Bonus Chapter - 2

1.2K 103 81
                                    

Sakura memasuki kamar dengan wajah lesu. Fisik dan batinnya terasa begitu lelah hari ini. Satu-satunya hal yang ia ingin lakukan saat ini adalah mandi lalu tidur, berharap jika ia berada dalam pelukan sang suami sepanjang malam, maka semua lelah itu akan terangkat begitu saja.

"Sakura."

"Sudah selesai?" tanya Sakura lalu menghampiri lemari, mengambil sepotong baju kaus lengan pendek serta celana sepanjang lutut untuk Gaara, setelan yang biasa pria itu gunakan ketika tidur.

"Mandi?" tanya Gaara ketika wanita itu menyahut handuk dari gantungan. Sakura pun mengangguk sebagai jawaban.

"Hm. Tubuhku terasa lengket. Tidurlah terlebih dahulu, Gaara-kun. Sepertinya aku akan sedikit lama."

Tanpa diduga, Gaara memeluk tubuh Sakura. Wanita musim semi itu tergugu sedetik lalu membalas pelukannya.

"Kenapa, hm?" tanya wanita itu dengan lembut. Gaara hanya menggeleng sebagai jawaban. Hingga setelah setengah menit lamanya, kontak fisik antara keduanya pun terurai.

"Jangan mandi terlalu lama. Ini sudah malam."

"Aku mengerti."

Setelah Sakura menutup pintu kamar mandi pun, Gaara tak kunjung melepas pandangannya. Matanya melayangkan tatapan yang sulit diartikan. Terdapat kilat penyesalan, sedih, marah dan juga- kecewa. Entahlah, sulit untuk menafsirkan apa yang tengah dipikirkan oleh pria itu saat ini. Namun alih-alih untuk mengungkapkannya, Gaara justru membawa dirinya untuk berbaring dengan posisi telentang di atas ranjang, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong diiringi suara desir air dari shower yang terdengar sampai ke telinganya.

Sementara di kamar mandi, tepat di bawah guyuran air dari shower, Sakura terduduk sembari menekuk kedua lututnya. Kepalanya tertunduk. Ia menangis. Sebisa mungkin ia menggigit bibir untuk menahan isakannya yang sayangnya gagal. Isak tangisnya begitu menyayat hati, menimbulkan perih bagi siapapun yang mendengarnya.

Pikirannya melayang pada kejadian tadi siang, dimana ia mendengar semua caci maki yang dilontarkan oleh penduduk desa padanya. Tidak, mereka tidak salah di mata Sakura. Karena sesungguhnya yang salah adalah dirinya. 

Benar, semua ini adalah salahnya.

Mandul, cacat, tidak berguna.

ketiga kata itu lagi-lagi menghantuinya tanpa henti. Ya, Sakura bukanlah tipe orang yang peduli dengan perspektif orang lain atas dirinya. Namun seketika ia mengingat kembali bagaimana wajah antusias Gaara ketika memilih hadiah ulang tahun Shikadai, atau bagaimana tatapan lembut pria itu ketika bercengkrama dengan anak-anak yang ia temui di jalan atau tawa lepas ketika Gaara bermain bersama pasien anak-anak di rumah sakit. Semua itu tak pernah luput dari ingatan Sakura. Hal itu bukanlah suatu hal yang patut untuk dilupakan, namun juga terlalu menyakitkan untuk diingatnya.

Sakura memukul kepalanya, berusaha mengenyahkan suara para wanita yang menghinanya yang terus terngiang. Dadanya terasa sesak. Tubuhnya ikut menggigil. Entah sudah berapa lama ia terduduk menyedihkan dalam keadaan basah kuyup seperti ini- ia pun tidak tau. Yang ia tau, pikirannya justru semakin larut dalam kesedihan tak berujung, membuat kepalanya begitu pusing serta isak tangis yang tak mampu ia tahan lebih lama.

Namun sedetik kemudian, ia merasakan kehangatan membungkus tubuh ringkihnya. Tangisannya terhenti sejenak. Sakura menegang ketika merasakan sepasang tangan tengah melingkari tubuhnya, memeluknya dengan erat serta pundak yang bergetar. Tubuh Sakura melemas, terlebih ketika ia mendengar suara pria yang baru saja memeluknya sembari ikut menangis bersama.

"Kenapa? Kenapa kau seperti ini, Sakura?"

Sakura menggeleng kuat, tak mampu menjawab apapun.

"Sudah kukatakan, jangan pernah memikirkan hal- seperti itu. Aku baik-baik saja. Jangan pikirkan aku."

Cicatrize ✔️Where stories live. Discover now