Chapter 8

1.1K 138 6
                                    

Aksi heroik mengantar bekal itu seketika menghebohkan teman-teman seangkatan Sakura. Ditambah lagi, aksi itu disaksikan secara langsung oleh beberapa orang penduduk yang kebetulan melintasi area sekitar gerbang Aun. Tak perlu diragukan lagi, pasti di antara mereka adalah orang-orang yang menyandang status sebagai biang gosip. Hal ini terbukti dengan kabar terkait kedekatan Sakura dan Gaara yang menyebar luas hingga ke seluruh penjuru desa, membuat Sakura terkadang harus menahan diri untuk tidak melayangkan tinju kepada segerombolan orang yang terang-terangan menggosipkan dirinya.

"Jadi bagaimana kabarmu dengan kazekage itu? Ini sudah seminggu sejak kepergiannya, apakah dia benar mengirimkan surat?"

Sakura meletakkan tehnya lalu menghela napas. Topik si kazekage ini selalu diangkat kapanpun ia bertemu dengan sahabat pirangnya- Ino. Lalu untuk surat, jujur saja bahwa Gaara belum ada mengirimkan surat apapun padanya. Sakura pun tak berharap lebih. Gaara adalah orang penting, sangat tidak mungkin jika ia menjadi prioritas pemuda itu. Apalagi ketika statusnya masih tidak jelas seperti ini.

"Baiklah tidak perlu dijawab, jidat. Aku sudah mendapatkan jawabannya."

"Lalu untuk apa kau bertanya, bodoh."

Ino hanya terkekeh sebagai jawaban. Selanjutnya mereka terdiam, menatap kosong ke arah televisi yang tengah menyiarkan serial drama favorit gadis itu.

"Ne, Ino."

"Hm? Kenapa?"

Sakura menarik napas sejenak. Ia mengeratkan genggamannya pada gelas berisi teh. Terlihat jelas jika ia ingin mengutarakan sesuatu, namun ia ragu.

"Hey, ada apa dengan wajahmu itu?"

Ino mematikan televisi milik Sakura. Kini ia memusatkan perhatian pada sahbatnya itu. Walau menyebalkan, Ino ada sosok dengan pemikiran yang cukup dewasa sehingga bisa dijadikan sebagai teman untuk curhat. Meski terkadang Sakura harus menyuap gadis ini agar tutup mulut- dalam artian tidak membocorkan segala keluh kesahnya kepada sahabat mereka yang lain, namun ia selalu mendapatkan jawaban yang tepat dari Ino.

"Itu, aku sebenarnya ragu."

"Soal apa?"

"Gaara."

Ino mengangguk kecil, seolah sudah dapat menebak alasannya. Kendati demikian gadis itu tetap bertanya, "Kenapa?"

Sakura menghela napas panjang. Ia pun merebahkan dirinya di atas lantai dan menatap langit-langit ruang tamunya dengan tatapan kosong.

"Apakah aku pantas untuk mendapatkan cintanya?" tanya Sakura dengan nada lesu. "Kau tau, dia itu seorang kazekage, pasti dia tidak memilih wanita sembarangan untuk dijadikan pendamping. Sedangkan aku tidak memenuhi kriteria apapun untuk bisa bersanding dengannya."

Ino tersenyum tipis mendengar perkataan Sakura. Tembakannya tepat sasaran. Gadis itupun ikut merebahkan diri di samping Sakura lalu berkata, "Jadi?"

"Ya begitu, aku masih bingung kenapa dia bisa suka padaku."

"Dasar bodoh, itulah yang dinamakan cinta," ujar Ino. Ia melipat kedua tangannya di balik kepala, menjadikannya sebagai bantal.

"Siapapun dia, atau apapun jabatannya, dia berhak mencintai orang yang dia mau atau dicintai oleh orang lain. Kau tidak bisa memaksa dia untuk menghilangkan perasaannya padamu," sambung Ino.

"Tapi Ino, aku tidak yakin untuk bisa membalasnya. Aku hanya akan menyakitinya," cicit Sakura.

"Apakah ini karena Sasuke-kun?"

Pertanyaan Ino lagi-lagi tepat sasaran. Sakura pun mengangguk tipis sebagai jawaban.

"Kau tau Sakura, kau perlu untuk jujur pada dirimu sesekali. Jika kau memang lelah menunggu, maka tidak masalah kau mencari cinta baru. Apalagi dia sudah lama membuatmu terbelenggu dalam ikatan tidak jelas seperti ini," nasihat Ino panjang lebar.

Cicatrize ✔️Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα