasinya kembali normal.

“Huh, ya, aku lupa dia butuh protein dan vitamin untuk pemulihan. Sebentar! Kami akan siapkan menu baru untuknya.”

“Terima kasih.”

Aurora mengangguk dan membiarkan Edward berlalu memberi perintah pada rekan-rekannya yang mengendalikan dapur, meminta mereka mempersiapkan menu baru untuk Dinar. Menoleh ke bagian paling ramai di dapur kabin tersebut, ia tak sengaja mendapati sepasang bola mata almond yang entah sejak kapan mengawasinya. Victor mengangkat gelas bir ke udara. Aurora memilih diam tak merespon. Menatap hampa, tanpa ekspresi sama sekali.

Tepat di sebelah Victor, tampak sosok berkulit gelap yang sekilas tersenyum padanya. Ia ingat pernah melihat lelaki itu saat diseret naik ke kapal pesiar Antonia. Lelaki itu juga sempat memantaunya dengan teropong bersama Antonia dan Aldora. Ia sudah kenal dengan para bidak Ace, tetapi lelaki berkulit gelap itu ... ia tidak punya referensi.

Aurora menarik pandangan ke arah lain, menemukan sebuah meja kecil yang dikuasai sosok lelaki bertubuh besar. Lelaki besar berkulit merah eksotis itu menyendiri di sudut kabin. Arah duduk dan pandangannya menghadap ke dinding kabin, membelakangi keramaian. Gelagatnya seakan sengaja memisahkan diri dari yang lain. Aurora tiba-tiba merasa penasaran dengan sosok itu, tanpa pikir panjang ia datang mendekat.

“Boleh aku duduk di sini?” Aurora bertanya pada sosok itu. Berhasil menahan rasa terkejut saat matanya melihat wajah penuh cacat luka permanen.

Sosok itu menatap tajam Aurora sebelum menendang kecil kursi di seberang meja. Sandaran kursi membentur dinding, memberi Aurora jalan untuk duduk. Aurora merasa lega dan tertarik. Tak menyangka akan bertemu sosok-sosok unik. Sejak awal ia hanya fokus pada si ketua di pusat kerumunan, tak sempat memperhatikan mereka yang berada di tepian margin.

Aurora mengaduk sup labu sembari mencuri pandang. Lelaki itu sedang menyantap sepotong roti padat berukuran besar, daging asap, salad sayur, dan minuman soda ringan. Tahu diperhatikan, lelaki itu akhirnya bersuara.

“Namaku Russell, Little Lady.”

Suara itu terdengar serak dan sangar. Tentu saja. Sesuai dengan penampilan.

“Namaku Aurora, bukan Little Lady.”

“Aku tahu. Tetapi aku bekerja dengan Little Maester, jadi aku harus memanggilmu Little Lady.”

ANASTASIS : Beyond The Horizon (Rewrite in Process)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang