07 - Tanggung Jawab

110K 7.1K 658
                                    

Puluhan motor sport berjejer rapi di halaman luas itu, markas dipenuhi oleh anggota Renzio. Ralat, tidak semua. Hanya kelas 11 dan 12 saja.

Dengan semangat yang berkobar serta amarah yang menggebu-gebu, Ghava menjelaskan setrateginya di papan yang sudah ia siapkan. Semua anak fokus menyimak.

"Ada yang mau kasih masukan?" tanya Ghava.

"Ghav, gue rasa malem waktu yang cocok buat eksekusi anak Georda. Gue yakin pas malem mereka akan lebih banyak ngehabisin waktu di markasnya," usul Kenzy.

"Oke, kita laksanain serangan nanti malem," jawab Ghava setuju.

Ghava mengepalkan tangan ke udara. "RENZIO!"

"SOLIDARITAS TINGGI, SATU DISAKITI SEMUA BERDIRI!" balas seluruh anggota Renzio serempak.

Di saat semua anak sedang berapi-api, berbeda 180 derajat dengan Elian yang hanya menatap datar menyimak obrolan. Cowok itu duduk di sofa bersama inti lainnya.

Sejak awal hanya Elian yang terlihat keberatan dengan tindakan Ghava. Namun apa boleh buat? Insting solidaritas yang begitu tinggi seakan memaksa Elian untuk mengikuti kehendak Ghava dan anggota lainnya.

***

Bersiap memakai jaket, Ghava bergegas menuju pintu utama rumahnya. Sore tadi dia pamit untuk ganti baju pada anggota Renzio, dan malam ini dia hendak kembali ke markas.

Ghava tak sabar ingin memberi pelajaran kepada Geng Georda yang telah menyerang anggotanya.

Saat membuka pintu, Ghava dibuat terlonjak kaget ketika pandangannya mendapati Fania berdiri di hadapannya. Kira-kira sejak kapan gadis itu berdiri di depan pintu?

Meneguk saliva, Fania tampak ragu untuk membuka suara.

"Mana Om Herlambang?"

Mendengar pertanyaan itu, Ghava langsung tertawa kecil dengan nada miris.

"Kenapa? Lo udah dicampakkan, ya?"

Fania membulatkan mata, kecurigaannya semakin besar. Sejak kemarin dia tidak bisa menghubungi Herlambang. Lalu Ghava, apa maksud Ghava mengatakan hal seperti itu?

Atau jangan-jangan Ghava sudah tahu tentang hubungannya dengan Herlambang?

"Gausah kaget, gue udah tau kok kalo lo punya hubungan sama bokap gue."

Smirk Ghava terulas, melanjutkan langkah, cowok itu menabrak bahu Fania dengan angkuh. Ghava ingin segera mengambil motornya di garasi dan pergi dari sini, Fania telah berhasil membuat mood-nya semakin hancur.

"GHAVA!" panggil Fania menahan tangan cowok itu.

Ghava menoleh, hanya menjawab dengan menaikkan satu alis.

"Sejak kapan?"

"Apa?"

"Lo tau kalo gue sama bokap lo...." Fania merasa malu untuk melanjutkan ucapan.

"Sejak malam di mana lo buang gue kayak sampah. Lo gak tau kan kalo gue berusaha temuin lo lagi? Ibu Panti ngasih tau gue kalo lo lagi keluar cari angin di taman," jelas Ghava. "Gue kira di taman lo lagi nangis-nangis nyeselin perpisahan kita, tapi malah pemandangan lain yang gue dapet. Haha... gue jadi kasihan sama diri gue sendiri."

ALGHAVAWhere stories live. Discover now