03 • Tuan Putri dan Pangeran

1K 68 12
                                    

"Seperti yang kamu ketahui bahwa aku mencintaimu dengan sepenuh hati dan aku akan selalu memperlakukanmu selayaknya Tuan Putri."

~Jingga dan Senja ~

Adeeva meletakkan dua buah novel di hadapan Bella, membuat mata yang semula terfokus pada sederet rumus—memandang novel dan Adeeva secara bergantian dengan menunjukkan kebingungannya.

"Gue sengaja beliin lo novel itu karena katanya alurnya bagus terus bikin baper. Jadi, bisa buat menghilangkan penat di kepala lo."

Bella tersenyum seraya mengambil dua buah novel itu kemudian memasukkannya ke dalam tas. "Makasih banyak, Adeeva. Baik banget, deh!"

"Loh, kok dimasukin?"

Bella membolak-balikkan buku catatan milik Jingga yang masih belum ia salin. "Masih banyak banget yang harus gue catet, Dev. Kalo gue baca novelnya sekarang ini nggak kelar-kelar."

"Pake jastul aja, Bell, atau kalo nggak lo foto copy biar nggak pegel nyatet segitu banyaknya."

"Nggak bisa gue, belajar pake catetan orang."

"Lah, 'kan ini juga pake catetan orang."

"Enggak, 'kan gue salin dulu catetan Jingga baru gue pelajari dari catetan gue."

Selanjutnya, Bella kembali fokus pada buku-buku tersebut. Menggerakkan jari-jemarinya dengan begitu cepat. Dan karena merasa bosan, Adeeva pun kembali bersuara walaupun ia tahu bahwa hal itu bisa saja membuat Bella terganggu.

"Lo masih pacaran 'kan sama Jingga?"

"Masihlah."

"Bagus deh kalo gitu."

"Jangan sampe putus! Awas aja kalo iya!"

"Emang kenapa kalo gue putus sama Jingga?"

"Langsung gue nikahin lo berdua!"

Bella tertawa melihat wajah serius Adeeva, seolah-olah memang Adeeva ingin menikahkan Bella dan juga Jingga jika mereka sampai putus di tengah jalan.

"Tapi mau 'kan lo nikah sama Jingga?"

"Mau."

"Terus membangun rumah tangga yang harmonis dengan anak yang super lucu."

"Mau! Mau banget, Deva!"

Bella tidak sengaja melirikkan matanya ke arah depan dan mendapati Jingga yang tengah mengukir senyuman. Bella memutarkan tubuh menghadap dinding di sebelahnya dan merutuki kebodohannya karena tidak bisa mengontrol ucapannya. Ia yakin Jingga mendengar apa yang dibicarakannya dengan Adeeva. Kalau sudah begini, mau di taro di mana wajahnya?

Bella bangkit dari posisinya dan memandang Adeeva. "Dev, majuan dikit gue mau ke toilet."

Adeeva memajukan sedikit kursi miliknya agar Bella dapat keluar dari tempat duduknya. Namun, ia harus menghentikan langkahnya tatkala merasakan tangan Jingga menahan pergelangan tangannya.

"Mau ke mana?"

"Toilet, Ga. Udah kebelet banget ini." Bella melepaskan cekalan tangan Jingga dan berjalan dengan begitu cepat sehingga mengundang tawa dari Jingga dan juga Adeeva.

"Lo, sih, Ga! Dateng di saat yang nggak tepat. Kasian sahabat gue harus nahan malu tuh."

Jingga tertawa pelan. "Ya udah, gue samperin Senja dulu, ya."

Bella memandang pantulan wajahnya di cermin. Dari sana ia bisa melihat dengan jelas—pipinya bersemu. Sementara itu  tangannya bergerak untuk mengipas-ngipas bagian wajahnya yang masih terasa panas akibat rasa malunya terhadap Jingga.

Jingga dan Senja 2 [PROSES REVISI TANDA BACA]Where stories live. Discover now