10

15.4K 574 5
                                    

Alcyone, yang sedang berjalan dengan teman-temannya. Ana tidak menyadarinya, tapi yang menyadari adalah lelaki itu sendiri.

Dimana instingnya ketika berpapasan dengan wanita berkerudung dan bersyal merah cukup mengingatkannya pada wanita penyelamatnya.

Ia spontan menoleh ke belakangnya dan melihat punggungnya yang sudah kian menjauhinya.

Alcyone tidak mau membiarkannya pergi begitu saja. Ia langsung berjalan cepat mendekatinya, langkah demi langkah dan tarik tangannya memaksanya untuk berbalik menghadapnya dengan cepat.

Tentu saja Ana merasa kaget saat melihat itu adalah Alcyone, lagi-lagi dirinya bertemu kembali dengan pria yang sangat enggan dia temui!

Ana merasa takut, ia sangat khawatir kalau lelaki itu akan menangkapnya. Ia harus sesegera mungkin pergi dari sana!

Baru akan pergi, Alcyone tidak membiarkannya, ia tarik tangannya hingga dirinya bergeser tepat kehadapannya.

Ana merasa terganggu atas sikapnya itu, apalagi jarak wajah mereka sangatlah dekat. Seakan-akan pria ini sedang menatap seluruh wajahnya penuh selidik.

Ana tercekat, seakan nafasnya hanya sampai di kerongkongan. Apa sebenarnya yang salah dari wajahnya?

"Kamu! Wanita bersyal merah! Wanita penyelamatku kan?" tanya Alcyone, membuat Ana kaget setengah mati. Jadi.... Dirinya bukan mengingatnya sebagai si pemilik hutang, melainkan orang yang menolongnya waktu itu?!

"Dan kamu juga orang yang saya jual ke klub malam waktu itu!" ucapnya, Ana menghela nafas, ternyata dia sadar juga sekarang. Ingatannya tajam juga ternyata, tapi apa ya yang harus ia perbuat sekarang?

Rayyan tidak ada disekitarnya lagi, dirinya takut akan kembali diculik oleh Alcyone untuk nantinya dijual lagi. Ia tidak mau pada akhirnya dijual dan dijadikan pelacur!

Ia mencoba berkali-kali melepas tangannya tapi urung dilepas. Ana semakin panik dan ketakutan. Bahkan cengkraman tangannya semakin kuat.

"Jangan bilang, wanita bersyal merah yang waktu itu menolongku adalah.... Dirimu?!" tuduhnya. Ana semakin merasa dicecar. Apakah kalau dirinya menjawab ya, ia akan membebaskannya, atau malah sebaliknya? Ana terdiam takut.

"Cepat jawab!" tandasnya.

Ana bingung. Ia dicecar.

Alcyone masih belum menerima jawaban darinya, kemudian ia menimpali perkataannya dengan sebuah pertanyaan. "Jawab saya dengan jujur, sebenarnya apa alasanmu menolongku waktu itu?" tanya Alcyone tegas.

"S-saya... Tidak ada maksud apa-apa... Alasan saya menolong anda karena saya simpatik kepada anda."

"Kamu bersimpatik terhadap orang semacam saya? Apakah itu karena alasan manusia waktu itu?" tanyanya tidak menyangka. Ana mengangguk gugup.

"Tidak salah jika saya menduga kamu adalah wanita terbodoh yang pernah saya temui." ucapnya. Ana masih menunduk ketakutan. Tanpa berani mengeluarkan sergahan apapun.

"Lalu kenapa kamu bisa ada disini? Bukankah seharusnya kamu berada di klub malam itu sekarang?" tanyanya curiga. Ana semakin dicecar kebingungan.

"Ah... Jangan bilang.... Kamu kabur dari sana?!" tuduhnya. Ana mencoba untuk kabur detik itu juga melepas tangannya. Tapi Alcyone tidak mau membiarkannya pergi begitu saja.

"Ikut saya sekarang!" ucapnya yang langsung menarik tangan Ana secara paksa dan mencoba membawanya pergi dari sana. Namun tiba-tiba saja beberapa anak buahnya berlari ke arahnya dan mengajaknya untuk kabur secepatnya. "Bos gawat! Ada banyak polisi disini, ayo kita kabur bos." ucapnya. Alcyone mengajak Ana. "Ayo kita pergi."

Ana menolak. "Maaf tuan, saya enggak bisa. Saya janji saya akan mengembalikan hutang itu secepatnya setelah saya menyelesaikan pekerjan saya disini, tiga bulan... Hanya dalam waktu tiga bulan ini saya akan mengumpulkan uang dari hasil gaji saya semua untuk tuan. Saya janji. Saya enggak bakal kabur, atau tuan bisa ambil ktp saya sebagai jaminan, enggak apa-apa. Ini ktp saya. Maafkan saya." ucapnya langsung memberikan ktp dari dompetnya dan alihkan ke tangannya.

Alcyone merasa sedikit tersentuh, apalagi melihatnya berekspresi seperti itu selagi dirinya adalah orang yang sejak kemarin terus bersemayam di kepalanya, sosok wanita yang mampu membuatnya tersenyum ketika memikirkannya.

Hal konyol yang tidak pernah sama sekali ia lakukan sepanjang hidup.
Alcyone segera melepas tangannya dengan kasar.

"Jika dalam waktu tiga bulan kamu tidak juga datang menemui saya dengan uang dan kelipatan bunga dari hutangmu itu, jangan harap kamu bisa lepas dari saya. Saya akan pastikan, kamu kembali ke genggaman tangan saya sekalipun saya harus mencari hingga ke ujung dunia." ucap Alcyone tegas, Ana mengangguk yakin.

"Baik tuan."

Alcyone pun segera pergi dari sana bersama anak buahnya yang lain. Ana menghela nafas lega, ia merasa sangat bersyukur bisa terlepas dari Alcyone ketika itu. Jantungnya benar-benar sampai dibuatnya berpacu lebih cepat dari biasanya.

Tiba-tiba saja seorang pria mendekatinya. "Ana?"

Ana menoleh dan ternyata itu Rayyan. "Kamu masih disini?" tanyanya. "Iya mas."

"Kebetulan, teman saya yang tadi sudah pulang. Ayo kita pulang bareng." ucap Rayyan. Ana mengangguk.

Mereka pun akhirnya sampai tepat didepan rumah Linda. Rayyan bersiap akan pergi, tapi Ana langsung berkata, seakan mengeluarkan pertanyaan yang sudah sejak tadi dirinya pendam.

"Mas, masih sering ketemu sama pak bos?" tanyanya.

"Iya, saya baru saja bertemu dengannya beberapa waktu lalu. Ternyata dia juga ikut menyusul kesini belum lama. Kamu enggak ketemu lagi kan sama dia?" tanya Rayyan cemas.

Ana menggeleng, tersenyum. Ia terpaksa berbohong karena tidak ingin Rayyan khawatir.

"Yaudah, pokoknya dalam waktu tiga bulan ini kamu enggak boleh kemana-mana sendirian. Minimal ditemani saya atau Linda, ya?" pintanya, Ana mengangguk tersenyum.

Mendadak ia teringat dengan sesuatu.

"Oh iya, hp yang mas pinjemin, ini saya kembaliin. Takutnya mas mau pake."

"Udah enggak usah, saya punya hape lain. Udah enggak usah, buat kamu aja." tolaknya. Mau tak mau pun dirinya kembali memasukkan ponselnya ke saku.

"Makasih mas."

"Hmm oh iya, kamu mau gak nanti kalo liburan pergi bareng saya? Jelajahin kota Beijing ini?" tanya Rayyan, Ana tentu tersentak mendengarnya. Rayyan kembali berkata.

"Jangan khawatir, kalo kamu merasa terganggu jalan berdua bareng saya, kamu bisa ajak Linda juga." ucapnya.

"I-iya mas." balasnya gugup.

"Sayang kan tiga bulan disini masa enggak kemana-mana hehe. Daerah deket sini doang kok." ucap Rayyan. Ana tersenyum.

"Aneh gak sih? Kenapa tiba-tiba dia mengajakku seperti ini? Ah jangan salah tingkah dulu Ana! Dasar kamu nih!" batinnya rusuh.
             
"Oh iya An, kamu udah punya syal ya? Baru aja saya beli ini buat kamu. Saya hampir lupa mau ngasih, untung kamu ngajakin saya ngomong dulu barusan." ucap Rayyan.

Ana menerimanya dengan senang hati.

"Iya enggak apa-apa kok. Makasih banyak ya." ucap Ana. "Iya."

"Yasudah saya pamit dulu. Dah." ucap Rayyan.

"Iya, hati-hati." ucap Ana melepas kepergiannya dan langsung pergi masuk ke dalam rumah Linda.  

Alcyone akhirnya sampai ke apartemennya dan langsung berbaring diatas kasurnya. Beberapa anak buahnya terlihat sigap mengambil sepatu yang masih dipakai oleh sang bos sekalipun dirinya sudah berada di atas kasurnya sekarang.

Beberapa dari mereka juga kini ada yang sibuk menaruh tas, jas yang baru saja dilepasnya dan lain sebagainya.  

Alcyone mendadak teringat sesuatu ketika syal merah itu dipandanginya kembali.

Syal yang semula penuh dengan darahnya kini sudah bersih dan harum.

Ia ciumi wanginya dan hirup dengan sangat dalam syal tersebut seiring dengan pintasan di kepalanya dengan sosok Ana yang kini sudah diketahuinya sebagai wanita misterius bertopeng penyelamatnya.

Mafia Kejam Dan Gadis Yang Dijualnya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang