02 • Keraguan

1.2K 75 5
                                    

"Ketika hati telah sampai pada titik lelahnya, mungkin pergi adalah jalan yang terbaik."

~Jingga dan Senja ~

Ketika istirahat tiba, Bella bergegas merapikan buku-bukunya yang semula tergeletak di atas meja. Ia memilih untuk sarapan dengan menggunakan berbagai rumus fisika daripada dengan makanan di kantin.

Tujuan utamanya adalah perpustakaan—tempat di mana ia bisa terhindar dari segala macam bentuk gangguan yang bisa saja menghambat pekerjaannya. Salah satunya adalah Adeeva—makhluk yang sejak awal mereka saling kenal selalu saja menjadi penganggunya ketika sedang belajar.

Di dalam perpustakaan terlihat begitu sepi. Bahkan, penjaganya saja tidak ada di sana. Bella berjalan ke arah pojok perpustakaan dan mulai membuka buku miliknya yang baru terisi beberapa materi saja. Kemudian, ia membuka buku catatan milik Jingga dengan tulisan berantakan. Namun, masih bisa dibaca tanpa harus berpikir keras.

Bella terkejut ketika mendapati Jingga di hadapannya. Entah dari mana laki-laki itu bisa mengetahui bahwa saat ini Bella tengah berada di perpustakaan.

"Makan dulu baru belajar!"

"Gue nggak laper."

"Laper nggak laper harus tetep makan, nanti kalo sakit lagi gimana? Lo nggak kasian sama gue di sekolah kesepian terus kalo nggak ada lo?"

Bella menghela napasnya dan memilih untuk kembali menyalin catatan Jingga ke dalam bukunya. Beginilah Bella jika sudah berhadapan dengan buku, siapa pun pasti akan diabaikan.

"Senja makan dulu."

"Nanti aja, Ga."

"Sebentar aja, deh, di kantinnya. Habis itu balik ke sini lagi."

"Kalo lo mau ke kantin ya udah sana! Gue masih mau di sini."

"Senja, kok gitu lagi sama Jingga?"

Bella menghela napasnya, memandang Jingga yang juga tengah memandangnya dengan tatapan tidak terbaca. "Ya udah, maaf, ya. Tapi, kamu ke kantin duluan aja, aku nggak laper dan lagi males makan."

Jingga masih setia pada posisi awalnya, tidak berniat untuk pergi sama sekali. "Udah paham sama materinya?"

"Udah beberapa, aku belum pelajari semua."

"Mau aku bantu, nggak?" Lagi, lagi Jingga menawarkan hal itu karena tidak ingin melihat Bella kesulitan dalam memahami materi yang terbilang cukup sulit. Namun, berulang kali pula Bella menolak tawaran Jingga.

"Gratis, kok, Senja. Nggak perlu pake syarat harus nyium lagi." Jingga terkekeh sementara kedua pipi Bella kembali memerah.

Kini, keduanya sama-sama membungkam mulutnya sehingga hanya suara detikan jam yang terdengar. Karena bosan, Jingga pun memilih untuk kembali bersuara.

"Senja."

"Apa?"

"Jangan fokus ke buku terus, dong."

"Gue 'kan nggak nyuruh lo nemenin gue."

"Iya, galak banget, sih."

Bella meletakkan penanya di atas meja, memandang Jingga dengan tatapan yang menunjukkan kekesalan. "Udahlah, Ga! Mendingan lo main sama Kenzie. Gue nggak bisa fokus kalo ada lo di sini."

"Nggak mau."

"Ya udah! Kalo nggak mau, jangan gangguin terus!"

"Iya, soalnya pelajaran itu berarti banget 'kan buat lo? Karena lo berpikir kalo lo berhasil mendapatkan nilai yang sempurna, masa depan lo bakalan terjamin sedangkan gue nggak termasuk bagian dari masa depan lo. Makanya, lo selalu mengabaikan gue setiap kali lo lagi belajar."

Jingga dan Senja 2 [PROSES REVISI TANDA BACA]Where stories live. Discover now