34 - Meow, moew, moew

316 65 17
                                    

Gak boleh nyerah
Kan banyak mimpi yang harus diraih

****

Masih sekitar pukul setengah enam lewat. Shinta terlihat menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia merapikan terus mengikat rambutnya, lalu tersenyum kecil. Gadis itu mengenakan celana hitam, sepatu sneakers ungu, serta jaket dengan warna yang sama. 

"Shinta makan dulu sebelum pergi joging," ujar Nadia dari lantai bawah. 

"Iya Bu!" sahut Shinta sembari mengambil tas kecil untuk menyimpan air mineral dan ponselnya. 

Hari ini, Shinta hendak joging. Sebenarnya, ia jarang melakukan hal ini, bahkan hanya terhitung beberapa kali dalam satu bulan ia pergi joging atau berolahraga. Namun, beberapa hari lalu saat pelatihan dance. Arsya meminta Shinta untuk sering-sering olahraga minimal joging untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Shinta mahir dalam dance, tetapi cepat kelelahan.

"Kamu yakin ke sana sendirian aja? Atau harus Ibu bangunin kakakmu biar dia anterin?" tanya Nadia menyiapkan susu cokelat. 

"Gak usah Bu, aku sambil joging ke tamannya. Kalau nunggu Kakak, keburu siang, lagian mana mau dia nganterin."

"Oke, tapi kamu gak bakal pingsankan?"

"Enggaklah Bu."

"Ya udah, kalau kamu kek mau pingsan langsung telpon Ibu, jangan sampe bener-bener pingsan."

"Iya Ibu, kagak bakal pingsan aku," sahut gadis itu menghabiskan susu cokelat

****

Tidak jauh dari rumah Shinta ada taman yang sering dijadikan tempat joging, olahraga, atau bahkan rekreasi. Biasanya di pagi atau menjelang sore akan banyak pengunjungnya serta para padagang. Jarak ke taman ini memang bisa ditempuh dengan berjalan kaki, yah, walaupun tetap melelahkan. 

Setelah melakukan pemanasan, Shinta mulai berlari kecil sembari merasakan udara di pagi hari yang sejuk ini. Ia bisa melihat pengunjung lain yang sedang berlari bersama dengan kekasihnya, seorang anak kecil yang aktif sekali, lalu ada juga yang menggunakan sepeda untuk menyusuri taman ini. 

Seperti yang Arsya katakan, Shinta cepat kelelahan. Baru berlari beberapa menit saja, Shinta sudah ngos-ngosan. Ia merasa benar-benar payah karena pasalnya ekskul dance lagi masa-masa sibuk latihan. Ia berjalan menuju bangku panjang yang terdapat di taman, duduk di sana, sembari meminum air dari botolnya.

Sesaat ia melamun dan berusaha menstabilkan napasnya, karena hal itu, Shinta tak sadar bahwa sepatu biru mendekat ke arahnya dari belakang kemudian berhenti. 

"Knock-knock." Suara itu terdengar yang sontak membuat Shinta menoleh cepat. Rasanya, selalu ada hal yang membuat Shinta terkejut dan jantungnya berdebar kencang. 

Dari manik mata Shinta yang bulat tersebut. Ia menangkap senyuman yang hangat seolah matahari baru saja terbit dan menyinari seluruh kota. 

"Rama," ujar Shinta setengah tak percaya. 

"Ternyata benar, saya pikir salah orang," jawabnya dengan lembut.

Mungkin memang benar adanya jika semesta senang sekali bercanda, lewat rangkaian kebetulan serta takdirnya yang sulit ditebak. 

"Untung yah, kan malu banget kalau salah nyapa orang." Shinta tak bisa berhenti menatap cowok itu yang terbalut jaket birunya. "Btw kok tahu kalau ini aku?"

Rama berpikir sejenak, ia mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk. "Kepo banget ya?"

"Masih pagi loh, jangan ngeselin."

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang