15 - Rasa Penasaran

302 68 20
                                    

INEFFABLE BY SISINKHEART

Instagram : @sisinkheart dan @hf.creations

****

Ingin hidup di dunia dongeng
Bukan menjadi pangeran atau putri
Namun, menjadi kesatria dengan pedangnya

****

Rama mengacak-acak rambutnya frustrasi. Ia menjadi sangat bersalah pada Shinta, betapa bodohnya dirinya ini. Membuat sakit seorang gadis yang tulus mengkhawatirkannya. Rama sebenarnya tidak memerlukan semua rasa kasihan dari orang-orang akan dirinya. Masalah yang terjadi pada dirinya, ia tidak suka jika orang lain mengusiknya.

Namun, gadis itu datang, membuat Rama tidak tahu harus mengusirnya atau membiarkannya meraih tangan Rama.

"Pasti dia sudah pergi ke kelasnya, melihat dia marah banget ke saya," ujar Rama mempercepat langkahnya. Ia tidak melihat Shinta di sepanjang koridor ini.

"Saya harus ke kelasnya," ujar Rama kembali.

Baru saja setelah Rama berbelok ke koridor lain. Langkahnya berhenti sempurna. Tepat di depannya, seorang gadis sedang duduk di kursi panjang dengan manik mata berfokus pada ubin putih.

Rama mendekati gadis tersebut. "Shinta," panggil Rama dengan penuh tanda tanya.

Perlahan gadis itu mendongak dan menatap Rama sinis sebelum ia membuang wajahnya kembali. "Sudah selesai?"

"Su ... sudah," ujar Rama, "kamu ... di sini?" Rama benar-benar bingung hendak mengatakan apa. Ini lebih mengerikan dibanding ketika ia menyampaikan orasi saat lomba classmeet kelas 10.

"Terus kalau bukan aku, siapa? Setan, kuyang?" Suaranya benar-benar dingin, bahkan gadis itu enggan sekali menatap Rama.

Rama duduk di samping Shinta. "Bu ... bu ... kan begitu," ujar Rama terbata-bata. "Saya pikir, kamu sudah pergi ke kelas karena marah sama saya?"

"Aku gak se-alay itu yah, yang ninggalin orang lagi terluka hanya karena aku marah." Shinta menatap Rama. "Gak kek kamu, sudah dikhawatirin, tapi masih nyakitin diri sendiri. Gak tau terima kasih lagi."

Rama merasa tengkuknya merinding, ia berkeringat dingin. "Shinta dengarkan saya dulu," ujar Rama.

"Percuma, gak usah minta maaf."

"Jangan bilang begitu," ujar Rama menjadi panik. "Lihat saya dulu Shinta, terus dengarkan alasan saya."

Shinta mengepalkan kuat tangannya. Ia jadi benci pada dirinya sendiri. Ia tidak pernah seperti ini pada orang lain, tetapi Rama, cowok itu membuat Shinta selalu susah, selalu khawatir.

"Aku dengarkan, apa alasannya?"

"Janji setelah ini kamu memaafkan saya," pinta Rama.

"Tergantung alasannya," sahut Shinta.

"Baiklah, tidak masalah." Hening, keheningan menyeruak kemudian. Rama bergelut dengan pikirannya sendiri. Ia meyakinkan diri jika ia harus mengatakan sejujurnya, tetapi tidak dengan mengungkapkan sesak itu.

"Kok diam? Apa alasannya?"

"Saya capek." Perlahan Rama menundukkan wajahnya. "Capek banget, sampai tangan saya terluka, saya tidak peduli. Bahkan sampai saat ini. Aaron sama yang lainnya sudah maksa saya agar ke obati luka saya, ganti perbannya, tetapi saya tidak mau."

Shinta menatap Rama. Cowok itu terlihat sangat merasa bersalah. "Maafkan saya Shinta, terima kasih sudah mengkhawatirkan saya, terima kasih juga sudah maksa saya mengganti perban."

INEFFABLEHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin