Chapter 30

687 92 24
                                    

Sakura menatap kosong bulan purnama yang tengah memamerkan keelokan sinarnya di luar sana. Semilir angin malam menusuk kulit bersihnya. Jika di siang hari Suna terkenal akan teriknya sinar sang mentari, maka di malam hari kau akan mendapati hal yang sebaliknya. Pertukaran suhu yang cukup ekstrem ini sebenarnya sangat tidak baik untuk kesehatan. Namun Sakura tidak mempedulikan hal itu. Saat ini ia membutuhkan sesuatu untuk menyejukkan pikirannya, berharap jika berbagai perasaan yang berkecamuk dapat lenyap begitu saja bersama dengan hembusan angin.

"Hei."

Ino menyodorkan gelas berisi coklat panas. Sakura menerimanya dengan senang hati. Setelah mengucapkan terima kasih, Ino ikut menyandarkan diri di pagar pembatas dan menyesap minuman manis itu dalam diam.

Sesekali gadis berambut pirang itu melirik sahabatnya. Ia tau jika pikiran Sakura sedang kacau. Setelah pertemuan singkat dan menjengkelkan dengan tetua Suna yang bernama Hisobu tadi, Ino mendapati Sakura yang kerap kali melamun. Ia terlalu banyak diam sejak mereka meninggalkan kantor Kazekage. Atas sarannya, Ino mengajak Sakura untuk melihat pemandangan dari loteng penginapan. Ia mengerti jika Sakura butuh waktu untuk menenangkan pikirannya sejenak. Maka memandang langit malam sembari meminum coklat panas bukanlah hal yang buruk, kan?

"Kau tau, aku sangat marah kepada Pak Tua tadi. Dia pikir aku ini perempuan macam apa yang bisa disuap dengan cara murah seperti itu," sungut Sakura setelah sekian lama terdiam. Ino meliriknya sebentar lalu mengangguk kecil.

"Kau benar, aku juga tidak suka ketika dia mengatakan itu. Tapi aku juga bertanya-tanya, sejak kapan kau punya rumah sakit, Nona Merah muda?"

Sakura tertawa hambar. Ia meneguk coklat panas pemberian Ino lalu berkata, "Orang sepertinya tidak akan tau perbedaan rumah sakit dan klinik. Lagipula fungsinya juga sama, jadi aku tidak berbohong, kan?"

Ino mendengus geli. Ia meninju pelan lengan Sakura lalu berkata, "Terserah kau saja."

Sakura menghela napas panjang. Jujur saja, ia merasa sangat lelah. Namun gadis itu tak bisa memejamkan matanya barangkali hanya semenit. Ada banyak hal buruk yang mengelilingi otak cerdasnya. Perjodohan? Mengapa tak pernah sekalipun terlintas di pikiran Sakura jika kekasihnya itu adalah orang penting yang pasti akan terikat dengan berbagai aturan? Gadis itu nyaris melupakan status Gaara yang notebene tidak memiliki kebebasan layaknya rakyat sipil. Bahkan urusan pribadi seperti pernikahan pun, tetap akan menjadi urusan desa. Sakura bertanya-tanya dalam hati, lalu apa yang akan terjadi selanjutnya?

Apakah Gaara menyetujui perjodohan itu? 

Apakah hubungan mereka akan berakhir seperti ini?

Kira-kira begitulah pertanyaan yang terus melayang di kepalanya.

"Aku ingin tau bagaimana tanggapan Gaara."

"Dia tidak setuju," ujar Ino lalu membalikkan badan, menatap Sakura dengan yakin. "Kurasa dia menolak makanya si tua bangka itu repot-repot mau bertemu denganmu."

Kendati demikian, Sakura tampak tak senang dengan spekulasi Ino. Pikirannya melayang tak tentu arah saat ini. Tentu saja, saat ini kekasihnya akan dijodohkan dengan gadis lain. Hubungan mereka tengah terancam saat ini. Bagaimana mungkin dia bisa tenang?

Dan lagi, mengapa Gaara tidak memberitahu apapun soal ini?

"Kau percaya pada Gaara, kan?"

Sakura tertegun sejenak. Percaya? Rasanya baru tadi sore ia mengatakan jika gadis itu percaya speenuhnya pada Gaara. Namun setelah mendengar kabar mengejutkan ini, entah mengapa ia menjadi sedikit goyah.

"Kau tau, tadi aku bertemu dengannya dan dia bersikap sedikit aneh. Maksudku, terlihat jelas jika Gaara-kun ingin menyampaikan sesuatu tapi dia menahannya. Menurutmu, apakah dia ingin membicarakan masalah ini, Ino?"

Cicatrize ✔️Where stories live. Discover now