42 - Perayaan Tanda Damai

56.3K 5.5K 1.3K
                                    

260 orang sudah berkumpul di markas Renzio, gabungan dari 110 anggota Renzio dan 150 anggota Georda. Untunglah halaman markas cukup luas, jadi bisa menampung motor sekaligus orang-orang yang ada di sana.

Dua geng itu akan merayakan perdamaian mereka dengan makan-makan. Satu orang membayar uang iuran senilai 50 ribu.

Ghava berhasil membuat api unggun, di waktu bersamaan sepuluh motor yang ditugaskan membeli ayam baru tiba, satu motor diisi dua orang berboncengan, salah satu dari mereka ada Femas dan Fikram.

Selain membawa kantong berisi 10 ayam yang sudah disembelih dan dibersihkan dari tempat pembelian, terlihat Femas juga menenteng seekor ayam hidup.

"Kok gak sekalian disembelih?" tanya Ghava.

"Nyolong dia," jawab Fikram tertawa.

"Siapa yang nyolong? Ayamnya sendiri yang ngikutin gue, ya gue bawa sekalian lah," sangkal Femas.

"Perbuatan macam apa ini? 'Kan bisa nyolong dua," kata Ghava.

"Cuma dia yang lepas dari kandangnya."

"Definisi anggota cerminan dari ketuanya," kekeh Fikram.

Tidak berselang lama Kenzy dan Askar datang. Kenzy menemani Askar pulang untuk mengambil wajan besar milik Mommy-nya. Disusul Ale dan Riko dengan membawa dua kardus mie instan dan satu kardus kopi.

"Than! Ethan! Bang Ethan!" panggil Bagas teriak-teriak, cowok itu sudah dibanjiri keringat.

"Than, Bagas noh!" kata Jefan.

Ethan menghentikan aktivitas mengupas bawang, lalu menghampiri Bagas yang tampak kesusahan menyalakan api.

"Minggir! Bakar rokok aja cepet lo," omel Ethan menggantikan Bagas menyalakan api.

Mereka membuat dua api, satu untuk membakar ayam, satu lagi menanak nasi sekalian memasak mie instan. Semua kegiatan ini berasal dari ide Ghava yang notabene senang memasak.

"Duitnya masih sisa lumayan, nih, gue beliin bir, ya?" tanya Bagas.

Karena banyak yang setuju, cowok itu pergi untuk membeli bir dengan beberapa temannya yang lain.

"Ghav, apalagi, nih, bumbunya?" tanya Ethan, gara-gara Ghava cowok yang sebelumnya tidak pernah memasak mau membuat bumbu.

"Jahe udah belom?"

"Yang kuning ini?"

Ghava mengerutkan kening. "Itu kunyit. Perasaan gue gak nyuruh beli kunyit. Siapa tadi yang belanja bumbu?"

"Gue," jawab Elian. "Salah beli?"

Sedikit terkejut, Ghava senyum lebar. "Kagak, Mas Alien gapernah salah. Mending-mending udah mau ke warung beliin bumbu."

"Kalo salah gue balik ke warung."

"Serius mau?"

"Apa yang salah?"

"Kunyit. Harusnya lengkuas."

Elian menghampiri motornya, langsung pergi menuju warung. Rupanya tak hanya Ghava, beberapa anggota Renzio yang memperhatikan juga melongo melihat Elian yang sangat tumben mau disuruh-suruh seperti itu, apalagi beli bumbu dapur di warung.

Masing-masing anak fokus dengan kegiatan mereka. Ada yang mengupas bawang, memotong sayuran untuk dicampurkan ke dalam mie, mencuci beras, menyiapkan alat panggangan, dan lain sebagainya.

Sembari menunggu masakan matang, sebagian anak bermain gitar sambil bernyanyi membuat suasana kian seru dan tidak membosankan.

"Request dong, woy! Kopi dangdut!" seru Fikram yang tengah bertugas membakar ayam bersama belasan anak lainnya.

ALGHAVAWhere stories live. Discover now