27 | [೫]

14.5K 2.8K 100
                                    

Tarikan pada bibir Laras tak sedikitpun mengendur ketika dia melihat Sudrati yang tengah berada di selasar keraton dari kejauhan. Wanita tua itu akan resmi diangkat menjadi tabib kerajaan besok lusa. Di sisa-sisa masa hidupnya, setidaknya ada sepekat harapan yang akhirnya mampu membias jalanan terjal yang temaram.

Rasanya tidak begitu berdosa ketika dia menggunakan kemampuan merayunya untuk membujuk Jayanegara agar bisa bernegosiasi dengan pihak tabib keraton. Bisa apa mereka jika sang Prabu sendiri yang langsung berbicara? Setidaknya privilege yang dimiliki Laras sebagai seorang kekasih Raja digunakan pada tempat yang seharusnya. 

Lagi pula, kemampuan Sudrati memang sudah mumpuni. Akan sangat mustahil bagi seorang sudra yang memiliki riwayat mantan budak seperti Sudrati bisa menjadi salah satu bagian dari tenaga medis istana, jika bukan karena turut campur tangan seorang bangsawan yang tersentuh hatinya.

Oke, oke, berniat baik pun, silahkan saja sebut fenomena ini sebagai keajaiban orang dalam.

Lambaian Sudrati di ujung sana sempat mengerjapkan mata Laras kembali. Kepalanya mengangguk-angguk sebelum kakinya melangkah untuk menuju ke Pendopo Agung menghadiri pertemuan penting. Kehidupan Laras agaknya terasa sedikit berbeda dengan agenda-agenda tersusun yang menggerayangi jam tidur. Ternyata sepadat ini hiruk pikuk untuk menjadi salah satu bagian dari orang-orang penting dengan pendapatan selangit.

Mengayunkan langkah tanpa tergesa, Laras senang ketika kemben dan jarit lusuh itu tidak lagi membalut tubuhnya. Sebuah kemben kuning langsat dipadukan dengan selendang coklat tua, rambut yang rapi tergelung ke atas terhias tusuk konde bunga cendana pemberian mendiang adiknya. Dia sudah terlihat seperti gadis-gadis bangsawan yang tengah berkumpul di pendopo taman pagi tadi.

Menjejaki lantai Pendopo Agung, masih hanya terlihat beberapa pejabat yang mengisi lingkar udara. Mencari keberadaan Ki Gana, hingga akhirnya dia menemukan pria itu tengah berbincang dengan salah seorang Yuwamenteri. Sepersekon hanya duduk mendengarkan, pekikan prajurit di ambang pintu pendopo membuat Laras berjingkat. Oh, jangan lagi dengan suara lantang itu. Sudah berbulan-bulan tinggal di istana, namun, jantung Laras harus memompa seolah belum terbiasa.

Semua pejabat yang hadir dalam Pendopo Agung memberikan salam kehormatan seraya menunduk. Setelah memberi setidaknya dua atau tiga pengantar, pria itu langsung membicarakan perihal penugasan Adityawarman ke Mongolia untuk misi diplomat, sekaligus rancangan ekspedisi seni Ki Gana.

Ki Gana sendiri sudah rampung menyelesaikan peta pelayaran. Ia mulai menunjuk satu per satu seniman di kerajaan yang sudah terdaftar untuk ia bawa dalam ekspedisi. Senyum formalitas itu meredup tatkala nama Laras terpanggil secara sengaja pada barisan terakhir di antara para seniman-seniman ahli yang disebutkan Ki Gana. Sedikit saja dia menegakkan kepalanya untuk mengerjap-ngerjap penuh tanya.

"Larasati adalah seniman muda yang berpotensi, Gusti Prabu. Hamba tak bisa mengindahkan bagaimana berharganya dia suatu saat nanti bagi keraton." jelas Ki Gana.

Kejeniusan Laras dan paham baru akan seni yang dijinjing gadis itu membuat Ki Gana kagum. Di tahun-tahun yang akan datang, tentu akan banyak memunculkan raja-raja penerus Majapahit. Dan seorang seniman kerajaan merupakan salah satu bagian penting untuk menunjukkan sisi elit dari kemegahan kuasa seorang Raja. Jadi, para seniman yang tergabung ke dalam ekspedisi ini diharapkan akan menjadi pilar-pilar kokoh bagi istana.

"Lalu, bagaimana denganmu, Laras?" Jayanegara memandang Laras dari atas sana. "Apakah kau bersedia?"

Seperti disambar petir, Laras terhenyak dengan banyak pertimbangan yang berkabut. Jika tak dijawab saat ini, masih ada tiga hari untuk bisa berpikir matang—setidaknya itu juga yang dilakukan dua seniman yang ditunjuk oleh Ki Gana baru saja. Tapi, sejujurnya, ini benar-benar dilema. Sudah dia katakan, dia tak tahu sampai tahun ke berapa ekspedisi ini akan berlangsung. Laras tak ingin ketika masa akhir Jayanegara itu tiba, dia tak ada di sana untuk menemani-nya.

JAYANEGARA ✓Where stories live. Discover now