Chapter 40

728 90 22
                                    

Kedua kelopak mata itu mengerjap, berusaha untuk terbuka meski berat rasanya. Sejenak ia menyipit, tengah menyesuaikan diri dengan pencahayaan yang ia terima. Hingga beberapa saat kemudian, keduanya dapat terbuka sempurna, menampakkan iris menawan berwarna hijau yang begitu meneduhkan hati. Hal pertama yang ia dapati adalah langit-langit ruangan yang berwarna putih. Beberapa sekon kemudian pandangannya mengedar, menelusuri tiap sudut ruangan dari posisinya hingga kegiatannya terhenti ketika menemukan kepala berambut merah yang saat ini tengah bersandar nyaman di atas ranjangnya.

Pemilik iris bak batu zamrud itu tertegun, terlebih ketika ia mendapati sosok yang begitu ia cintai berada di sisinya, terlelap dalam damai. Sekilas ingatannya sebelum kejadian ini pun terlintas. Meski tidak tau apa yang terjadi setelah ia tidak sadarkan diri, namun bisa dipastikan jika ia tengah dirawat di rumah sakit saat ini.

Perlahan sang surya menampakkan sinarnya dengan gagah berani, menembus kaca bening yang membatasi ruang rawat ini dengan lingkungan luar. Sinarnya mengintip nakal ke dalam, berusaha menerangi seisi ruangan melalui tirai gorden yang tidak tertutup sempurna. Suara decipan burung pun turut meramaikan suasana pagi, membuat sosok yang tengah terlelap itu terusik lalu membuka mata.

Seketika pandangan mereka bertemu. Emerald bertemu dengan jade. Sang pemuda dengan rambut merah menyala itu terpaku sejenak kemudian melempar pertanyaan pada sang gadis.

"Bagaimana keadaanmu?"

Sang gadis musim semi setia membisu. Ia menatap sosok itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia rindu? Tentu saja. Bahkan gadis itu tidak bisa mendeskripsikan betapa lega perasaannya kala menyadari jika Tuhan masih memberinya kesempatan untuk membuka mata, melihat secara langsung raut khawatir yang terlukis pada wajah pemuda di hadapannya.

"Sakura?"

Gadis itu setia bergeming. Hingga tepat pada detik ke dua, tubuh keduanya bertemu dalam rengkuhan hangat. Sakura menenggelamkan wajahnya pada dada bidang pemuda itu, bersandar nyaman lalu menumpahkan air matanya yang kemudian membuat pemuda itu panik.

"Sakura? Apa yang terjadi? Apakah ada yang sakit?"

"Maafkan aku, Gaara-kun," ujar gadis itu di sela tangisannya.

Sakura tak menjawab pertanyaan Gaara dengan jawaban yang sesuai. Ia terus menangis tanpa ragu sembari meminta maaf, membuat pemuda Kazekage itu tak berkutik lantaran bingung dan khawatir secara bersamaan. Tidak ada yang bisa Gaara lakukan selain membalas pelukan sang kekasih. Sebelah tangannya mengusap lembut surai merah mudah gadisnya, menghantarkan rasa nyaman yang sekilas menenangkan hati Sakura.

"Ada apa, hm? Apakah ada yang menyakitimu?"

Gaara dapat merasakan kepala gadis itu menggeleng. "Lalu apa yang terjadi?" Tanya pemuda itu sekali lagi.

"Maafkan aku atas sifat kekanakanku. Aku sangat egois, kan?"

Gaara mengernyitkan dahi, semakin bingung dengan ucapan Sakura. Pemuda itu pun mengurai pelukan mereka, menatap Sakura dengan khawatir seraya meneliti tubuh gadis itu dari segala sisi –sampai ikut memutar badannya.

"Apa kepalamu terbentur sesuatu?"

Pertanyaan yang diajukan dengan nada polos itu sontak saja membuat Sakura cemberut. Ia melotot lalu menoyor kepala pemuda itu dengan gemas.

"Aw!"

"Dasar menyebalkan! Aku sedang serius, tau!"

Gaara mengusap kepalanya lalu melayangkan tatapan kesal. "Aku hanya bertanya. Lagipula untuk apa kau meminta maaf sambil menangis begitu? Kau bahkan baru siuman setelah tiga hari pingsan."

Kedua mata Sakura mengerjap. "Tiga hari?"

"Ya, tiga hari." Gaara mengangguk mantap. "Kau tau, aku hampir menjadi orang gila karena kau tidak kunjung bangun. Kau memimpikan apa sampai betah tidur selama itu?"

Cicatrize ✔️Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt