2

25K 903 8
                                    

Ana sudah ada didalam sebuah ruangan cukup gelap, ia kemudian maju perlahan menghadap seorang pria misterius yang terlihat cukup berkuasa diatas kursi putarnya serta dengan puntung rokok ditangannya.

Pria itu dalam keadaan membelakangi mereka. Ana terlihat sangat tegang, berbeda halnya dengan Sella, siapa sebenarnya pria dihadapannya ini?

Kenapa aura disekitarnya sangat terasa gelap dan menyeramkan?

Bahkan jari pria itu terlihat diketuk berkali-kali ke atas mejanya. Dikira Ana dia merupakan pria yang cukup tua, tapi sesuatu seperti membelakakkan kedua matanya ketika ia mulai berbalik badan dan terlihat begitu kokoh sosok figur dihadapannya.

Terlihat tampan, berwibawa dan karismatik, terlebih wajahnya sedikit mengingatkan Ana pada bule kaya raya yang biasa menghabiskan uangnya untuk barang mahal kesayangannya, tajam pandangan mata elangnya, seakan menghunus kedua mata Ana layaknya sebilah pedang.

"Seperti yang diduga, seorang wanita pelacur ditemani dengan wanita yang hobi menutupi rambutnya. Sejak kapan dua latar belakang manusia yang seperti ini bisa saling beraliansi?" sindir Alcyone senyum meremehkan.

Ana hanya terdiam menundukkan sedikit wajahnya karena takut. Terasa sekali aura penuh kuasa dan keagungannya ketika itu, membuat Ana sedikit gentar.

"Kita tidak saling mengenal, tapi saya ingin membantunya sebagai sesama manusia. Apakah salah jika saya bertindak seperti itu?"

Alcyone tertawa mentah. "Membantu? Bukankah meminta bantuan padaku sama saja menjerumuskannya ke dalam neraka?" tanyanya yang langsung membuat Ana terbelalak. Apa sebenarnya maksudnya?!

"Saya akan pastikan tidak akan ke arah itu." ucap Sella yakin.

Alcyone mendecih. "Kamu yakin?" tanyanya. Sella sedikit gentar dengan senyuman seringaiannya yang terkesan menguji keberaniannya.

"I-iya tuan. Pokoknya tidak akan sampai ke arah itu. Lagipula dia bekerja, dia hanya ingin meminjam uang saja ke tuan." ucap Sella. Alcyone tampak meremehkan.

"Berapa uang yang ingin dia pinjam?" tanya pria itu. "Li-lima belas juta tuan." ucap Sella.

Alcyone tersenyum tipis.

"Heh, terlalu kecil. Yasudah... Tapi kamu harus memastikan dia membayar sesuai tenggatnya atau kalau tidak.... Dia yang akan jadi jaminannya." ucapnya tersenyum menyeringai. Sella mengangguk tegang.

Mereka pun segera keluar dari ruangan itu lalu masuk ke dalam lift. Lebih tepatnya mereka saat ini sedang berada di kediaman dari seorang yang namanya begitu dikenal di kalangan para polisi dalam maupun luar negeri.

Begitu banyak kegiatan ilegal yang dilakukannya hingga luar negeri, ia memiliki banyak keuntungan dari kegiatan usaha ilegalnya itu, bahkan rumornya ia merupakan gembong mafia yang begitu dicari keberadaannya oleh polisi internasional.

Entahlah hanya segitu saja yang Ana ketahui dari Sella yang beberapa saat lalu ia dengarkan.

Seperti yang ia ketahui kalau Sella merupakan seorang pelacur.

Mereka saling menunggu lift itu turun menuju ke lantai paling bawah, lantai satu. Sejujurnya ada yang ingin Ana utarakan padanya.

"Mbak, sebelumnya makasih banget karena udah mengajak aku kesini, sekarang aku bisa lebih tenang karena uang itu udah ada di genggaman hehe. Makasih banyak ya mbak." ucap Ana.

"Iya enggak masalah dek, saya juga senang bisa membantu kamu. Jadi kamu enggak perlu sedih lagi sekarang." ucap Sella tersenyum.

"Ini bunganya sama kayak bank ya mbak?" tanya Ana.

"Tenang aja kok, dia cuma ngambil bunga dikit doang. Enggak kayak bank. Tenang aja deh." ucap Sella.

Tentu saja Ana merasa bersyukur atas hal itu. Dari sini ia langsung bisa melihat ke depan, apa yang harus dirinya lakukan setelah ini, mengajukan permintaan operasi kakaknya, kembali ke Jakarta dan bekerja seperti biasa di toko, menyicil hutangnya.

Tetapi dirinya tidak tahu ketika semua terjadi tidak sesuai rencananya. Ia tidak pernah sekalipun memperhitungkan hal ini di depan.

Hingga di hari ketika semua itu terjadi, ia diliburkan lama dari pekerjaannya, isi kantong menipis dan ia mulai ditagih-tagih oleh orang sekitarnya untuk segera membayar hutang, apalagi sekarang ia memutuskan untuk mengontrak di Bandung, karena menunggu sang kakak yang masih dalam keadaan tidak sadar di rumah sakit daerah itu.

Ia mulai bingung. Ditambah biaya tagihan kepada Alcyone harus segera dirinya bayar.

Ia mulai mencari kegiatan tambahan dengan berjualan ini dan itu, tapi hasilnya malah gigit jari, dimana hasil jualannya tidak balik modal dan lama untuk memutar uangnya.

Hari dimana keadaan semakin parah dengan didatanginya Ana oleh sekelompok pria sangar bertato, bertubuh kekar dan menyeramkan, mereka menagih hutang Ana agar segera dibayar.

"Ini udah hari ketiga maneh janji-janji! Mana sekarang duitnya!" pekik pria itu sambil menunjuk dan memelototinya.

"Maaf... Tapi saya benar-benar enggak punya uang sekarang. Saya janji mungkin akhir bulan ini bisa saya bayar, dan mohon maaf banget sekarang saya belum bisa membayarnya. Saya akan usahakan. Saya janji." ucap Ana penuh harap.

Tapi mirisnya salah satu dari mereka malah mendorong Ana hingga menjatuh ke lantai.

"Kita enggak butuh janji kamu! Janji buaya! Percuma kamu pake kerudung juga tapi teu bisa nepatin janji!" tandas salah satu pria membuat Ana kian terpojokkan.

Beberapa temannya yang semula menerobos masuk ke dalam rumahnya langsung laporan ke pria temannya itu. Dengan sangat kesal mereka mengumpat.

"Halah gak ada apa-apaan di rumahnya! Gak ada yang bisa dijual kang! Rumah juga ngontrak! Halah gak ada yang bisa dibawa!" keluh salah satu pria.

"Yaudah kita bawa ajalah dia! Supaya dijual sama bos! Kan bisa jadi duit hahaha!" usul teman pria itu tertawa. Mereka bahkan terlihat setuju dan merasa kalau itu adalah ide yang menarik.

"Boleh tuh, ayo aja dah."

Mereka pun sambil tertawa langsung mencengkeram tangan Ana dan memaksanya untuk pergi. Ana protes dan coba berontak.

"Tunggu, kalian mau ngapain, lepasin!" pekiknya, tapi mirisnya ia malah langsung digendong karena kebanyakan berontak. Layaknya memanggul beras.

Berkali-kali Ana berteriak meminta tolong, tapi sayangnya tidak ada satupun orang yang melihatnya atau sampai menolongnya dikarenakan suasana sekitar rumahnya yang tampak sepi ketika itu, tak lain karena sudah cukup malam dan letaknya dekat dengan bukit dan persawahan.

Malam itu dirinya dibawa paksa ke dalam ke sebuah mobil, tidak ada yang bisa menghentikannya dibawa oleh mobil yang kemudian melaju cepat membelah jalanan kota Bandung.

Hingga tibalah dirinya dihadapan sebuah rumah besar, megah bak istana yang didalamnya terdapat lift, serta hamparan padang rumput, kolam renang dan air mancur. Benar-benar luas seperti kerajaan di negeri dongeng bahkan!

Ya! Rumah yang sejak awal ketika ia menginjakkan kakinya pertama kali serasa pangling, apakah pemiliknya ini adalah seorang presiden?

Kali ini telah menjadi yang kedua kalinya ia mengunjunginya. Bedanya saat ini dirinya kesana tidak bersama dengan Sella, tidak enak juga kalau dirinya tahu kalau ia masih belum bisa membayar hutang kepada orang itu.

Sedangkan dari dirinya ia mendapatkan bantuan pinjaman dari orang itu.

Tiba saatnya ia diseret paksa masuk ke dalam lift dan akhirnya keluar darinya, menghadap kehadapan sosok figur yang kelihatan sudah menunggu kedatangannya di depan, di tempat yang sama, dalam keadaan yang sama seperti kemarin-kemarin, bedanya ia sudah sesumbar bangkit dari kursi putarnya lalu berjalan cepat kehadapan Ana, cengkeram lehernya lalu sudutkan wanita itu, seringaian di sudut bibirnya semakin memberi kesan seram dan rasa sesak didadanya benar-benar tak terhindarkan. Ia menahannya sekuat mungkin.

"Perjanjian yang telah dilanggar mestilah dipertanggungjawabkan. Sesuai janji awal, jika hutang tidak juga dibayar, maka dirimu yang akan menjadi jaminan. Bersiap-siaplah untuk terjun ke neraka." ucapnya setengah kesal, tersenyum miring.

Ana tertegun, ia menahan cekatan di lehernya yang cukup menyesakkan.

Mafia Kejam Dan Gadis Yang Dijualnya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang