5

19.8K 672 10
                                    

Tidak lain itu adalah Rayyan, dia adalah salah satu ajudan Alcyone yang terlihat paling pendiam dan tidak banyak bicara diantara mereka semua, dan juga terlihat paling.... Muda, seakan memang seumuran dengannya.

Pria itu tersenyum, membuat Ana sedikit terheran dengan hal itu. Sedikit gugup juga sih. Rayyan berkata.

"Kedinginan kan? Kalo kedinginan terima, kalo enggak ya kasih yang lain." ujar Rayyan. Ana merasa cukup malu dan sedikit memalingkan wajahnya sambil tersenyum.

"M-makasih."

Entahlah dari beberapa orang yang menjadi ajudan Alcyone sepertinya dialah yang paling "berbeda". Siska yang melihatnya jadi langsung menyenggol sikutnya.

"Kayaknya bakal ada yang cinlok nih." bisik Siska. "Cilok kali mbak!" bisik Ana sebal.

Rayyan kembali berkata padanya.

"Kamu asli mana?" tanyanya. "S-saya asli orang Jakarta. Mas sendiri?" Ana balik bertanya. "Saya orang Bandung."

"Oh iya ya hehe, Bandung daerah mananya?" tanya Ana.

"Didekat Cibiru."

"Oh gitu."

Mereka tampak canggung, mendadak Rayyan menyodorkan tangannya.

"Salam kenal ya, nama saya Ray. Bisa juga Rayyan. Mbak namanya siapa?" tanya Rayyan.

Ana mengembalikan salamnya ke dada. "Ana."

"Oh Ana ya hehe. Salam kenal." ucapnya, mereka terlihat saling malu-malu ketika itu.

Mendadak beberapa ajudan Alcyone bangun dari tidurnya, mereka tampak terkejut saat melihat kapal sudah kian dekat dengan pesisir pantai, bahkan kapalnya sudah bersiaga akan bersandar di dermaga.

Mereka saling memberi instruksi kepada para penumpang kapal tentang hal apa yang harus mereka lakukan ketika sudah turun nanti dan kemana tujuan mereka setelah ini.

Ketika sedang sibuknya pria itu memberi aba-aba, tak sengaja Ana melihat ke arah Rayyan, pria itu terpergok sedang menatapnya sambil tersenyum.

Ana merasa sedikit heran hingga ia melihat ke kanan, kiri atau belakangnya tapi tidak ada siapapun, berarti... Dia benar-benar melihat ke arah sini..?

Sesampainya mereka turun dari kapal, Ana kini bersama Siska dan beberapa teman lainnya saling pergi menuju sebuah kota dekat sana, saat itu Ana masih belum tahu kalau tujuannya adalah sebuah tempat yang tidak pernah ia kira dan duga akan ia datangi.

Hingga sampai ketika dua kakinya menepi dihadapan rumah besar yang ramai orang dengan pakaian serba ngepas, ketat dan terkesan vulgar.

Ana sudah tahu kalau dirinya pasti akan berakhir dalam keadaan yang sama seperti orang-orang sesudahnya.

Bahkan bisa terlihat orang-orang yang ada disekitar sana langsung memandang sinis Ana atau saling memandang aneh wanita itu.

Ia merasa sedikit dikucilkan oleh mereka, apalagi pria ajudan tadi saling menyuruh mereka untuk segera masuk ke dalam sana dan membawakan mereka baju ganti yang terkesan pendek dan jauh dari penampilan Ana saat ini.

Siska paham dan mengerti kalau Ana merasa tidak nyaman atas ini. Ia pun protes.

"Bang, apa kita enggak bisa pake baju yang lebih sopan dikit gitu? Ana enggak mungkin pakai baju kayak gini, apalagi dia berkerudung." ucap Siska.

Pria itu marah.

"Ya lo pikir kita disini mau ngelancong bisa ngelakuin hal sesuka lo? Lo disini itu buat kerja! Buat dibayar tahu! Buat jadi pundi-pundi uang kita tahu! " tandasnya membuat Siska dan Ana semakin tercekat.

Mafia Kejam Dan Gadis Yang Dijualnya [END]Where stories live. Discover now