18

10.8K 411 1
                                    

"Kita pulang ke Indonesia bareng aja atau enggak? Soalnya katamu di hari terakhir kamu kerja mau pada pergi liburan ya dirumah?" tanya Rayyan lagi.

"Iya, mau pergi. Aku pulang tanggal 3. Kamu tanggal berapa? Boleh deh kalo mau pulang bareng." ucap Ana.

"Yaudah pulang bareng aja. Tanggal 4 aja kalo gitu ya. Biar kamu bisa siap-siap." ucap Rayyan.

"Iya deh."

"Oh iya ngomong-ngomong kamu gimana sama pekerjaanmu? Apa kamu bener-bener bisa keluar dari pekerjaanmu itu? Apa Alcyone enggak marah sama kamu? Emang semudah itu ya kamu bisa jadi seorang polisi, itu kan sama saja kamu menjadi pengkhianat? Apa kamu enggak takut nanti Alcyone nangkep kamu?" tanya Ana.

"Enggak kok, enggak bakal. Tapi kamu jangan bilang-bilang ya kalo saya beralih profesi menjadi seorang polisi? Khawatirnya kamu mengadu atau bagaimana, nanti saya yang repot hehe." ucap Rayyan.

"Enggak dong, aku gak mungkin kayak gitu. Malah seneng kamu jadi polisi, nanti aku ditilang sama kamu, eh terus yang ditilang hatinya deh hehe." ucap Ana membuat Rayyan tertawa geli. Mereka saling melanjutkan perbincangan kembali. "

"Oh iya, tentang masalah Putri tadi, apa sebenarnya kamu tahu tentang itu?" tanya Ana. Rayyan merasa cemas, dirinya khawatir kalau Ana berbalik kesal dengannya, seperti yang dirinya ketahui kalau ia memang tahu banyak hal tentang itu.

"Itu.... Atas perintah bos Alcyone. Tidak ada yang bisa mengelak ataupun menolak apa saja yang dirinya titahkan. Sekalipun saya tahu itu adalah teman kamu." ucap Rayyan.

"Tapi kamu tahu kan itu perbuatan terlarang? Itu namanya pembunuhan, massal malah." ucap Ana.

"Iya saya tahu... Saya juga menyesali dan sangat tidak terima atas hal itu, tapi mau bagaimana lagi. Kita hanya bisa melihat hal itu dan memperhatikan bagaimana kesudahannya." ucap Rayyan.

"Tega banget sih." ucap Ana kembali menangis. Rayyan menaruh kepala Ana di pundaknya dan mengusap kepalanya dengan lembut.

Beberapa waktu kemudian, di hari pernikahan mereka berdua, Ana dan Rayyan saling bersanding diatas kursi pelaminan.

Mereka saling menyalami satu per satu tamu undangan yang kian bermunculan mendekati mereka sambil tersenyum lebar. Sebagai tanda penghormatan bagi si pemilik acara.

Ana dan Rayyan tampil sangat indah dengan gaun maupun jasnya, mereka tampil dengan balutan putih-putih yang indah dan menawan.

Ada Reno disana maupun Riska yang juga hadir atau juga teman-teman penjaga toko lainnya.

Mereka saling mengobrol dengan temannya masing-masing, makan, minum atau semacamnya.

Ana dan Rayyan juga saling berkesempatan untuk berfoto dengan yang lainnya, tawa lebar terselip diantara ekspresi mereka saat itu.

Mereka sangat bahagia satu sama lain, mereka masing-masing saling berpose, bergaya dan semacamnya. Ana kini berada di ruang rias pengantin, untuk berganti baju selanjutnya setelah selesai shalat.

Penuh canda dan tawa, apalagi ketika dirias ulang, Ana ditemani oleh beberapa temannya.

"Ciye yang udah jadi nganten, kedepannya enggak butuh kita-kita lagi dong? Udah ada yang nemenin soalnya?" tanya Hilma, teman satu tokonya.

"Iya nih enggak seru kalo enggak ada Ana. Nanti siapa dong yang nyambut pelanggan bareng gue? Gue kan takut cendilian." ucap Hilma.

"Hehe enggak kok, nanti aku juga kerja lagi disana. Jangan khawatir, nanti aku enggak bakal lupain kalian kok." ucap Ana tersenyum.

"Bener ya? Kita nungguin loh, awas aja kalo enggak jadi. Soalnya nanti yakin deh gue mah bakal sepi." ucap Hilma.

"Iya."

Mafia Kejam Dan Gadis Yang Dijualnya [END]Where stories live. Discover now