Chapter 39

628 82 18
                                    

Gaara menatap datar pada gurun pasir yang sepi di depannya. Perlahan sang surya bersembunyi di balik peraduan, beranjak untuk menyinari belahan bumi yang lain sebelum rembulan menggantikan tugasnya. Melihat pemandangan matahari terbenam ini mengingatkannya akan sosok merah muda yang tidak ia ketahui ada dimana. Pemuda itu memejamkan mata, menyembunyikan netra hijau pudar itu lalu memusatkan pikirannya. Beberapa informasi telah ia terima dari beberapa ANBU serta jonin yang telah diperintahkan sang kakak untuk menelusuri jejak Sakura. Satu per satu kepingan informasi itu ia rangkai di dalam kepalanya, berusaha untuk meghubungkan kejadian satu sama lain agar menjadi satu informasi baru guna menemukan keberadaan gadisnya.

"Gaara."

Konsentrasi pemuda itu buyar ketika suara Kankuro memanggilnya. Sang Kazekage menoleh, menatap sang kakak yang turut menyusulnya ke gerbang desa setelah menggeledah kediaman Hisobu.

"Aku menemukan ini."

Gaara menyambut sebuah kertas kecil yang diberikan oleh Kankuro. Tanpa membuang waktu, ia pun membaca isi gulungan tersebut. Dahinya mengernyit, berusaha mencerna untaian kata yang tertulis di sana.

Markas 2, ujung selatan gurun kematian. Jam 2 siang. Target sudah ada di tangan kami.

"Kurasa ini adalah surat yang dikirimkan oleh seseorang kepadanya. Saiya berkata jika ayahnya mengumpulkan pasukan secara diam-diam, pasti surat ini berasal dari bawahannya."

"Ada bukti yang lain?"

"Kami menemukan tiga ekor merpati di kandang yang ada di ruangannya. Berdasarkan informasi dari Saiya, ayahnya mempunyai tiga ekor merpati untuk mengantar pesan. Mengingat jumlah merpati yang lengkap, kukira pesan ini baru dikirimkan."

Kankuro menambahkan. "Jika ditelisik dari keterangan dari Kurotsuchi, Sakura dibawa saat siang hari setelah waktu istirahat dari konferensi. Aku yakin saat ini Sakura dibawa ke sana. Keterangan waktu di surat ini sudah menjadi petunjuk kuat."

Gaara pun mengangguk pertanda mengerti.

"Kita pergi sekarang."

***

Sakura dan Shira terpaku di tempat mereka kala melihat butiran pasir berwarna hitam mengelilingi pria itu. Keduanya membulatkan mata, menatap tak percaya pada lawan mereka yang memiliki kekuatan langka serta terbukti sangat kuat. Sesaat Sakura mendecih, berpikir keras untuk menyiapkan strategi yang tepat sebelum mereka menyerang.

"Pasir besi?" lirih Shira yang dapat didengar oleh Sakura.

"Aa. kelihatannya aku harus berurusan dengan hal merepotkan ini lagi."

Sakura mengingat momen pertarungannya bersama Sasori dulu ketika bersama Nenek Chiyo. Pasir besi memiliki kekuatan berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan pasir biasa. Daya serang maupun pertahanannya sama-sama baik. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya, siap untuk maju.

"Aku akan menjadi umpan. Tolong lihat bagaimana gaya bertarungnya, Shira-san."

"Aku mengerti," balas pemuda itu. Di kondisinya yang saat ini harus membagi fokus dengan menjaga Mitsuki, Shira tidak bisa maju sesukanya. Maka membiarkan Sakura menjadi umpan adalah langkah terbaik sementara ia mengamati proses pertarungann mereka.

"Shannaro!!"

Bugh

Brak

Sakura memukul sekuat tenaga satu per satu pasir besi yang telah dibentuk serta dipadatkan berbentuk kepalan tangan manusia. Tak tanggung-tanggung, Hisobu melayangkan serangan bertubi-tubi padanya, membuat Sakura cukup kewalahan karena serangan tersebut seolah tak ada habisnya. Gadis itu meraup oksigen dengan rakus. Tak terasa sudah lima belas menit lamanya ia dalam posisi bertahan lantaran Hisobu sama sekali tidak bisa didekati. Pria itu menyerang cukup brutal, membuat Sakura mendecih jengkel karenanya.

Cicatrize ✔️Where stories live. Discover now