65 - Benarkah Hanya Aku?

223 47 3
                                    

"Aku lupa, meskipun aku adalah sosok yang kamu cintai, tetapi sebelum hadirku, masih ada dia. Bahkan hingga kini pun, dia tetap kau sebut dalam setiap doamu." 

****

Shinta menaruh segelas air hangat di atas meja lalu ia duduk di kursinya kembali sembari melanjutkan sarapannya yang berupa sop ayam. Tidak lupa, ia mengambil telur rebus lalu ia taruh di mangkok lelaki di depannya ini. "Habiskan lagi telornya," ujar Shinta.

"Sudah banyak Ta," sahut Rama kemudian. 

"Nggak pokoknya habiskan." Shinta sama sekali tidak menerima penolakan dan akhirnya pacarnya itu menurut saja. 

Sudah seminggu sejak Rama keluar dari rumah sakit. Kini ia sedang menjemput Shinta sembari sarapan bersama di rumah gadisnya itu. Atas permintaan Nadia juga yang memasak sup agar Rama dan Shinta bisa sarapan bersama. Sup buatan Nadia terasa sangat enak membuat Rama sangat menikmati sarapan paginya ini terlebih ia bisa melihat senyuman gadisnya lebih pagi lagi. 

"Minum obatnya," ujar Shinta membukakan satu per satu obat Rama lalu di taruh di dekat mangkok supnya. "Hari ini ada kegiatan BUSRA nggak?"

Rama sedang menghabiskan air minumnya lalu berujar, "ada, kata mereka ada lomba gitu disarankan sama pembina jadi mau bahas itu dulu terus OSIS juga ada rapat sih walaupun gak lama."

Tatapan Shinta berubah menjadi sangat sinis. "Harus gitu? Nanti-nanti saja yah, kegiatan ekskulnya, Rama masih belum sehat banget."

"Shinta, saya sudah sehat. Sudah seminggu loh, banyak kegiatan yang terlewat. Saya bentar aja kok janji, nanti setelah bahas dikit, langsung istirahat pulang."

"Janji ya? Istirahat jangan lama-lama rapatnya," ucap Shinta memberikan jari kelingkingnya. 

"Janji." Rama mengaitkan jari kelingkingnya pada Shinta dengan senyuman khasnya yang terukir. 

"Kalau kamu dilarang pulang deluan, nanti aku gebuk ketua OSIS-nya," ucap Shinta segera mengambil tasnya di atas sofa serta tote bag berisi baju ganti karena hari ini, dia ada ekskul dance juga.

"Emangnya berani?" tantang Rama. 

"Enggak lah, nanti aku kena D.O terus masuk berita jurnalistik. Pacar Rama Yudhistira, menggebuk ketua OSIS dan kini di D.O dari sekolah."

Oh Astaga, Rama benar-benar tidak tahan dengan keimutan gadisnya ini. Ingin sekali ia peluk, tetapi ia masih punya batasan apalagi ini masih di rumah Shinta. Bisa-bisa ia malah digebuk sama Nadia atau kakaknya Shinta yang super duper galak. 

"Ayo berangkat, Ibu!! Aku mau berangkat sekolah," teriaknya dan tak lama kemudian Nadia turun dari lantai dua. 

"Udah sarapannya kalian berdua?"

"Udah Bu, aku sama Rama, mau berangkat yah." Shinta lekas mencium punggung tangan Nadia lalu Rama mendekati ibu dari gadisnya itu. 

"Tante saya sama Shinta berangkat dulu," ujarnya kemudian sembari mencium punggung tangan Nadia juga. "Makasih banyak makanannya."

Perlahan Nadia mengelus puncak kepala Rama. "Makasih banyak ya, sudah jaga anak Tante. Terus Tante mohon agar selalu jaga Shinta, kasih cermah kalau semisal dia ada berbuat salah, terus marahi aja kalau masih bawel."

"Ibu!" sahut Shinta. Apakah Nadia tidak sadar jika Shinta masih ada di sana?

"Iya Tante, pasti saya lakuin. Anaknya memang susah nurut terus agak bawel juga, tapi tenang tante, saya sudah terlatih untuk itu."

"Rama juga aneh-aneh aja loh!" Shinta lekas menarik lengan Rama. "Ibu, kami berangkat!"

****

Dalam sebuah cerita selalu ada alur yang akan terus berkembang dan berkembang begitu juga dengan karakter dari cerita tersebut, pasti setidaknya memiliki perubahan meskipun hanya sedikit. Begitulah seorang Shinta yang awalnya gadis pemalu kini menjadi protektif pada sang pacar terutama setelah mengetahui masa lalu Rama dan bagaimana trauma cowok itu hingga bisa kambuh. 

INEFFABLEWhere stories live. Discover now