33 • Usai

439 59 21
                                    

"Apa yang kita jalani sejak awal memang hanyalah sebuah kebohongan, tetapi mengapa ketika kau memilih untuk pergi, rasa sakitnya terasa begitu nyata?"

~Jingga dan Senja~

Alunan musik yang sengaja diciptakan oleh grup band kafe membuat suasana menjadi terasa lebih nyaman. Tak jarang dari para pengunjung yang terang-terangan memuji suara penyanyi tersebut karena memang sangat lembut di pendengaran.

Setelah penyanyi itu mengakhiri lagunya, pandangan Bella kembali ke hadapannya, di mana Al berada. Sejak beberapa menit yang lalu mereka bersama, tidak banyak hal yang mereka bicarakan. Paling-paling hanya membahas tentang ujian akhir semester yang baru saja selesai kemarin.

Bella mengulas senyumannya. Senyum paling manis yang sebelumnya jarang sekali ia tunjukkan di hadapan Al.

"Ngomong-ngomong, kamu mau berangkat ke Kalimantan kapan?"

Al menyesap minumannya kemudian ia diam dalam jangka waktu yang cukup lama sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Bella. "Mungkin sekitar 2 sampe 3 hari lagi."

Bella mengangguk pelan. "Kalo mau berangkat, kabarin aku paling nggak sehari sebelum kamu berangkat. Biar aku bisa luangin waktu aku buat nganter ke bandara."

Kini gantian Al yang menganggukkan kepalanya kemudian keduanya saling diam lagi. Bella menghela napasnya secara berulangkali, ia meremas kepalan tangannya sendiri sebelum akhirnya mengangguk dengan mantap dan kembali menatap Al.

"Al, aku mau ngomong sesuatu."

"Aku juga, tapi kamu duluan aja."

Bella mengulas senyum tipisnya. "Sebelumnya aku mau minta maaf kalo selama ini aku nggak bisa jadi pacar yang baik, maaf kalo selama ini aku sering marah-marah dan nuduh kamu yang nggak-nggak, apalagi masalah Nata. Aku sempet mikir kalo kamu itu bukan kakak yang baik, dan yang terakhir, maaf juga karena waktu itu, aku nerima tawaran kamu buat jadi pacar kamu cuma sekadar pengen bikin Jingga cemburu."

"Sekarang, aku rasa udah nggak ada lagi yang perlu dilanjutkan. Kamu bisa memulai semuanya di Kalimantan, mencari pasangan yang emang bener-bener tulus dan bisa menerima kamu apa adanya, lagi pula, bukannya aku sama aja jadi salah satu kenangan buruk? Karena gimana pun juga, kita kenal di kota Depok kan?"

"Aku juga nggak bisa terus-terusan membohongi diri aku sendiri kalo emang ternyata yang aku butuhkan itu Jingga. Jadi, kita putus ya? Kita masih bisa tetep temenan atau mungkin jadi sahabat kok, kayak yang kamu bilang waktu itu."

Al mengulas senyumannya. "Oke, semoga bahagia sama Jingga."

"Tadi mau ngomong apa?"

"Nggak jadi."

Bella melirik jam di pergelangan tangannya kemudian ia mengambil sling bag-nya karena hari ini ia akan pulang ke Jakarta, jadi ia tidak ingin membuang waktu terlalu lama lagi.

"Aku harus ke Jakarta sekarang, jadi nggak bisa lama-lama."

"Mau dianterin nyari kereta nggak? Atau aku anter aja sampe Jakarta?"

"Nggak usah Al, makasih. Aku duluan ya!" Bella melambaikan tangannya kemudian memilih untuk meninggalkan kafe tersebut.

Setelah Bella pergi, pandangan mata Al masih belum lepas dari gadis itu hingga cukup lama, sebelum akhirnya ia memilih untuk menghembuskan napasnya secara kasar. Tangannya bergerak naik, ia memutar-mutar sebuah kotak kecil berwarna merah yang sejak tadi ia sembunyikan.

Al membuka kotak tersebut sehingga terpampanglah sebuah cincin berwarna putih dengan permata yang semakin menambah kesan cantik pada cincin tersebut. Al mengulas senyumannya dengan mata yang masih fokus pada cincin tersebut.

Jingga dan Senja 2 [PROSES REVISI TANDA BACA]Where stories live. Discover now