29 - Jadwal Mengurus Anzel

66K 5.4K 178
                                    

Leona segera membuatkan susu untuk bayi lelaki itu setelah sampai rumah. Di sofa kamar, Ghava malah melamun memperhatikan betapa telatennya Leona mengurus bayi yang merupakan Adiknya sendiri.

Anzel tidur, kemudian Leona turun dari ranjang.

"Apa, sih, tadi pake boong segala sama Ibu-Ibu?" protes Leona duduk di samping Ghava seraya meregangkan otot tubuh.

"Kalo jawab jujur, emang lo mau pertanyaannya merembet ke mana-mana? Nanti Ibu-Ibu itu nanya, loh orang tua aslinya ke mana? Kok anak SMA udah bawa bayi? Dan bla-bla sebagainya."

"Enggak, sih."

"Makanya."

Tok... Tok...

Ghava dan Leona menoleh bersamaan, Ghava keluar untuk membuka pintu. Baru dibuka, tamu nyelonong masuk begitu saja. Ya, mereka itu anak-anak Renzio.

"Ngapain dah ke sini segala?" cicit Ghava.

"Lah, biasanya juga ke sini kita," jawab Askar.

"Kita tuh ke sini mau liat kondisi lo, tau sendiri kadang-kadang otak lo dangkal," sahut Fikram.

"Maksudnya?" tanya Ghava.

"Kita takut lo ngelakuin hal yang enggak-enggak setelah kepergian Fania," jujur Elian.

"Kayak yang nabrak mobil waktu itu," kekeh Femas.

"Sialan, malah diingetin lagi," sambung Kenzy tertawa.

"Itu pure kecelakaan, anjeng!" elak Ghava.

"Iye, kecelakaan lo sendiri yang buat. Orang waras mana yang ditabrak mobil bukannya langsung minta tanggung jawab malah gak terima terus nabrak mobilnya balik? Mana pake motor lagi, ya jelas lo sendiri lah yang celaka. Untung kagak mati beneran lo," celoteh Femas disambut tawa dari yang lain.

Karena suara brisik yang ditimbulkan oleh kumpulan remaja cowok itu, Anzel terbangun lalu menangis. Kontan seisi ruang tamu kaget. Tak lama Leona keluar, di situ inti Renzio semakin kaget.

"Janga brisik, woy! Kalian ganggu Anzel tidur!" omel Leona.

Semuanya diam. Bukan karena omelan Leona. Jelas karena mereka kaget. Satu, karena suara bayi. Dua, karena Leona tiba-tiba keluar dari kamar Ghava.

Elian bangkit dari duduknya, melangkah cepat menuju kamar Ghava.

"Ghav?!" teriak Elian, jarang sekali cowok itu meninggikan suaranya.

Itu pasti bukan hal biasa, sampai-sampai bisa membuat Elian teriak. Sontak yang lain penasaran, langsung lari mengikuti Elian.

"Ghav,  ini baby siapa, Ghav?!" heboh Askar.

Sungguh, mereka tidak tahu soal kehadiran Anzel. Yang mereka tahu, Fania meninggal dalam kondisi hamil. Ghava pun tidak menceritakan apa-apa selain memberi info bahwa Fania telah tiada, semua orang yang melayat langsung menuju makam Fania, makanya tidak ada yang tau seperti apa kondisi perempuan itu sebelum dimakamkan.

Anzel menangis kian kencang. Naluri bapak-bapak Elian langsung terdorong untuk menggendong bayi itu. Ajaib, dua kali timangan Anzel langsung diam, bahkan kembali tertidur dengan nyenyak.

Nah kan bayi aja tau digendong cowok ganteng.

Mengalihkan Anzel pada Leona, anak-anak Renzio menyeret Ghava ke ruang tamu lagi. Mereka menyidang Ghava untuk meminta penjelasan tentang apa yang telah terjadi. Dan apa saja yang telah ia sembunyikan selama ini.

Elian mulai menyidang Ghava dengan mengomelinya, "Lo tau, Ghav, kita udah temenan lama. Lo tau semua masalah kita, bahkan kita saling tau masalah satu sama lain dari yang terkecil sampai terbesar. Masa masalah segede ini lo umpet-umpetin? Terus lo anggap kita apa? Harus banget kita tau sendiri semua masalah lo? Kita tau lo punya batasan untuk melidungi privasi, kita pun juga gitu. Bukan tentang Leona, problemnya ada di bayi itu ... kita juga berhak tau sebagai sahabat lo. Gue yakin kalian gak mungkin bisa ngurus dia berdua doang."

ALGHAVAWhere stories live. Discover now