04 - Hutang

130K 9.1K 213
                                    

Meraih kotak P3K dari rak dinding, Elian menghampiri Ghava yang masih menunjukkan raut kesedihan.

Cowok itu sedang berusaha ditenangkan oleh inti Renzio yang mendadak jadi orang paling bijak sedunia, mereka memberikan Ghava kata-kata nasehat dan penyemangat.

"Jangan ngerasa sendiri, ya, Ghav? Masih ada kita kok. Gue yakin nanti lo sama Gibran pasti bisa ketemu lagi," ucap Kenzy disambut anggukkan oleh yang lain.

Elian datang, menatap lekat mata Femas yang duduk di samping Ghava.

Ah... lewat tatapan saja sudah bisa diartikan oleh Femas. Padahal Elian diam saja, tapi dalam imajinasi Femas, cowok itu seolah berteriak, "MINGGIR LO, GUE MAU DUDUK SITU!"

Segera berdiri dan menepuk-nepuk sofa bekas pantatnya yang seolah banyak debu, Femas mengarahkan tangannya ke sofa seperti ciri khas tiktoker bernama Khaby Lame.

"Silakan duduk, Baginda."

Semua yang ada di markas tertawa. Namun dengan elegan dan wajah tanpa dosa, si Baginda langsung duduk di tempat yang tadi dipersilahkan oleh Femas.

"Ah!" sentak Ghava yang ikut tertawa tapi luka di dagunya masih terasa nyeri.

Semua orang diam, fokus mereka kembali kepada Ghava.

Tak ada lembut-lembutnya, Elian meraih rahang Ghava agar dagunya terarah kepadanya.

"M-mas Alien, boleh gak langsung diplester aja?" tanya Ghava, wajahnya diimut-imutkan begitu matanya mendapati kapas di tangan Elian yang sudah diberi alkohol.

Elian memberikan kapas itu kepada Askar, lalu pergi ke belakang. Seolah tau maksud dari Elian memberikannya kapas, Askar menyuruh yang lain agar memegangi tangan Ghava.

"We-wey! Mau ngapain woy?! Jangan, Kar, jangan... aghh!"

Karena terus memberontak, Askar menduduki paha Ghava dengan posisi seperti dipangku.

Suara teriakan Ghava menggema di sepenjuru markas begitu Askar mengusapkan kapas itu ke lukanya. Tentu saja mulut suci Ghava melontarkan kalimat-kalimat yang bersifat mutiara. Seluruh penduduk kebun binatang diserukan olehnya.

Cowok itu kesakitan karena lukanya semakin perih, seperti dibakar.

"ALLAHU AKBAR!" teriak Elian.

Semua orang menoleh dan langsung terdiam. Elian melangkah cepat, meletakkan ember kecil berisi air dan sehelai kain ke atas meja.

Elian menjewer telinga Askar sampai turun dari pangkuan Ghava, refleks yang lain langsung melepaskan Ghava.

Ghava tampak ngos-ngosan menatap kesal teman dakjalnya satu-persatu.

"A-ampun, Li! Lepasin dong, it's so hurt... orang tadi you sendiri kan yang suruh i bersihin luka Ghava?"

"Kapan gue nyuruh?" Elian melepas telinga Askar.

Sambil mengusap-usap bekas jeweran, Askar kembali mengingat. Sepertinya tadi Elian memang tak mengatakan apapun.

"Lo sendiri yang ngide, bego!" seru Ghava masih kesal, bibirnya manyun.

Askar nyengir lebar sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. "Lagian Mas Alien, kayak mahal banget voice-nya. Selalu eyes language number one. Jadi kan i harus nebak-nebak sendiri apa maksudnya tadi you give me kapas. Kirain disuruh bersihin luka Ghava."

"Gue baru inget kalo alkohol gak direkomendasiin buat bersihin luka, makanya gue ke belakang mau ambil air dan nyari kain."

"Huuuu... sok bisa baca mata orang, sih, lo!" sorak Kenzy diikuti yang lain.

ALGHAVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang