Chapter 25

902 102 22
                                    

"Sakura."

"Eh, ibu? Ada apa? Apa terjadi sesuatu?"

"Kami sedang terkepung di gua saat ini. Di luar sana, Zetsu Putih semakin banyak. Pasukan kami banyak yang terluka. Tolong pandu aku untuk mengobati luka ayahmu."

"Ayah terluka?!"

"Iya. Sepertinya cukup dalam, namun untungnya tidak mengenai organ vital. Bisa tolong pandu aku, Sakura?"

"Ha'i. Tolong ikuti apa yang kukatakan, ibu."

Bibir tipis itu terus berbicara tiada henti. Meski hatinya terasa sangat was was setelah mendengar kabar ayahnya terluka, ia tetap harus profesional. Membantu ibunya yang tengah mengatasi luka sang ayah adalah prioritas saat ini. Meskipun tidak seahli Sakura, setidaknya ibunya mengerti dasar-dasar langkah mengalirkan chakra penyembuhan.

"Bisakah.. Kau- menghubungkanku dengan- putriku?"

Kizashi menatap pria yang tengah memegang kepala sang istri dengan tatapan serius. Pria itu mengangguk lalu meletakkan sebelah tangannya di atas kepala pria itu. Di sisi lain, Sakura dan Mebuki terkejut karena mendengar suara Kizashi. Gadis berambut merah muda itu mengeratkan tangannya. Ingin rasanya ia pergi dari pos kesehatan jika saja markas pusat tidak memberi perintah untuk berada di posisi mereka saat ini.

Sejak kekacauan kemarin malam di posko kesehatan akibat hadirnya sosok asing yang disinyalir sebagai musuh berhasil menyusup, markas pusat menitahkan posko kesehatan untuk tidak menerima pasien ataupun mengobati para shinobi yang terluka. Melihat mereka yang sudah kecolongan keseperti ini, membuat markas pusat bertindak dan menurunkan perintah untuk menghindari kejadian yang sama. Pasukan ninja medis adalah prioritas untuk dilindungi saat ini. Oleh karenanya, mereka tidak bisa membbiarkan seseorang keluar atau masuk ke posko kesehatan demi keselamatan bersama.

Mengingat alasan itu, membuat hati Sakura berkecamuk. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya, merapal harap dalam hati semoga ayah dan ibunya mendapat toleransi untuk datang ke posko kesehatan usai pertarungan mereka di sana.

"Bertahanlah, ayah. Ibu pasti bisa menyembuhkanmu."

"Aa, tentu saja. Jangan remehkan istriku, gadis kecil. Dia orang yang hebat."

Meski suaranya memberat, Kizashi masih bisa tertawa, melontarkan perkataan jenaka seperti biasa. Perlahan hati Sakura merasa sedikit lega. Benar, hanya sedikit. Karena bagaimanapun, ia tetaplah seorang anak yang akan merasa khawatir jika kedua orangtuanya terluka.

"Ingatlah, Sakura. Setelah perang ini berakhir, kita akan makan besar. Asal kau tau saja, aku sudah menyiapkan hadiah untukmu dan juga ibumu."

Sakura memaksakan senyum meski air matanya tidak bisa diajak berkompromi. Gadis itu menggigit bibir, berusaha untuk tidak terisak agar kedua orangtuanya tidak tau jika ia tengah menangis saat ini.

"Benarkah? Bisakah kau memberitahuku apa hadiahnya?" tanya gadis itu setelah berhasil mengendalikan suaranya.

"Ey, namanya saja sudah kejutan. Harusnya ini membuatmu terkejut, dong."

"Ahahaha."

Sakura tertawa puas, namun airmata tetap saja tak berhenti. Gadis itu diam-diam merasa jengkel dengan sifat sang ayah yang selalu tidak paham situasi. Astaga, padahal dia sedang terluka parah. Tetapi bagaimana bisa ia mengatakan hal seperti itu di saat menegangkan seperti ini?

"Berjanjilah, Sakura. Kau harus pulang dalam keadaan selamat."

Suara lembut itu terasa menyakitkan untuknya, layaknya belati yang mengoyakkan dadanya tanpa ampun. Gadis itu mengangguk seraya bergumam. Tak lupa ia menggigit bibirnya agar tak mengeluarkan isakan apapun.

Cicatrize ✔️Where stories live. Discover now