Chapter 21

927 123 58
                                    

Seorang pemuda berambut merah itu menatap nanar pemandangan di depannya. Ia terdiam, berdiri tegak di depan alat berukuran panjang yang dapat menyemburkan api jika tombolnya ditekan lalu diputar berlawanan arah jarum jam. Gaara berhasil melakukan langkah satu dan dua dengan benar, yaitu menghidupkan kompor lalu menuangkan sejumlah minyak ke dalam wajan.

Kini pemuda itu membatin. Lalu sekarang apa?

Apa yang harus ia lakukan selanjutnya?

Pernahkah aku bilang pada kalian jika Gaara sangat buruk dalam urusan dapur? Jika tidak, maka kalian dapat melihatnya sendiri saat ini.

Lihatlah bagaimana tampang bingung serta menyedihkan yang tercetak jelas di wajah tampannya. Sebelah tangannya memegang sebutir telur, menunggu momen yang pas sebelum ia memecahkan cangkang telur tersebut lalu memasukkan isinya ke dalam wajan. Setelah ia merasa minyak di depannya sudah cukup panas, Gaara memecahkan telur itu dan membuat isinya terbentuk sempurna di tempatnya. Pemuda itu tersenyum puas. Ternyata sangat mudah, eh?

Namun di sinilah ujiannya dimulai.

Telur itu meletup tak tentu arah, bahkan sampai memercikkan minyak ke sana sini.

Gaara refleks memundurkan langkah. Namun dua detik kemudian ia menelan ludah. Tidak! Gaara itu shinobi yang kuat, bahkan sangat kuat sehingga ia dipercaya oleh rakyat serta para tetua untuk menjadi seorang Kazekage. Sudah ribuan musuh ia kalahkan dalam ratusan pertempuran. Masa ia bisa kalah dengan sebutir telur di dalam wajan seperti ini?

"Yosh. Kita mulai," gumam pemuda itu.

Ia mendekati kompor. Dengan gerakan kaku ia membalikkan telur itu dengan spatula yang ada dalam genggamannya. Ketika telur itu berhasil di balikkan, sebuah letupan yang disertai percikan minyak menyapa kulitnya. Pemuda itu memekik kecil. Sial, ternyata terkena minyak panas rasanya cukup menyakitkan.

Sang Kazekage menatap tajam ke arah wajan. Baiklah, kini ia akan serius sekarang. Saat ini Gaara menunggu telur tersebut matang. Namun alisnya mengernyit ketika melihat minyak yang ada di dalam wajan telah mengering. Mungkin terlalu sedikit menuangkan minyak, batinnya. Maka tangan pemuda itu tergerak untuk menuangkan sejumlah minyak kembali yang ternyata justru membuat api menyembur dari atas wajan.

"Woahh!"

Gaara spontan menjauh, bersamaan dengan spatula yang terjatuh dari genggamannya lantaran terkejut. Sial. Kenapa memasak bisa sesulit ini rasanya?

"Butuh bantuan, Tuan?"

Pemuda itu membalikkan badan. Sepasang jade berkilau itu mendapati sosok gadis berambut merah muda yang kini masih dalam setelan piyama hijau. Matanya mengerjap, berusaha menahan malu karena tertangkap basah bersikap konyol.

Double sial.

"Kenapa kau tidak membangunkanku?"

Sakura mengambil alih spatula yang tengah terletak menyedihkan di atas lantai. Ia segera mengangkat telur ceplok yang digoreng Gaara barusan. Gosong. Beruntung saja sisa dari telur tidak lengket di wajan karena Gaara tepat waktu menambahkan minyak. Sakura kini mengambil alih urusan dapur. Ia mengecilkan api kompor yang saat ini sudah membuat wajan berasap karena terlalu panas lalu menuangkan minyak, bersiap untuk menggoreng telur kembali karena masakan buatan sang kekasih sangat tidak layak untuk dimakan. Sambil menunggu telur itu matang, ia mempersiapkan empat lembar roti serta sayuran. Sepertinya memulai hari dengan roti isi tidaklah buruk.

"Kau tidur jam enam pagi. Bagaimana mungkin aku tega membangunkanmu."

Yang diucapkan oleh Gaara memang benar adanya. Gadis itu menangis dalam pelukan Gaara hampir satu jam. Pemuda itu berhasil terjaga hingga dua jam setelahnya. Ketika ia merasakan perutnya meronta minta diisi, pemuda itu nekat menyentuh segala peralatan dapur demi memenuhi asupan energinya. Namun ternyata yang terjadi justru buruk. Ia bahkan menimbulkan berisik di dapur sehingga membangunkan Sakura dari tidurnya.

Cicatrize ✔️Where stories live. Discover now