4

20.2K 714 7
                                    

Ketika semua sudah saling berkumpul. Pria itu kembali berkata, memberi pengumuman penting.

"Kali ini kalian akan di bagi menjadi dua kelompok, satu kelompok tetap berada di kapal ini, satu kelompok lagi akan dikirim ke Kamboja. Tolong berpisahlah antara anak belia dan dewasa! Sekarang juga! Ayo cepat! Perahu itu keburu muncul." cecar pria itu dengan bahasa indonesia yang fasih membuat salah satu dari mereka tampak gelisah karena khawatir kerabat mereka atau bahkan anak mereka yang masih belia akan berakhir seperti apa kalau sampai terpisah.

Meski terlihat dari mereka ada yang langsung berinisiatif memisahkan diri.

Ana terlihat cemas melihat Putri, bagaimana dengannya? Dia kan juga belia?! Bahkan terlihat Siska tidak rela melepas Putri begitu saja, memegang tangannya erat, tidak ingin membiarkannya pergi.

Tapi mirisnya.... Ia malah ditarik cepat tangannya oleh pria tadi hingga membuatnya masuk ke dalam barisan para belia yang saling berkumpul di kelompok lain. Ana terlihat cemas, Siska membenci hal ini dan langsung protes.

"Kenapa harus para belia?! Gimana kalau mereka kenapa-napa nanti? Mereka bahkan masih memerlukan bimbingan orang yang lebih tua dari mereka!" tandas Siska.

"Tidak usah banyak membantah kamu! Ini masih lebih mending daripada kalian dibuang ke laut sekarang! Kalian tahu kan yang memiliki wewenang disini itu saya! Bahkan lebih tepatnya nyawa kalian di tangan saya!" tandas pria itu.

Ana sedikit tidak terima dengan yang dirinya katakan, kenapa dia sampai berbicara seperti itu? Tapi ia juga tidak merasa memiliki wewenang untuk membalas perkataannya, ia khawatir lelaki itu malah benar-benar membuangnya ke laut.

Ana juga melihat betapa kesalnya Siska yang saat itu sedang berada disebelahnya, ia terlihat menahan kesabarannya yang sudah terasa sangat overload itu.

Putri merasa sangat pasrah, ia diam-diam menahan rasa kesedihannya mengingat setelah ini dirinya akan berpisah dengan Siska dan Ana.

Ia merasa sangat ketakutan jika harus pergi tanpa siapapun dikenalnya diluar negeri seperti ini, ia khawatir kalau dirinya tidak bisa pulang ke rumahnya ada akhirnya. Ia benar-benar ketakutan.

Pandangan mereka kini segera teralihkan menuju perahu yang segera bersandar ke sebelah kapal itu dan membuat dua pria tadi segera menyuruh kelompok para belia itu untuk segera berpindah ke perahu.

"Ayo cepat! Segeralah berpindah ke perahu itu! Waktu kalian tidak banyak! Atau nanti kalian akan tertangkap! Kalian mau ditangkap polisi hah!" tandasnya yang langsung mendorong dan menarik paksa mereka semua bersama dengan temannya yang lain menuju perahu.

Putri terlihat sangat ketakutan, ia bahkan sampai menangis terus memegang tangan Siska.

"Mbak..... Mbak tolongin aku... Aku gak mau sama mereka! Aku takut mbak." pekik Putri berjatuhan air mata.

Siska merasa bingung begitupun dengan Ana. Mereka sangat ingin membela dan mempertahankan Putri tapi sayangnya pria tadi segera menarik Putri dan memisahkannya secara terpaksa menuju perahu.

"Susah amat diatur sih lo! Diem disini!" tandasnya.

Membuat Siska dan Ana benar-benar kesal dengannya. Sekaligus merasa cemas dengan Putri yang terlihat begitu ketakutan dan sangat sedih.

"Aku enggak kuat mbak liat Putri. Dia kasihan." ucap Ana, Siska mengangguk.

Siska segera mendekati perahu tersebut dan memberikan ponsel padanya.

"Ini hape mbak, kamu pegang ya. Nanti kalo kamu udah disana kamu bisa telepon nomor mbak Ana. Oke? Kasih tahu kita kalo kamu udah ada disana, pokoknya harus kontak terus, jangan putus." ucap Siska, Putri mengangguk paham, Siska mengusap air matanya.

"Udah jangan nangis. Gak perlu takut, China gak jauh kok. Deket dari Kamboja. Ya? Udah jangan nangis lagi." ucapnya sedikit menenangkan Putri kala itu, hingga membuatnya sedikit tenang dan tidak menangis lagi.

Pada akhirnya mereka pun melepas kepergian Putri dan para remaja lainnya seiring perahu yang ditumpanginya berlayar cepat. Kian menjauh.

Sepuluh hari kemudian. Waktu subuh pun menjelang, Ana melaksanakan shalat seorang diri di dalam tengah kapal, Siska sedang berhalangan saat ini hingga tidak ikut shalat.

Selesai shalat Ana segera mendekati Siska kembali, mendempet dengannya karena cuaca fajar hari itu sangat dingin ditambah hari ini mau menjelang musim dingin.

Beberapa orang yang berada disana bahkan sudah menyiapkan baju seperti mantel yang dipergunakan untuk menghangatkan tubuh.

Mirisnya tidak ada satupun entah itu Ana maupun Siska atau teman-teman sesamanya yang lain diberikan mantel, jadi membiarkan mereka kedinginan begitu saja.

Yah, tidak ada yang diharapkan juga dari hal itu, ini memang hal yang cukup wajar, karena mereka sudah terbiasa dianggap seperti ini sejak awal. Beberapa dari mereka bahkan terlihat menggigil, termasuk Ana.

Dirinya memang sering menderita hipotermia dikarenakan kondisi tubuhnya yang memiliki darah rendah.

"D-dingin banget mbak." ucap Ana.

"Iya dingin banget, bener kata yang lain kemarin kalo mau masuk musim dingin sekarang, cowok preman itu emang resek, bukannya kita juga dikasih mantel, dikira anak orang enggak kedinginan apa. Kalo kita mati kedinginan disini emangnya mereka mau nanggung? Mereka yang ada ya rugi lah." bisik Siska. Ana berisiniatif memegang tangan Siska.

"Mbak, aku numpang angetin tubuh ya."

"Iya gapapa. Kalo bisa mah lo ngumpet aja diketek gue." ucapnya langsung ditertawai oleh Ana.

"Kita udah deket ke China belum sih ya?" tanya Ana dengan mulut bergetar.

"Udah kayaknya, apalagi sekarang udah berasa mau musim dingin berarti kan udah dekat kesana." jelas Siska.

"Gimana keadaan Putri ya? Aku takut dia kenapa-napa." ujar Ana.

"Coba lo telepon dia lagi, bukannya beberapa hari lalu lo udah telepon dia ya?" tanya Siska.

"Lima hari yang lalu. Tapi setelah itu enggak ada kabar dari dia lagi, takutnya dia kenapa-napa, tiap pagi aku selalu coba telepon dia tapi enggak aktif." ucap Ana khawatir.

Siska jadi ikutan khawatir. "Kenapa ya tuh anak, apa lagi keabisan pulsa ya?" tanya Siska heran.

Tiba-tiba saja salju satu per satu mulai turun, Ana tentu terkejut dengan hal ini, ia bahkan seperti melihat sebuah keajaiban yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

Dirinya langsung coba mendekati ujung kapal dan tengadahkan tangannya ke atas, hingga salju itu menjatuh ke atas tangannya. Langsung meleleh ketika menyentuh tangannya.

Ana merasa sangat senang, apalagi ketika melihat bentangan pulau di ujung sana terlihat beserta gedung-gedung tingginya.

Tidak lain itu adalah salah satu potret kota yang ada di China dekat pesisir, lebih tepatnya kini mereka akan sampai ke negara tujuan.

Ana kembali merasa begitu menggigil, ia duduk lagi ke dekat Siska dengan gigi menggeretak gemetaran.

"D-dingin banget mbak." ucapnya tapi entah kenapa dirinya merasa begitu antusias melihat salju. Tiba-tiba saja seorang pria cukup muda mendekatinya dan menawarkan dirinya sebuah selimut.

Mafia Kejam Dan Gadis Yang Dijualnya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang