25 | [೫]

15.4K 2.6K 35
                                    

Hari ini Laras bekerja di bawah Ki Gana. Terlihat, seniman kerajaan memang tidak sesibuk para Menteri yang terus mondar-mandir ke luar masuk ruang pertemuan. Namun, profesi tersebut tidaklah semudah itu untuk dilakukan seenak hati. 

Jika sang Raja akan membuat sebuah bangunan baru, seorang seniman akan mengerjakan beberapa fase. Setiap bagian pada bangunan akan memiliki tangan ahli. Pembuat pola. pencipta relief, dan pemberi warna akan dikerjakan oleh seniman yang berbeda. Tak boleh ada kesalahan pengerjaan. Sekali tergores secara tidak sengaja, maka harus dihancurkan dan benar-benar dimulai kembali dari awal. Itulah sebabnya setiap kali seorang seniman kerajaan akan bertindak, mereka harus terlebih dulu berpuasa. 

Sebagai seorang anak magang, Laras belum diberi pekerjaan seberat itu. Sehari-harinya dia masih sebatas membantu Ki Gana, dan sesekali merangkap menjadi asisten pribadi Adityawarman yang tengil. Pun, keahlian Laras dalam seni lukis dengan aliran romantisme akan menjadi sebuah terobosan baru bagi keraton. 

Aliran itu jelas belum ada di abad ini, Laras hanya berbohong jika aliran tersebut adalah bagian dari kejeniusannya sebagai seorang seniman. Tak mungkin Laras akan dengan sadar berterus terang jika dia mempelajari romantisme dari program studi yang dia ambil. 

Tunggu. Semua yang Laras lakukan adalah sesuai dengan alurnya di masa lalu, bukan? Berarti aliran romantisme bukan hanya kebohongan Laras? Itu memang benar-benar hasil kejeniusan Laras? 

Jadi, Laras adalah gadis yang mencetuskan aliran romantisme untuk pertama kali? Bukannya aliran ini baru ditemukan di daerah Perancis? Tidak. Tidak mungkin. Ini bahkan sudah tidak bisa dijangkau nalar.

"Apakah seperti ini, Ndoro?" 

Laras menaikkan kedua alisnya pada Pak tua pengerajin kayu. Kepalanya mengangguk karena hasil yang pria itu kerjakan benar-benar sesuai bayangannya. 

Selama beberapa kesempatan Laras melukis, dia memang harus bersusah payah untuk mengambil posisi yang nyaman. Laras tidak memiliki easel. Jadi, akhirnya dia putuskan untuk menggambar model easel sederhana yang sanggup dicerna otak manusia zaman purba, dan memberikannya pada seorang pengerajin kayu untuk dieksekusi.

"Jika boleh tahu, untuk apakah barang asing ini?" 

Eksistensinya sebagai seniman wanita satu-satunya di kerajaan tentu cukup menggemparkan. "Untuk melukis, Ki," jawabnya. 

Laras kemudian memberikan sebuah kantung goni kecil yang berisi gundukkan koin. Sebanyak 200 keping bertumpuk acak setelah Pak tua membukanya sedikit untuk mengintip. Kedua alisnya jelas langsung bertaut heran. "Ndoro, sepertinya ini terlalu banyak. Aku hanya memberi harga 90 uang gobog saja,"

Laras tersenyum seraya mengangkat easel. "Tidak papa. Anggap saja sebagai tambahan." 

Gadis itu kemudian langsung bergegas untuk kembali ke istana. Masih ada banyak urusan yang harus dia kerjakan. Tersisa beberapa menit lagi sebelum dia dan Ki Gana akan pergi ke Wengker. Meninggalkan Jayanegara lagi yang akan cemberut karena Laras sudah seperti Bang Toyib jika sedang berdinas ke luar Trowulan. 

Namun, pacaran secara sembunyi-sembunyi itu memang nyaris membuatnya gila. Mau bagaimanapun, Jayanegara adalah seorang Raja besar. Dan statusnya yang sampai saat ini belum memiliki istri membuat para pejabat menyodorkan putri mereka untuk dijadikan sebagai permaisuri yang akan melahirkan ahli waris. Persetan dengan Jayanegara yang tidak berdarah Jawa murni. Setidaknya, setelah itu, mereka mungkin bisa melakukan kudeta. Dasar licik. 

Dan jika dengan tiba-tiba Ibu Tribhuaneswari memaksa Jayanegara untuk menikahi putri dari kerajaan lain atas dasar politik dan kepentingan istana, maka Laras tidak tahu lagi bagaimana nasib hubungan mereka. Menjadi orang miskin memang semenderita ini. 

JAYANEGARA ✓Where stories live. Discover now