13 • Perkara Rasa

644 52 18
                                    

"Cinta itu bisa memberikan kita kebahagiaan tapi kamu harus menyiapkan hati kamu jika suatu saat nanti, kisah cintamu berakhir dengan perpisahan."

~Jingga dan Senja~

Karena dosen yang bersangkutan belum hadir akibat terjebak macet Jingga pun memilih untuk duduk di luar kelasnya  karena katanya bosan melihat wajah teman-teman sekelasnya yang cenderung memasang tampang datar sembari menatap buku berisikan materi yang memiliki ketebalan sangat luar biasa. Mungkin jika digunakan untuk memukul semut, semut itu akan langsung kejang-kejang kemudian mengalami koma selama beberapa bulan sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia.

Jingga menghela napasnya ketika bangku di sebelahnya di tempati oleh seseorang, dia adalah Stella. Salah satu makhluk bumi yang memiliki hobi menganggu ketenangannya.

"Mau ngapain?" Jingga bertanya dengan sedikit ketus.

"Jangan ketus-ketus! Gue cuma mau minta lo buat ngajarin gue materi anatomi fisiologi sistem limpatik. Gue masih nggak paham, lo kan pinter dan kalo punya ilmu jangan pelit."

"Beneran belajar tapi ya?"

"Iyalah! Masa mau ngamen!"

"Yang mana yang masih belum lo pahami?"

"Pembuluh limfe."

"Jadi tempat absorpsi limfe seluruh tubuh adalah kapiler limfe dan kapiler-kapiler ini bermuara ke dalam pembuluh pengumpul yang melewati ekstremitas dan rongga tubuh lalu selanjutnya akan bermuara ke dalam sistem vena pada pertemuan pada vena jugularis internal kiri dan vena subklavia."

"Kapiler limfe itu serupa dengan kapiler darah. Telah diketahui-" Jingga menghentikan penjelasannya ketika melihat Stella hanya memandanginya dengan kedua tangan yang ia gunakan untuk menopang dagunya dan bibir yang terus saja mengulas senyuman.

"Lo dengerin gue nggak?"

"Dengerin."

"Lo nggak nyatet yang gue jelasin?"

"Nggak usah, langsung paham kok kalo lo yang ngejelasin. Jadi dosen gue aja Ga."

Jingga menghela napasnya kemudian bangkit dari tempat yang sebelumnya ia gunakan untuk duduk namun dengan cepat Stella menarik tangan Jingga dan menyelengkat kaki Jingga sehingga tubuh laki-laki itu tidak seimbang dan jatuh menimpa tubuh Stella.

Jingga segera menjauhkan tubuhnya namun Stella langsung menahannya sehingga keduanya masih berada dalam jarak yang begitu dekat, Stella tidak peduli jika banyak mahasiswa yang memperhatikan mereka bahkan jika ketahuan oleh dosen pun ia tidak peduli.

"Jingga!"

Jingga menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Bella yang saat ini tengah mengepalkan kedua tangannya. Dengan sesegera mungkin Jingga melepaskan tangan Stella yang semula melingkar pada pinggangnya, ia yakin Stella sudah melihat Bella sebelumnya maka dari itu ia memilih untuk menahan tubuh Jingga agar tetap dalam keadaan seperti tadi.

"Senja." Jingga meraih tangan Bella dan ketika Bella membalikkan tubuhnya, satu tamparan mendarat tepat pada pipi sebelah kanannya.

Cukup lama Jingga diam sebelum akhirnya mimilih untuk menoleh ke arah Bella lagi. Jingga bisa melihat dengan jelas air mata di pipinya. Bella menangis karenanya padahal ia pernah berjanji untuk tidak akan pernah membuat gadis itu menangis.

"Senja jangan nangis, gue minta maaf tadi itu salah paham." Jingga menjulurkan tangannya untuk menghapus air mata Bella namun dengan cepat Bella menepis tangan Jingga.

"Apanya yang salah paham Ga?"

"Kalo emang lo udah nggak suka sama gue yaudah bilang! Tapi nggak harus pake cara kayak gitu juga!"

"Lo juga kalo mau mesra-mesraan sama Stella gue nggak papa tapi bisa kan nggak harus di kampus?"

"Gue pikir kalo dalam masalah hubungan lo bisa lebih serius Ga tapi ternyata sama aja."

"Emang seharusnya gue nggak pernah ngasih hati gue buat lo, seharusnya gue nggak pernah mengizinkan lo masuk ke dalam kehidupan gue."

Bella mengusap air matanya kemudian Jingga menarik tubuh Bella ke dalam pelukannya. Bella tidak menolak sama sekali justru ia terus saja berceloteh sembari menangis.

"Gue benci sama lo Ga."

Bella diam beberapa saat untuk meredakan isakannya.

"Gue kangen Jingga yang dulu. Jingga yang selalu menghibur gue dengan lawakan dan gombalannya, Jingga yang nggak pernah membiarkan gue nangis, Jingga yang selalu ada di saat gue sedih, Jingga yang rela berantem sampe di skors cuma gara-gara gue diputusin kak Dev, Jingga yang selalu bisa menjaga jarak dari cewek lain, Jingga yang nggak pernah nyakitin hati gue."

"Senja, jangan ngomong gitu. Jingga nggak akan pernah berubah, sampai kapan pun juga cuma Senja yang ada di hati Jingga."

"Gue minta maaf karena gue udah bikin lo nangis, gue bener-bener minta maaf Senja. Stella tadi narik tangan gue terus kaki gue dia slengkat jadi gue nggak bisa nahan tubuh gue."

Bella menjauhkan Jingga dari tubuhnya kemudian mengusap air matanya. "Gue nggak percaya."

"Kita putus Ga."

"Tapi Senja."

"Terserah lo mau ngapain aja setelah ini, lo bebas mau deket sama cewek mana aja dan gue pun gitu."

"Anggap aja kita nggak pernah saling kenal apalagi punya hubungan spesial."

"Senja tapi ini cuma salah paham. Gue janji nggak akan mengulanginya lagi, gue janji nggak akan deket-deket sama Stella lagi tapi kita jangan putus ya?"

"Senja."

"Nggak, kita tetep putus."

"Makasih karena lo udah mau menjadi bagian dari hidup gue, makasih karena lo sempat bikin gue merasa jadi satu-satunya cewek paling istimewa di dunia sebelum akhirnya lo yang bikin gue merasa jadi nggak ada artinya, makasih juga karena lo nggak pernah membiarkan gue menangis walaupun nyatanya lo juga yang bikin gue nangis."

"Gue pergi."

"Senja!"

Jingga ingin mengejar Bella lagi namun cekalan di pegelangan tangannya membuat langkah kakinya terhenti. Ia mendapati Stella di sana, penyebab hancurnya hubungan ia dan juga Bella. Susah payah mendapatkannya dan kehilangannya hanya dalam waktu sekejap.

Stella menampilkan senyumannya kemudian jari telunjuknya ia pergunakan untuk menelusuri lengan Jingga membuat Jingga menjauhkan lengannya.

"Lo ngapain sih? Jangan bikin gue jiji!"

"Nanti juga lo suka."

"Nggak akan!" Jingga melangkahkan kakinya namun Stella kembali menahannya.

"Bentar dong, gue kan belom selesai ngomong."

"Untung cewek, coba kalo bukan udah gue tonjok itu muka!" Jingga berkata di dalam hatinya karena Stella terus saja menguji kesabarannya.

"Selamat ya!" Stella menjulurkan tangannya ke arah Jingga.

"Buat?"

"Diputusin. Gimana? Enak nggak rasanya diputusin sama cewek kesayangan dan kebanggaan lo?"

"Emang dasarnya dia nggak pernah suka sama lo Ga makanya kejadian kayak gini adalah kesempatan besar banget buat dia biar nantinya tetep lo yang salah."

"Apaan sih?! Lo nggak tau apa-apa tentang Senja! Jadi nggak usah menjelek-jelekkan dia!"

Stella kembali mengukir senyumannya ketika Jingga baru saja meninggalkannya. Ia tidak berhenti memandang punggung Jingga yang mulai membaur dengan yang lainnya.

"Seru juga."

"Makanya Ga, jangan sok jual mahal sama gue."

"Nggak tau aja Stella adalah seseorang yang sangat ahli dalam menghancurkan hubungan orang. Kalo gue nggak bisa mendapatkan lo maka cewek itu juga nggak berhak mendapatkan lo."

~Jingga dan Senja~

Na

Jingga dan Senja 2 [PROSES REVISI TANDA BACA]Where stories live. Discover now