31

5.3K 185 0
                                    

Michele akhirnya tiba di rumah sakit, dimana Winda dirawat, Michele mengetuk pintu ruang rawatnya dan sang teman karib pun membuka pintunya, Karen.

Ia kelihatan habis menangis dan lantas saja langsung memeluk Michele saat itu. Menangis pilu dan sesegukan.

"Aku takut... dia masih belum sadar. Apa yang harus kulakukan hiks." tangisnya memeluk erat.

"Sudah jangan menangis. Aku tahu ini pasti berat bagimu. Kita berdoa saja untuk kesembuhannya. Kita serahkan semua padaNya." ujar Michele. Pelukan itu pun dilepas dengan perlahan. Michele terlihat memahami perasaannya.

Ia mengusap punggung Karen. "Kamu yang sabar ya... aku yakin dia pasti akan selamat, karena dia memiliki ibu sekuat kamu dan itu pasti menurun padanya." ujar Michele.

"Hiks terima kasih." tangisnya mencoba mengusap air matanya.

"Tapi kamu tidak hadir kesini bersama anakmu. Apakah dia tidak ingin melihat calon istrinya yang terbaring lemah disini?" tanya Karen.

"A,ah maaf. Anakku sedang berada diluar negeri sekarang. Dia tidak bisa secepat itu hadir disini. Dia hanya memberi pesan kepadaku untuk menjenguk anakmu dan menyampaikan salam darinya."

"Oh tidak apa-apa. Apakah urusan pekerjaan?" tanya Karen.

"Ya urusan itu."

"Tidak apa-apa. Aku memakluminya. Terima kasih sampaikan salam balik dariku dan calon istrinya ini." ujar Karen.

"Iya akan aku sampaikan." ujar Michele.

"Tapi ngomong-ngomong apakah mantan suamimu itu sudah merestui hubungan antara anak kita?"

"Ah soal itu tidak perlu terlalu dikhawatirkan, dia tidak akan menolak tawaran ini." ujar Michele.

"Aku takut kalau dia tidak merestuinya."

"Hehe tidak mungkin."

Michele langsung membatin. "Aku akan menanyakan hal ini kepadanya nanti. Aku harus memastikan kalau dirinya juga merestui supaya nantinya tidak membuatku repot. Gawat juga kalau dia merestui hubungan Alcyone dan wanita itu." batin Michele.

Disaat yang sama, Loki berada di pemakaman, tempat dimana Rayyan dimakamkan.

Ia tepatnya kini sedang menziarahi makamnya. Ia jongkok didepan pusara yang masih baru itu. Ia menatap nanar batu nisannya itu.

"Maaf Ray... aku hanya bisa menonton semua tragedi yang menimpa dirimu dan Ana tanpa pernah bisa membantu atau mengembalikan secara utuh apa yang telah Alcyone renggut. Aku mungkin terlahir sebagai orang yang tidak akan pernah bisa menjadi pahlawan bagi kalian. Maafkan aku.... Alcyone terlalu agung untuk bisa aku lampaui.... Padahal dulu aku sering membantumu melakukan apapun, tapi kalau menyangkut Alcyone, aku tidak bisa... aku mungkin akan tetap menjadi bonekanya yang tak mungkin pernah lepas dari kendalinya. Hingga melihatmu wafat seperti itu. Aku merasa tidak layak untuk kau sebut sebagai teman." air matanya terus bergulir hingga menjatuhi batu nisannya.

"Maafkan aku..." ia menangis pilu, mengeluarkan semua kepedihannya yang selama ini dirinya pendam.

"Kalau suatu saat Ana sadar dan mengingat semuanya. Aku bingung.... aku takut Ana akan kembali berontak dan tidak terima dengan kematianmu. Aku takut dia terlalu sedih atas kematianmu.
Bagaimana jika Ana kembali menderita penyakit mental seperti kemarin. Bagaimana jika dia meneriakkan namamu disela tangisannya. Apa yang harus aku lakukan... Aku tidak bisa hanya menonton mereka saja dan melihat bagaimana mereka bertengkar seperti awal, aku juga ingin membantu Ana... apakah mungkin aku bisa... Aku khawatir Ana di apa apakah oleh Alcyone. Kalau hal itu sampai terjadi, aku tidak akan pernah memaafkan diriku." ujar Loki.

Mendadak ponsel Loki berbunyi, ternyata itu dari Dietrich. Tentu saja Loki langsung cepat-cepat menyudahi tangisannya, segera menerima teleponnya. "Iya tuan?"

"Bagaimana kabar Alcyone, apakah dia masih berurusan dengan wanita itu?"

"Tuan masih menjadi suami dari wanita itu." ujar Loki.

"Apa sih yang dia inginkan dari wanita itu? Apakah rencana Michele tidak berhasil?" tanya Dietrich.

"Apa yang dilakukan oleh nyonya sama sekali tidak membuat bos Alcyone menyudahi begitu saja pernikahan mereka. Bos Alcyone malah justru membalas dendam atas apa yang diperbuatnya nyonya pada istrinya."

"Heuh, kenapa dia sangat keras kepala sekali. Bagaimana nanti kalau rekan bisnisku malah justru mengetahui kalau dia telah resmi menikahi wanita kampung itu." gumam Dietrich.

"Tapi ngomong ngomong aku ingin tahu, seberapa bagusnya background yang bernaung dibalik wanita itu. Barangkali kan wanita kampung itu ternyata memiliki kekayaan yang tidak kutahu..." ujar Dietrich yang langsung pergi menuju rumah Alcyone.

Beberapa saat kemudian, Dietrich akhirnya sampai didepan rumah Alcyone. Mobilnya menepi didepan rumah utamanya bersama wanita itu. Rumah yang jauh berbeda dari rumahnya yang dulu. Yang megahnya bahkan bisa melebihi rumah presiden.

Apa sebenarnya yang membuat Alcyone rela meninggalkan rumahnya yang lama dan malah memilih rumah kecil ini?

Tiba tiba anak buah Alcyone menghampiri dirinya yang kebetulan memang berjaga disekitar sana. "Tuan... sedang apa kemari?" tanya Dietrich.

"Aku ingin bertemu dengan Alcyone." ujar Dietrich.

"Beliau tidak ada disini, jika ingin bertemu anda bisa langsung ke rumah sakit sekarang." ujar pria itu.

"Apa? Siapa yang sakit?"

"Nona baru saja mengalami kecelakaan ketika sedang pergi berlibur bersama tuan Alcyone."

"Ah, wanita kampungan itu lagi..."
"Kalau tuan mau, bisa langsung kesana."
"Ya saya akan kesana."
Tibanya di rumah sakit, Dietrich akhirnya berdiri tepat dihadapan ruang rawat Ana. Disana ia melihat Alcyone dengan rajinnya menyuapi Ana, padahal selihatnya Alcyone tidak pernah sama sekali bersikap lembut seperti ini kepada wanita manapun. Hal memuakkan apa ini yang tersaji dihadapannya, benar-benar menjijikan.
"Memalukan..."

Membuat Alcyone dan Ana lantas berpaling ke arahnya. Mereka terkejut melihat sang ayah ada dibelakang sana. "Papa?" tanya Alcyone.

"Kamu benar-benar mencintai wanita ini Alcyone?" tanya Dietrich membuat Ana keheranan. Kenapa dirinya memanggil nama Rayyan Alcyone. Apa maksudnya?

Alcyone langsung hampiri ayahnya dan bawa pergi ayahnya itu dari sana.
"Kamu memalukan. Apa tidak ada wanita lain di muka bumi ini? Apa hanya dia pilihan terakhirnya? Dunia itu luas.."

"Aku sudah memilihnya, aku tidak pernah menyalahi pilihanku itu sejak awal." ujar Alcyone.

"Kau keras kepala sekali ya. Apa wanita itu telah membuatmu buta sampai kau tidak bisa melihat kalau wanita itu banyak sekali kekurangannya."

"Aku tidak menyalahi kekurangannya, dan aku menerima semua kekurangannya itu tanpa sekalipun mengeluh. Aku telah menetapkan keinginanku atasnya." ujar Alcyone.

"Kau sama saja dengan ibumu. Sama sama keras kepala." ujar Dietrich.

"Ia tidak melahirkan seorang diri, tapi ada campur tangan anda juga bukan. Jadi sifat saya ini menurun dari kalian berdua." ujar Alcyone.

"Heh, apa bagusnya wanita itu? Kau tidak mendapatkan apapun darinya. Kenapa juga kau bersikeras untuk mendapatkannya?" tanya Dietrich.

"Aku pernah diselamatkan olehnya dan dari sana aku mulai mengerti kalau aku memang membutuhkan wanita sepertinya?"

"Untuk dijadikan boneka?"

"Tidak... tapi untuk menjadi istri."

"Heh, apa-apaan... konyol sekali perkataanmu itu, tak pernah aku mendengar perkataan memuakkan itu keluar dari mulutmu. Kalau kau tetap pada pendirianmu itu, buktikan padaku... kalau wanita itu cukup bernilai untuk kamu pertahankan." ujar Dietrich.

"Cepat atau lambat papa akan sadar betapa bernilainya ia."

"Cih."

Mafia Kejam Dan Gadis Yang Dijualnya [END]Where stories live. Discover now