Chapter 4 : Shanghaied in Orchard

415 61 12
                                    

           "Ada yang mau tambah teh?"

           SAM HUDSON melirik tiga wanita yang duduk di kursi-kursi gazebo di sekelilingnya. Ibu Malina, Zeal, dan sang istri, Alicia Hudson. Beberapa detik berlalu, namun tak satupun dari mereka menanggapi. Pertanyaannya berembus seperti angin lalu.

           "HMM," Sam berdeham keras. "Ada yang mau tambah teh?"

           Dua kali pertanyaannya diacuhkan. Baiklah. Sam memutuskan untuk mengibarkan bendera putih.

           Mengalihkan fokus ke diri sendiri. Di posisi duduknya, siraman intens matahari sore terasa sehangat teh cina buatan Ashley. Teh nikmat itu terhidang bersama kukis dan biskuit. Ia barusaja minta tambah secerek lagi ketika para wanita itu masih juga bergeming. Membatu. Apatis. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Ergggh! Kondisi ini merupakan efek videocall dramatis dengan seseorang yang sekarang terkenal paling misterius di dunia.

           Aurora.

           Efek Aurora.

           Ck, dia mungkin akan masuk Guinness World Record atau bahkan Seven Wonders of the World!

           Sam mendengus berat karena  diacuhkan oleh ketiga wanita itu. Tetapi ia tak boleh menyerah untuk membuka kembali percakapan. Efek Aurora harus dienyahkan. Sam lantas bersedekap dan menyandarkan punggung di sandaran kursi. Kemudian ia memicing menatap wajah ketiga wanita itu satu per satu. Memutar otak, mencari akal. Ia yakin melodrama di gazebo ini akan berakhir sekejap lagi. Tunggu saja.

           Sam melayangkan lirikan ke arah Zeal. Seketika mendapat sebuah topik pengalihan. "Hm. Zeal, bagaimana keadaan si albino? Apa dia cocok dengan makanannya?"

           Zeal, kala itu tengah menatap nanar kuntum teratai di kolam tak jauh dari gazebo. Gadis itu membalas pertanyaannya dengan anggukan datar. Sam merutuk dalam hati. Pengalihan itu semakin memperparah mood-nya. Zeal sama sekali tidak menyahut atau sekedar berbasa-basi.

           Nihil.

           Sam kembali mendengus dan menyesap teh dengan perasaan berat. Tak seharusnya pula ia mengharapkan respons lebih dari gadis itu. Detik ini, rasa bersalah kembali mengepung jati dirinya sebagai seorang Hudson. Rasa bersalah selalu menerornya setiap kali melihat wajah Zeal menekuk dengan mata menerawang. Benar. Sampai detik ini, gadis itu belum juga menampakkan tanda-tanda regenerasi semangat yang biasa dimilikinya.

           Semua ini gara-gara anak haram itu!

           Sudah setahun lebih Zeal menderita depresi. Enam bulan pertama disebabkan kematian kekasihnya, Victor, yang terbunuh dalam perkelahian dengan kelompok misterius. Tujuh bulan selanjutnya (hingga sekarang), dia nyaris gila karena putrinya diculik oleh Plumeria. Alias K-A-R-A. Keponakannya sendiri.

           Sam tak putus-putusnya mengutuk gadis itu. Entah ke mana anak haram saudaranya itu pergi membawa Victoria. Hatinya menjerit setiap mengingat bahwa Zeal -- sama sekali belum melihat bayinya. Sudah berbulan-bulan Kara menjadi buronan polisi. Sungguh sulit dipercaya -- akan sesulit itu menangkapnya. Entah sejak kapan gadis gila yang mengklaim dapat melihat masa depan itu menjelma jadi belut yang sangat licin.

           Sam tak ingin menganggap Kara sebagai bagian dari keluarga Hudson lagi. Ia malu. Berulang kali ia mendesak Rick untuk menghapus Kara dari daftar keluarga besar Hudson. Namun Rick masih menggantung tuntutannya. Rick yang lemah itu masih menunggu penjelasan dari anak haramnya. Kenapa, Nak? Kenapa kau lakukan semua ini pada Zeal? Ya, kira-kira begitulah sikap Rick menghadapi Kara. Lamban dan tidak tegas.

ANASTASIS : Beyond The Horizon (Rewrite in Process)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang