60 - Special Chapter IV

182 38 1
                                    


Arti Sebuah Cinta

"Bunda, Bunda harus jaga kesehatan ya, Rahwana selalu doakan. Bunda gak boleh sakit. Habisnya kalau Bunda sakit, dunia Rahwana runtuh," ujar Rahwana.

****

"Boleh kenalan?" ujar Rahwana dan gadis itu berhenti bermain dengan bonekanya lalu menatap Rahwana. "Nama Kakak Rahwana, kamu bisa panggil Kak Rahwana atau Kak Awna."

Bukannya menjawab, gadis kecil itu menundukkan kepalanya. Ah, barusan saja Rahwana ditolak oleh anak kecil, mengapa rasanya sesak sekali. "Gak papa kalau kamu gak mau kenalan, tapi kapan-kapan mau kenalan ya sama adek-l"

"Shinta." Suara gadis itu terdengar kecil.

"Apa?"

"Shinta," ujarnya tersenyum simpul. "Namaku Shinta, salam kenal Kakak."

Eh? EHHHHHH?!!! Rahwana tidak bisa tidak terkejut mendengar nama gadis itu. Baiklah ini alay, tapi ini baru pertama kali dalam hidup Rahwana bertemu dengan anak yang memiliki nama dalam satu kisah yang sama?! Oh akhirnya, kisah Ramayana sudah lengkap! Rahwana harus mengatakan hal ini pada Aruna, pasti bundanya itu juga akan heboh.

"Cantik banget nama kamu!! Nanti kapan-kapan kenalan sama adek Kakak ya? Nama dia-"

"HEH!!! Lo mau apain adek gue!!" Suara itu terdengar keras dan tanpa aba-aba satu bogem mendarat dengan sempurna di pipi Rahwana hingga lelaki itu tersungkur di tanah. "Lo mau culik adek gue!! Mau lo apakan. Hah!!"

"Kakak," ujar Shinta jadi panik.

"Shinta kamu nggak papa 'kan? Orang jahat itu gak apa-apa kan kamu kan?? kamu luka lagi, ini boneka dari siapa? Jangan-jangan dia mau culik kamu dengan kasih boneka! Lo bakal gue buat mampus!!"

"Sabar, sabar, tahan Kak, saya gak ada niat buruk gitu! Tolong dengerin saya, saya tadi bantu Shinta karena diganggu temen-temennya. Gak ada niat lain."

"Dia bener Kak, dia bantu aku, tadi dia juga obati lukaku sama belikan es krim, boneka juga," ujar Shinta, "jangan pukul lagi Kak."

Farrel menatap dengan tajam, lelaki ini tidak terlihat seperti pedofil yang hendak menculik adiknya. "Lo beneran gak berencana nyulik adek gue 'kan?"

"Nggak astaga, ngapain saya nyulik adek, Kakak." Rahwana bersusah payah bangun. Ia memegangi pipinya yang terasa sakit dan berdenyut hingga ke rahang.

"Oke, maap."

WHAT THE- Hanya satu kata itu, maaf?? Apakah boleh Rahwana membalas bogem itu, oh tidak, tidak baik, jika ia membalas. Lagi pula itu reaksi yang wajar bagi seorang kakak yang sangat menyayangi adiknya.

"Iya gak papa."

"Kakak gak papa? Sakit nggak?" tanya Shinta, hal ini membuat Farrel menatap tajam lagi. Seolah kasih sayang adiknya diberikan pada orang tak dikenal begitu saja.

"Aduh sakit banget." Rahwana mulai berakting karena sadar apa maksud dari tatapan Farrel. "Biru ya muka Kakak?"

"Iya, agak biru gitu."

"Lebam gitu aja sakit. Cemen lo jadi cowok. Gue bogem lagi nih!"

"Kak Farrel!!! Gak boleh gitu!"

Farrel berdecak sebal, baru kali ini adiknya membela lelaki lain selain dirinya. Sungguh ada rasa sesak dari dada Farrel. "Ayo Ta, kita pulang."

"Minta maaf dulu!" ujar Shinta menatap sinis pada Farrel.

"Kakak kan sudah minta maaf tadi."

"Bener-bener minta maafnya, kakak buat mukanya biru tuh! Mana sakit lagi."

INEFFABLEWhere stories live. Discover now