13 | [೫]

17.6K 3.3K 44
                                    

Dia teringat dengan janjinya pada Garbapati. Tak ada rasa curiga ataupun was-was ketika pria itu ingin bertemu Laras lagi setelah senja hari. Lagi pula meskipun dianugerahi dengan wajah sadis, namun Garbapati nampak seperti pria lugu yang sangat menjaga jarak dengan wanita, bukan pria mesum dengan mata jelalatan──ia hanya terlihat tak lebih seperti pria gugup tak berpengalaman.

Segera membereskan sisa dedaunan kering yang terserak agar bisa bergegas untuk bersiap-siap, Laras menggesekkan sapu ijuknya kuat-kuat ke atas tanah. Semenjak Garbapati sangat tertarik dengan jenis lukisan Laras, membuat dia tak sabar untuk kembali bertemu dengan-nya dan menceritakan bagaimana Laras bisa menemukan aliran lukisanya layaknya dia menemukan jati diri.

"Namanya terdengar asing,"

Ah, satu lagi. Laras tak boleh lupa untuk menanyakan di mana si introvert itu tinggal jika mereka bertemu sore nanti. Apakah Garbapati benar-benar memiliki rumah di tengah hutan yang jauh dari peradaban karena ia sangat suka menyendiri? Karena baru saja Nyai Sudrati berkata jika dia benar-benar tak mengenali pria itu.

"Nyai belum pernah mendengar namanya?" Laras mengerling, "Dia tinggi, ubun-ubunku bahkan hanya mencapai pundaknya saja. Badannya kekar, kulitnya──bagaimana aku menjelaskannya, ya. Eung ... oh, warna kulitnya di tengah-tengah, antara kuning langsat dan sawo matang. Aku tidak bisa mengatakan kulitnya secerah kuning langsat, tapi tidak segelap sawo matang."

Nama Garbapati saja sudah terdengar asing, jangan lagi dengan tampilan pria itu yang kurang bisa Laras deskripsikan dengan baik. Tak pernah wanita itu jumpai seorang pria sudra yang terdengar seperti seorang bangsawan secara fisik. Semua orang sudra bekerja keras, tak peduli seberapa terik mentari menusuk tulang-tulang rapuh.

Rasanya aneh ketika ada seorang pria dewasa dari kasta rendahan yang memiliki kulit sebersih itu. Jangan mengatakan sawo matang, kebanyakan pria sudra di Majapahit bahkan berkulit cenderung coklat kehitaman. Nyai Sudrati sendiri sebenarnya juga ragu dengan pengakuan Laras yang sebatas rakyat sudra semenjak pria berkuda itu menitipkannya di sini. Kulitnya yang seputih susu bukanlah identitas sudra.

"Apa mungkin dia bukan orang asli Majapahit?" Wanita itu meletakkan nampan rotan dengan biji-bijian kering di atasnya.

Laras kembali mengerling sambil memiringkan kepala, "Maksud Nyai?"

"Barangkali temanmu itu berasal dari luar Majapahit atau bahkan luar Jawadwipa. Atau, mungkin ia lahir dari orang tua yang bukan berasal dari Jawadwipa. Karena kata Ibuku dulu, orang Jawadwipa rata-rata memiliki kulit sawo matang.

"Prabu Jayanegara misalnya. Aku dan mendiang suamiku pernah pergi ke Daha saat pengangkatan Prabu Jayanegara menjadi Yuwaraja⁴. Beliau masih sangat muda saat itu, jadi kulitnya benar-benar kuning langsat, sangat berbeda dari orang Majapahit pada umumnya. Itu karena Ratu Indreswari bukan orang asli Majapahit ataupun lahir di Jawadwipa, Ibunda Prabu Jayanegara adalah putri dari Kerajaan Dharmasraya⁵. Ah, atau mungkin temanmu itu berasal dari sana juga?"

Laras bergeming beberapa saat. Jika benar Garbapati berasal dari sana juga, tak ayal kenapa pria itu menyembunyikan keberadaannya dari warga asli Bedander. Ah, mungkin Laras juga bisa menanyakannya ketika dia dan pria itu akan bertemu sore nanti. Rasanya aneh pula jika warga Bedander pun tak pernah menemukan seorang Garbapati selama ini. Keberadaanya benar-benar disembunyikan dengan batang-batang pohon yang magis.

Atau, jangan-jangan Garbapati adalah makhluk halus penunggu hutan dan Laras yang hanya bisa melihatnya? Seperti di film-film agaknya. Benarkah? Pantas saja ia tampan!

❀⊱┄┄┄┄┄┄┄┄┄┄┄⊰❀

"Ada apa, Laras?"

Berbekal obor dengan apinya yang hampir amblas dilahap angin, Laras berjalan menyusuri jalan setapak dengan ilalang-ilalang yang menggoda daun telinga. Cahaya bulan menelusup diam-diam, menghantarkan larik-larik misterius yang membias tanah penuh semak. Dia mengangkat jaritnya setinggi di atas mata kaki, memudahkan langkahnya untuk melebar melintasi padatnya bebatuan besar. Konsentrasinya itu tak teralihkan sebelum bayangan seorang pria melingkupi tubuh mungilnya.

JAYANEGARA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang