Chapter 28 : Rhesus Negative

257 55 59
                                    

Terima kasih sudah menjawab questionnaires saya di chapter sebelumnya. Tidak membalas komentar bukan berarti tidak membaca yaaa. Dan sejauh ini ... kalian ... Awesome!

Fyi, untuk satu chapter rata-rata sudah 3k-an kata (diluar note gak penting ini). Pembaca semakin hari semakin sepi. Dah lah. Next chapter fikss gue tamatin. Alan mati kehabisan darah. Jack auto mati. Zeal depresi, bunuh diri. Kapal Antonia tenggelam lagi. Victor, Aurora, Dinar, dan semua Elit Ace mati di Samudera Hindia. Kelompok assassin bebas dan hidup menjadi psikopat. Hannah jadi gila. Terus plot twist Ben bunuh Hannah. Ternyata, selama ini Ben berhubungan dengan Kara. Kara dan Ben kemudian menikah tanpa halangan. Mereka membesarkan Victoria bersama-sama. Hidup bahagia selamanya.

Alhamdulillah akhirnya bisa cepat selesai ...

Sudah dispoiler ya ... jadi ... selamat membaca!

***

KARA melihat papanya datang menyongsong ke dalam terowongan dengan sebuah senter fokus. Lelaki itu terperenyak melihat kejutan yang ia berikan. Segaris senyum yang menawan dan sebuah revolver di tangan, tampak siap meletus kapan saja. Ia harus mengapresiasi naluri kabapakan yang ada dalam diri Rick Hudson. Seakan-akan tahu bahwa segalanya tidak baik-baik saja, lelaki itu datang di saat yang krusial. Alan baru saja jatuh berlutut, terbatuk-batuk, tak tahan lagi berpura-pura kuat menanggung luka-luka tikam yang ada di sekujur tubuhnya.

“Alan …” Rick Hudson terpekik dan berlari menjangkau putranya yang baru saja muntah darah. Melintasi dirinya yang hanya dianggap tembok belaka. Kara memutar bola mata. Akhirnya ayah dan anak itu memiliki momen manis setelah sekian lama tercerai-berai. “Aku akan menggendongmu, Nak. Naiklah ke punggungku. Kau akan baik-baik saja.”

Oh, betapa manisnya drama di keluarga Hudson. Kara benar-benar terharu melihat apa yang sedang dilakukan papanya untuk Alan saat ini. Alan mengerang kesakitan saat berusaha bangkit kembali menegakkan kakinya. Rick pun berusaha untuk tidak panik melihat darah sang putra mencemari pakaiannya. Air mata sang ayah bercucuran tanpa sadar. Alan kini berjalan tertatih-tatih dengan bantuan papanya. Kara tak mampu berkata-kata. Senyumnya tersimpul lebar. Kenikmatan apa lagi yang mampu ia dustakan sekarang?

Tanpa menunggu ayah dan anak yang bergerak lambat seperti siput sekarat itu, Kara melenggang lebih dulu menjangkau tangga besi di ujung terowongan. Ia mendaki naik sambil bersenandung rendah dan keluar dari pintu yang tertutup rimbum bunga-bunga di taman Hudson Mansion. Tak ada kendala sama sekali. Ia tidak ingin buang-buang waktu berada dalam terowongan pengap itu. Victor telah berhasil memanfaatkan situasi di saat ia terjebak, tidak bisa melakukan apa-apa. Semua itu tentu berkat talenta Jengo, peramal masa depan yang kini menjadi orang kepercayaan Victor dalam strategi waktu. Manusia bongkahan batu bara itu pasti memberitahu Victor kapan waktu yang tepat untuk menyerang, dan kapan waktunya untuk mundur.

“O-ow! Ada honey bunny sweety juga di sini …” Kara sedikit terkejut melihat Zeal menyambut di depan pintu terowongan dengan sebuah pistol terarah ke kepalanya. Membuatnya terbahak-bahak. “Hey! Santai! Aku juga punya!” Kara melambai-lambaikan revolver milik Alan di hadapan wajah Zeal. Tak luput cipratan darah masih menempel di sekujur pergelangan tangannya.

Otomatis saja wajah Zeal membeku, tampak mati setelah berkali-kali mati. Kenikmatan apa lagi yang bisa ia dustakan? Melihat Zeal menderita seperti ini adalah kebahagiaan hakiki dalam hidupnya. Ia tidak butuh senjata apapun untuk menghadapi semua orang. Ia hanya butuh Victoria saja sebagai tameng. Tidak akan ada yang berani menyentuhnya. Victor, Alan, Hannah, Jack, mereka semua jadi tumpul karena si kecil mungil itu.
Zeal menurunkan pistolnya dan ia pun melempar asal revolver itu ke atas rumput. Yang paling tajam di dunia ini bukanlah mata peluru ataupun pisau, melainkan lidah tak bertulang.

ANASTASIS : Beyond The Horizon (Rewrite in Process)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang