41

69 18 8
                                    

Hai aku up agy nih!

Jan lupa pencet bintangnya!!

***

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring pertanda telah berakhir nya pelajaran pada hari itu. Aulia merapikan alat tulisnya dengan malas. Rasanya gadis itu masih tidak percaya kalo Aksa mengkhianatinya. Bisa jadi wanita yang bergelayut manja di lengan Aksa itu, sepupunya? Atau mungkin, teman? Ah walaupun sudah berusaha berfikir positif Aulia tetap saja tidak bisa menghilangkan rasa sesak di dadanya.

Ucup, Indra, Dimas, Nisa dan Zika menatap Aulia miris.

"Udah?" Indra bertanya saat semua alat tulis gadis berponi itu sudah masuk ke dalam tas. Aulia mengangguk lesu.

"Mau pulang bareng siapa?" Ucup bertanya setelahnya.

"Kok pulang?" Tanya Aulia bingung. "Kita 'kan mau ke rumah Aksa dulu," lanjutnya menaik turunkan alisnya.

Dimas mendengus. "Ngapain juga kesana? buang-buang waktu. Mending lo pulang aja, istirahat. Muka lo pucet banget kaya mayat," celoteh Dimas panjang lebar.

Aulia menggeleng lemah. "Kalian udah janji mau nemenin gue."

"Aul ta--" Ucup berhenti berucap kala Nisa memberikan tatapan tajam mengintimidasi.

"Kita bakal nemenin lo. Buruan makanya, jangan lelet," sela Nisa membuat Aulia cepat-cepat berdiri dari bangkunya.

Indra menghela nafas kasar. "Lo bonceng gue aja."

"Lo bonceng Zika aja Ndra, gue mau sama Ucup," ucap Aulia mengedipkan mata pada Indra.

"Dih apaan," kesal Zika yang sepertinya menangkap maksud Aulia. "Gue gamau di boncengin Indra,"

"Dih emang siapa juga yang mau boncengin lo, rambut jagung?!!" Kesal Indra tak mau kalah.

"Halah padahal dalem atinya pengen banget boncengin si Zika," celetuk Dimas menggoda.

Ucup ikut menyahut. "Gengsi kok di gedein. Mending gedein ayam biar manfaat."

Mereka kecuali Nisa tergelak membuat wajah tampan seorang Indra memerah, Zika pun sama. Wajahnya kini seperti kepiting rebus.

Aulia sedikit melupakan rasa sesaknya. Teman-temannya tidak pernah gagal mencairkan suasana.

"Kalo kalian ngobrol terus, kapan ke rumah Aksa nya?" Tanya Nisa ketus.

Heran sekali dengan orang-orang ini. Padahal tadi saja sok serius sampai mau mengamuk. Sekarang malah bercanda. Sangat prik menurutnya.

Setelah teguran ketus dari si muka datar, tanpa banyak bicara lagi mereka segera bergegas ke rumah Aksa. Aulia di bonceng Ucup, Dimas dengan Nisa dan , Indra tentu saja dengan Zika.

Tak membutuhkan waktu yang lama bagi mereka untuk sampai di rumah Aksa. Jarak dari sekolah ke rumah Aksa tidak terlalu jauh.

Sejak di motor, Aulia hanya menatap kosong ke depan. Hati dan pikirannya tidak bisa sejalan. Aulia harus menyiapkan mental untuk segala kemungkinan yang ada.

Dua puluh menit kemudian mereka telah sampai di depan gerbang rumah mewah milik Aksa. Tampak gerbang itu sedikit terbuka. Sepertinya baru saja ada yang masuk ke dalam bangunan mewah berharga milyaran itu.

Ucup turun terlebih dahulu untuk sekedar mengintip diikuti yang lain di belakangnya.

"Langsung pencet aja belnya. Kenapa malah ngintip-ngintip kaya maling gini dah?" Dimas berkomentar heran.

"Gue mau mastiin dulu ada motornya kaga," sahut Ucup seadanya. "Ada, berarti orangnya ada di rumah," lanjutnya.

Saat Ucup hendak memencet bel, Aulia dengan segera mencegah. "Kalian di luar aja, biar gue yang masuk."

Ucup menggeleng. "Gak, kita ikutan."

Aulia ikut menggeleng. "Kalian tunggu disini aja. Gue engga bakal lama."

Tanpa menunggu jawaban dari yang lain Aulia segera masuk. Menerobos gerbang yang memang sedikit terbuka. Aulia tidak perduli jika dirinya di cap kurang sopan. Aulia takut kalau memencet bel terlebih dahulu kemudian dibukakan oleh satpam atau pembantu di rumah Aksa, ia akan kembali di usir secara halus seperti tempo lalu.

Aulia melangkah ragu, melihat sekeliling rumah Aksa. Motor Aksa terparkir di depan. Sedangkan mobil Dirga tak kelihatan, mungkin ayah Aksa sedang bekerja. Satpam yang biasanya berjaga pun tak nampak batang hidungnya.

Pintu utama rumah Aksa terbuka lebar, Aulia semakin mendekat. Sayup-sayup terdengar suara orang sedang mengobrol. Aulia sangat kenal siapa sang pemilik suara. Suara yang membuat Aulia tak bisa tidur belakangan ini. Tapi kenapa ada suara perempuan juga? Apakah itu suara Kinzy? Tapi rasanya bukan.

Langkah ragu itu membawa Aulia sampai ke depan pintu yang terbuka lebar, Aulia hendak masuk. Namun urung saat suara obrolan itu kian terdengar jelas.

"Aksa sayang Rara kan?"

Aulia membatu. Kakinya berhenti melangkah. Aulia kini menunggu jawaban keluar dari mulut Aksa. Aulia berharap Aksa--nya menjawab tidak.

"Iya dong, aku sayang banget sama Rara." Suara itu terdengar lantang.

Aulia bungkam. Tak terasa bulir-bulir bening keluar dari mata bulatnya. Dadanya semakin sesak seakan banyak anak panah yang menghujamnya.

Apa ini?

Aulia perlahan mundur. Ia rasa semuanya sudah cukup jelas. Aulia mengusap kasar air mata dengan tangannya. Berbalik arah lalu berlari kencang. Ah sialan,  kenapa air mata ini tidak mau berhenti!

Sampai di depan gerbang teman-temannya dibuat terkejut dengan kondisi Aulia yang sudah acak-acakan. Matanya sembab, bibirnya makin pucat memprihatinkan.

Ucup bertanya khawatir. "Aul, lo kenapa?"

Aulia menggeleng.

"Anterin gue pulang...."

***

TBC

HAI BESTIE, SELAMAT MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN!

semoga kalian selalu di beri kesehatan ya, supaya puasanya lancar dari awal sampai akhir. Jangan pada Budi ya wkwk!

'buka diem-diem'

Masih terbuka untuk yang mau ngasih kritik dan saran buat aku!

Salam kalem : author edan

AULIA [On Going]Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα