33

4.7K 173 3
                                    

"Loki kenapa dia berkata seolah mas Rayyan sudah meninggal?.."

"Kamu tidak perlu khawatir yang dikatakannya hanyalah kesalahpahaman saja."

"Tidak ada yang kamu sembunyikan kan dari aku?"

"Iya. Tidak ada."

"Aku takut, begitu banyak hal yang aku lupakan hingga sampai membuatku bingung kenapa aku bisa bisanya melupakan segala hal... memangnya aku kenapa dulu?"

"Anda tidak perlu cemas. Hal seperti ini juga sering terjadi. Dimana seseorang tiba-tiba dikatakan meninggal padahal dia masih hidup."

"Aku harus kerumah sakit. Aku harus mencari tahu, sebenarnya apa yang membuatku melupakan semuanya. Apakah karena penyakit mental yang pernah kuderita? Aku harus ke rumah sakit tempat dimana aku dirawat dulu." batin Ana.

Beberapa saat kemudian Ana menepati keinginannya, ia tiba dirumah sakit jiwa sekarang. Mengambil jadwal untuk bertemu dengan sang dokter yang pernah merawatnya dulu.

Kini giliran Ana yang dipanggil namanya, ia segera masuk ke dalam ruang dokter. Dokter Rendi menyapanya. "Selamat siang Ana, kamu mau kontrol apa gimana?" tanya dokter itu.

"Ah tidak, saya hanya ingin menanyakan sesuatu."

"Bertanya soal apa?" tanya dokter.

"Sebenarnya ini tentang penyakit saya dimasa lalu. Kenapa saya seperti melupakan banyak hal ya pak? Saya juga bingung ini mulanya darimana.... tapi semenjak setelah saya dirawat disini, yang saya ingat hanya sebagian kecil orang. Saya bahkan tidak bisa mengingat wajah suami saya. Apa sebenarnya yang terjadi sama saya pak?" tanya Ana.

Rendi terdiam seakan memahami tapi seperti tidak bisa mengutarakan yang mesti ia katakan. Mulutnya seolah dikunci untuk memberitahu banyak hal.

"Mulai sejak kapan anda merasakan hal seperti ini."

"Mulai semenjak saya keluar dari rumah sakit ini... saya seperti telah melupakan banyak hal termasuk suami saya sendiri. Saya hanya mengingat almarhum orang tua saya, kakak saya dan teman saya. Suami saya.... tidak ingat..."

"Saya tidak bisa memberikan banyak diagnosa, tapi setahu saya gejala yang terjadi pada mbak Ana itu disebabkan karena trauma yang sangat mendalam karena hal menyakitkan yang terjadi pada mbak, menyebabkan mbak amnesia. Tapi saya tidak bisa memprediksi kapan mbak bisa pulih seutuhnya. Kalau mbak merasa itu penting, mbak bisa mulai menanyakan tentang hal penting itu pada orang disekitar mbak..." ujar Rendi.

"Iya pak. Nanti saya tanyakan..."

"Kalau boleh saya tahu, gejala penyakit saya sebelumnya itu berupa apa ya pak? Saya bahkan melupakan juga hal itu." ujar Ana.

"Skizofrenia.... mbak sering berontak, tidak mau makan, minum, sering melamun."

"Itu karena apa kalau boleh tahu? Kenapa saya melakukan semua itu? Bahkan sampai berontak? Apa penyebab saya seperti itu?" tanya Ana.

Rendi terlihat bingung ingin membalasnya seperti apa, seperti ada yang ditahan.

"Saya kurang tahu sih mbak... Mungkin mbak bisa tanyakan langsung ke orang terdekat mbak."

"Oh, iya pak..."

Ana tidak menemukan jawaban, apakah mungkin ia mesti menanyakan hal ini kepada kakaknya Reno?

Entah kenapa didalam pikirannya hanya Reno, hingga telepon dari Alcyone tidak juga diangkat olehnya. Ia hanya tidak mau mengkhawatirkan sang suami. Ia ingin mencari tahu semua itu sendirian.

Harus ada hasil sekarang juga, karena tidak mau menyita waktu lagi.
Ana hanya ada waktu sekarang saja, semoga Acyone tidak mengkhawatirkan soal ini.

Ia juga sudah ijin ke Alcyone semula, ingin pergi sebentar keluar.
Ana janjian ketemu dengan Reno. Disana Reno kaget melihat Ana yang tiba-tiba muncul.

"Mas, aku mau ngomong sebentar, lagi istirahat kan ya?" tanya Ana.

"Mau bicara apa An?" tanya Reno sedikit penasaran dengan kehadirannya tiba-tiba.

"Mas.. ini soal mas Rayyan." ujar Ana, Reno tersentak. Kenapa mendadak soal suaminya? Apakah ada hal aneh yang terjadi?

Mereka saling duduk bersebelahan setelahnya, tepatnya di lobi lantai itu.

"Mas Ren... Apa sebenarnya penyebab aku sakit mental kemarin? Apa yang membuat aku sampai berontak, pasti ada penyebabnya kan mas aku sakit mental seperti itu, aku tidak bisa mengingat sama sekali tentang hal itu." ujar Ana.

Reno juga bingung, masalahnya Ana berada di Jakarta sedangkan dirinya berada di Bandung pada saat yang sama.

Ia tidak tahu apa yang terjadi pada keluarga mereka saat itu. Apakah mereka mengalami pertengkaran hebat, atau Ana yang memang sedang dalam keadaan terpuruk entah karena hal apa. Reno bahkan tidak paham benar kenapa alasan Ana hingga sampai dirawat di rumah sakit jiwa, ia hanya menerima keluhan kalau Ana sering menangis di kamarnya itu juga dari para tetangga disana.

Ia merasa bodoh saat itu, merasa kalau ia sudah meninggalkan Ana begitu saja setelah dirinya menikah.

"Ana... Sebenarnya gue juga enggak tahu lo kenapa. Kita kan kepisah waktu itu, lo di jakarta sedangkan gue di bandung karena masalah pekerjaan. Gue tahu tahu denger aja kalo lo dirawat di rumah sakit dari suami lo... gue gak tahu sebenarnya. Lo apa enggak tanya langsung ke suami lo An soal ini?" tanya Reno.

"Apa harus nanya ke mas Rayyan ya mas? Aku bingung."

"Lo kenapa tiba tiba ngungkit masalah itu An?" tanya Reno.

"Aku bingung aja. Kayak ada ingatan yang tiba-tiba hilang, muka mas Rayyan aja aku lupa, bahkan tiba-tiba kemarin ada yang bilang kalo dia ngaku temen kerjanya mas Rayyan di kepolisian dan mengatakan kalau mas Rayyan udah meninggal mas."

"Astagfirulloh... mana mungkin An..."

"Aku juga enggak tahu. Apa mungkin dia salah? Masa sih orang salah? Masa tiba-tiba bilang suamiku meninggal."

"Udah jangan diterusin An... lo harus banyakin istighfar, coba jangan mikir yang berat berat dulu. Nanti sakit lo kambuh... jangan mikir yang enggak-enggak dulu. Lo juga enggak perlu sampai nyari tahu hal kayak gini... toh suami lo ada disebelah lo selama ini. Masa iya dia bukan..."

Tiba-tiba Reno melotot. Sepintas bayangan tentang Alcyone yang belakangan ini dirinya curigai terbayang. Tentu hal itu membuat Reno jadi teringat kembali dengan kecurigaannya itu. Masa sih...
Jelas tidak mungkin.... mana mungkin....
Membuat Reno terdiam dengan sendirinya. Ana melihat perubahan ekspresinya.

"Kenapa mas? Kok kayak kaget gitu?" tanya Ana.

"Ah enggak... gak apa-apa..."

"Mana mungkin suami Ana orang lain... ya kalo orang lain terus dia siapa? Jangan aneh aneh Ren... masa iya Rayyan udah meninggal... gue mesti cari tahu nih soal ini. Gue harus hubungin Hilma sekarang. Kasih tahu semuanya." batin Reno.

Beberapa saat kemudian Reno pun memarkirkan motornya didepan toko. Hilma keluar.

"Tumben kesini? Mau jemput gue lo? Udah kayak tuan putri dong gue." ujar Hilma tertawa sendiri.
Reno menghadapnya dengan wajah serius.

"Kayaknya bener dia bukan Rayyan." ujar Reno.

Hilma tersentak kaget. "Dia? Maksud lo suami Ana?" tanya Hilma.
"Iya."

"Terus dia siapa kalo bukan suami Ana?" tanya Hilma.

Mafia Kejam Dan Gadis Yang Dijualnya [END]Where stories live. Discover now