56 - Sekakmat! Kau Ditemukan

257 59 4
                                    

Warning! Chapter kali ini berisi kata-kata kasar,
darah, dan adegan agak mengganggu

****

Pantas saja neraka kosong, ternyata
para iblisnya merangkak ke bumi

****

Musik yang biasanya berputar di sepiker kelas kini tidak lagi terdengar, rencana mereka untuk nonton bersama sembari makan takoyaki dan kue cubit tidak terlaksana. Kedua makanan itu kini hanya berada di atas meja, tanpa seorang pun hendak menyentuhnya. Mereka semua terdiam dengan penuh rasa cemas serta takut.

Hari ini semakin buruk. Anak kelas mereka sempat terkena amarah wali kelas dan kepala sekolah karena Aaron, Devian serta beberapa cowok kelas mereka bolos dari sekolah sedangkan sisa anak kelasnya yang menyusun rencana serta mencari alibi agar mereka bisa bolos. Sungguh hal ini sangat genting!

Kini di tengah kemacetan, Aaron memaki-maki pengendara yang menyalip seenaknya saja. Earphone di telinganya tersambung ke ponsel. Suara di seberang sana adalah Arsya yang berusaha untuk menenangkan Aaron yang dilanda amarah.

"Ar, pliss tenang dulu, gue yakin Rama gak papa," ujar Arsya.

"Mana gue bisa tenang bangsat! Tante Aruna nelpon gue sambil nangis-nangis, kalau Rama kabur gak tahu ke mana!! Mana anaknya emosi gitu!"

"Kalau gitu lo yang jangan emosi Ar!! Devian sama yang lainnya masih juga nyari Rama. Coba sekarang lo nepi, tenangin diri lo dulu, gue mohon Ar."

Aaron menggigit bibirnya, suara embusan napas terdengar. Ia lalu menuruti perkataan Arsya, perlahan menepi di pinggir jalan. Ia menyandarkan kepalanya dan menatap kosong. "Bella lagi hubungin Devian, siapa tahu Rama ada di rumah sakit. Lo jangan gegabah dulu, tolong."

Mendengar setiap tutur kata Arsya, membuat tangis Aaron akhirnya pecah. Ia teringat kejadian kemarin saat melihat Rama yang tidak berdaya karena mendengar Shinta yang pingsan karena perbuatan Gifran dan Kendrick. Sialan! Bangsat! Bajingan! Aaron tidak bisa percaya jika bajingan Kendrick itu kembali mengusik hidup Rama dan kini membuatnya semakin hancur.

"Arsya."

"Iya, gue masih di sini, sabar ya, Devian masih di jalan ke rumah sakit, bentar lagi dia sampai kok."

"Gue capek." Suara Aaron terdengar gemetar. Ia menutup wajahnya dengan lengan. "Gue capek bajingan! Kenapa sahabat gue harus sakit mulu, gue capek! Curang banget mereka yang hidupnya bahagia mulu, gak kek kita! Sering dapat sakitnya."

"Karena kita kuat, makanya dikasih banyak cobaan."

"Bullshit tuh kalimat, gak ada kalimat lain apa? Karna kuat jadi dikasih cobaan, karna mampu makanya ada cobaan. Ah bangsat! Kebanyakan cobaan dikira gak capek apa? Capek woy!!"

Arsya terdiam, ia mengepalkan tangannya dengan kuat. Ia tak mampu menjawab perkataan Aaron yang baginya adalah benar. Arsya juga lelah dengan semuanya. Ia lelah melihat ibunya yang harus bolak-balik ke rumah sakit, ia lelah melihat sahabat-sahabatnya sakit. Perlahan ia menatap Bella yang terlihat menggelengkan kepala lalu kemudian memeluk Arsya dengan erat.

"Arsya gue takut, Rama ke mana sih ...." Bella berujar dengan suara serak dan tangisnya tidak bisa dibendung.

"Ar, Devian sudah di rumah sakit terus Rama gak ada di sana," ujar Arsya menahan tangisnya. "Aaron."

Suara Arsya terdengar memanggil nama Aaron berkali-kali, tetapi lelaki itu tak kunjung juga menjawab. Hingga Aaron tersadar dari lamunannya kemudian tersenyum payah. "Arsya, jangan kasih tahu tante Aruna ya, gue bakal nemuin Rama kok, tenang aja, tapi tolong jangan kasih tahu tante Aruna dulu. Kasihan, gue gak tega kalau ngelihat tante nangis. Habisnya, tante Aruna dah kayak ibu gue sendiri."

INEFFABLEWhere stories live. Discover now